Rasanya sebal-sebal sendiri ketika pembahasan belajar selalu dikaitkan pandemi Covid-19. Merasa bosan saja, sekian lama kita terus-terusan membahas keduanya sebagai isu hangat yang tak bisa dipisahkan.
Ada yang namanya 'kubu Pro Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ)' dan 'kubu Kontra', yang keduanya selalu beradu argumen kuat untuk menyatakan aspirasinya. Hingga kita gundah gulana dengan alasan--tidak ada dari keduanya yang salah atas argumen yang disampaikan.
Kemudian kita mencoba mencari solusi, menyampaikan kabar gembira dengan sistem konditional. Tapi endingnya, kita di PHP-in. Kita dilemahkan oleh keadaan. Pandemi lagi-lagi menggagalkan kabar baik untuk kembali belajar normal tatap muka di kelas.
Ya, kini pupuslah sudah harapan kita semua--para guru, orang tua, mahasiswa, dan siswa yang sebelumnya telah bersemangat untuk kembali belajar normal di awal tahun baru 2021.
Masih ingat sekali kabar bahagia dua bulan yang lalu, yang disampaikan bahwa pembelajaran tatap muka bisa dimulai di awal tahun, meski masih kondisional dengan keputusan secara otonom masing-masing daerah. Semua pihak menunjukkan antusiasmenya, bahkan orang tua juga turut mengembangkan senyum kelegaan.
Tapi kemudian semangat tinggi ini dipupuskan dengan kabar kemunculan varian baru covid-19 yang lebih mengkhawatirkan. Hingga statement lebih baik pembelajaran tatap muka ini ditunda telah digaungkan demi keselamatan orang-orang yang kita sayangi. Jelas tiada orang yang bersedia mengambil risiko besar itu.
Namun para orang tua serta pihak lain yang berada di kubu Kontra PJJ hendaknya tidak salah paham atas keputusan ditundanya Pembelajaran Tatap Muka (PTM) yang awalnya direncanakan awal tahun 2021.
Sebab, ini bukanlah keputusan saklek otoriter yang diterapkan oleh pusat, dalam hal ini adalah Kemendikbud. Melainkan, kebijakan ini telah diserahkan kepada masing-masing daerah, sekolah, serta orang tua. Justru, PTM sangat dianjurkan apabila secara zonasi per daerah telah dipertimbangkan aman untuk melaksanakan PTM.
Kemendikbud hanya tak ada hentinya mengingatkan bahwa pandemi masih belum berakhir. Maka hendaknya pemerintah daerah, pihak sekolah, serta para orang tua harus tetap waspada dan sebisa mungkin menekan laju penyebaran covid-19 melalui klaster sekolah.
Saya sendiri sedih melihat fakta kabupaten Jepara mencatatkan diri sebagai daerah berisiko tinggi angka paparan covid-19. Di dalam data disajikan bahwa saat ini terdapat 1.004 orang dinyatakan positif, dengan angka meninggal sejauh ini sebanyak 282 jiwa (update tanggal 02 Januari 2021).