KEESOKAN HARINYA…
Setelah semalam menyerah melakukan pencarian sendiri dengan pencahayaan seadanya, pagi ini Bu Aini akan beraksi maksimal untuk mencari ayam Jagonya. Tidak lupa, dia juga mengikutsertakan Pak Nur untuk membantu mencari karena suaminya itu dianggap orang yang paling bertanggung jawab atas hilangnya si ayam jago.
"Ayo Pak bantuin mencari. Pokoknya awas aja kalau sampai tidak ketemu. Berarti kamu memang tidak layak diberi amanah menernak unggas-unggas ini." Pagi-pagi buta suara Bu Aini sudah terdengar paling ribut seantero rumah, sampai mampu membangunkan tidur ke-dua siapa saja setelah makan sahur dan sholat subuh.
"Kamu itu memang ribet banget, ya. Kalau nanti ketemu, gantian kamu yang mau apa?" Respon Pak Nur yang sudah kesal sejak semalam karena dituduh menjadi penyebab sadis menghilangnya si ayam jago.
Baru saja Pak Nur tahu penyebab dari tuduhan yang melayang ke dirinya, yaitu karena kebiasaannya yang masih sulit dirubah dalam memperlakukan binatang unggas peliharaannya. Pak Nur memang orang yang memiliki watak keras. Bila pak Nur sedang dalam mode kesal, siapapun pasti akan terkena amukannya (kemarahannya) tanpa ada pengecualian; tidak anak, istri, anak kecil, orang dewasa, binatang peliharaan sendiri, binatang peliharaan tetangga. Bu Aini sudah sering dibuat marah karena tindakannya itu, terutama yang kasus kekerasan terhadap unggas-unggas peliharaannya sendiri. Meskipun memang binatang itu salah, menurut bu Aini cara memperlakukannya bukan seperti yang dilakukan pak Nur. Ada cara yang lebih manusiawi yang tidak akan merugikan siapapun. Sekeras-kerasnya watak perempuan, memang tiada yang menyukai hal-hal tentang kekerasan fisik.
"Kalau kamu tidak melihat sendiri yang kulakukan, tidak usah menuduh-nuduh!" Bela pak Nur kepada dirinya sendiri sembari membantu Bu Aini mencari ayam Jagonya disekitar kebun belakang rumah. Dalam kesehariannya, Ayam Jago Bu Aini memang sering berada disekitar kebun itu, bersama ayam betina beserta anak-anaknya milik tetangga.
"Binatang kalau tidak pernah dikasarin, pasti pulang, Pak! Aku tahu betul itu. Ini ayamku takut pulang mungkin sudah kamu apa-apain kemarin." Bu Aini masih belum mengalah dan terus melayangkan tuduhannya kepada Pak Nur. Mungkin itu akan terus berjalan sampai ayam itu pulang kerumah untuk makan seperti biasanya.
Pak Nur sudah malas menanggapi ocehan bu Aini yang dari tadi belum mau kalah. Pak Nur memilih kembali ke dalam rumah dan meninggalkan bu Aini di kebun belakang rumah sendirian.
"Loh, mau kemana?" Teriak Bu Aini mencoba menghentikan langkah Pak Nur walaupun Bu Aini tahu teriakan itu hampir 100% tidak akan pernah dihiraukan pak Nur. Sepertinya Bu Aini sudah tahu apa yang akan dilakukan Pak Nur sehingga dia memilih ikut kembali ke rumah.
Pak Nur dan Bu Aini sudah kompak membuatkan makan pagi untuk para Ayam dan Bebek peliharaannya. Tidak perlu ditanya apa yang terjadi disepanjang pembuatan pakan tersebut. Bu Aini tetaplah menjadi dirinya sendiri yang suka berbicara topik apapun yang ingin diangkatnya. Tentang ayam jagonya yang masih belum kelihatan, itu sudah jelas. Beralih ke gosip terbaru yang dia dapatkan dari kelompok arisannya, itu juga sudah biasa pak Nur dengarkan. Tentang kondisi keuangan harian, itu juga tidak pernah terlewatkan. Bila melihat keadaan ini, seakan-akan Bu Aini terlihat sudah bisa bersabar menanti kepulangan ayam jagonya dan tidak lagi menyalahkan Pak Nur. Namun,
"Kalau ayamku tidak pulang hari ini, kita sembelih saja itu semua bebek-bebek kesayanganmu. Tega sekali kamu menyakiti ayamku demi membela bebek-bebekmu. Memangnya hanya kamu saja yang bisa membela." Bu Aini kembali membuka pembahasaan yang mengesalkan menurut pak Nur saat pembagian pakan pagi kepada para ayam dan bebek dimulai.
"Kalau nanti ketemu, ayam jagomu yang tak sembelih, ya?" Pak Nur membalasnya singkat dengan muka datarnya.