Dalam ajaran Islam, ada suatu istilah yang bernama wasathiyah. Istilah wasathiyah ini juga dikenal dengan Islam moderat.
Islam wasathiyah menjunjung tinggi prinsip keadilan dan keseimbangan. yang berarti, dengan segala sesuatu kita harus bersikap adil, memiliki toleransi tinggi dan juga selalu mengutamakan musyawarah antar golongan demi memutuskan suatu perihal.
Lantas, apa arti dari wasatiyah? Simak pembahasannya secara lengkap dalam artikel ini.
Mengambil dari buku Islam Wasathiyah yang ditulis oleh Suparman Usman, dkk, Wasathiyah memiliki segudang arti. Wasathiyah sendiri berasal dari kata "wassatha" yang memiliki arti sesuatu yang berada di antara dua sisi.
Kata Wasatiyah ini juga memiliki arti sesuatu yang ada di central atau tengahatau sesuatu yang memiliki dua belah ujung yang sebanding atau seimbang. Ada pendapat lain mengemukakan Wasathiyah mempunyai arti tawassuth (tengah-tengah), i'tidal (adil), dan tawazun (berimbang).
Menurut para ahli bahasa Arab, kata "wassatha" memiliki pengertian "segala sesuatu yang baik itu sesuai dengan objeknya". Salah satu contohnya, kata dermawan adalah salah satu sikap yang berada di tengah-tengah, antara kikir dan boros.
Dari penjelasan di atas kita dapat menyimpulkan bahwa Wasathiyah adalah suatu sikap di tengah tengah atau seimbang.
Nah, apakah sikap ini dapat kita gunakan di kehidupan sehari hari utamanya dalam menetukan pilihan pemumpin?
Dalam kontes demokrasi yang telah berlangsung waktu lalu masyarakat dituntut untuk lebih dewasa, cerdas dalam menentukan pilihan.
Di samping itu, juga setiap Muslim dituntut untuk selalu mengukur kebenaran dalam memilih dengan petunjuk agama, baik perintah Allah dalam kitab suci-Nya, perintah Rasul melalui sunnahnya serta petunjuk para ulama, agar terhindar dari kriteria yang mendekati kepada dosa atau tidak sempurna mengamalkan agama (syariat) secara kaffah (totalitas).
Seperti yang kita ketahui bahwa banyak problem yang terjadi sebelum dan sesudah pemilu ini dilakukan, banyak isu yang beredar mulai dari wakil presiden titipan, menjual agama untuk kepentingan politik bahkan ada yang takut untuk memilih partai yang sama lagi sampai yang paling baru adanya sengketa pilpres yang menyebabkan adanya disentting opinion di Mahkamah Konstitusi.
Hal seperti ini tentu wajar saat adanya kontes demokrasi, tetapi yang akan dibahas disini bukan siapa yang tepat menjadi pemimpin tetapi bagaimana kita menentukan pemimpin.