[caption caption=""Masjid Layur , peninggalan pedagang dari tanah Arab dan Gujarat yang pernah singgah di Semarang"][/caption]Seperti kota lain di Indonesia, kota Semarang, Jawa Tengah juga memiliki daerah yang dahulu didiami mayoritas warga pendatang berdarah Arab dan Melayu. Tempat itu berada di Jalan Layur, Kampung Melayu, tidak jauh dari Kota Lama Semarang.
Di daerah yang letaknya dekat dengan Pasar Johar dan tak jauh dari stasiun tua Semarang Tawang itu juga berdiri Masjid Layur, masjid tertua di Semarang yang dibangun para pedagang dan ulama dari Yaman dan Gujarat sekitar pertengahan abad ke 17.
Di masa pendudukan Jepang dan Belanda, masjid tersebut juga digunakan untuk membuat rencana perlawanan pemuda-pemuda Indonesia berdarah Arab melawan penjajah.
Beberapa waktu lalu saya mencoba menyusuri daerah ini.
Jika tidak bertanya pada warga sekitar, mungkin Anda akan kesulitan menemukannya. Maklum, tempat ini tidak setenar kawasan Kota Tua Semarang, atau pun kawasan Simpang Lima. Lokasinya pun harus melewati gang-gang yang tidak terlalu lebar. Berikut catatan perjalannya.
[caption caption="Foto: Dok Pribadi"] [/caption]Hari masih belum terlalu siang, saat itu masih pukul 09.00 wib. Beberapa warga sudah mulai beraktifitas, sebagian perempuan tua paruh baya terlihat baru pulang dari pasar menjinjing plastik belanja berisi sayuran.
Yang menjadi perhatian saya ketika menyusuri jalan tersebut, beberapa orang wanita berusia 50-an berjilbab dengan paras Arab sesekali melintas di jalan Layur itu.
Saya sempat bertanya pada warga sekitar apakah daerah ini merupakan pemukiman orang keturunan Arab dan Melayu. Seseorang warga membenarkan kalau dahulu lokasi ini banyak didiami orang dari jazirah Arab.
Dari informasi warga sekitar, akhirnya saya menemukan warga keturunan Yaman yang telah tinggal disitu sejak tahun 1942.
Menurut Laila, warga keturunan Hadramaut, Yaman, yang tinggal persis di depan masjid Layur, Kelurahan Dadapsari Kecamatan Semarang Utara sejak tahun 1943, saat ini warga keturunan Arab yang tinggal di daerah ini sudah sedikit jumlahnya.
“Dahulu daerah ini mayoritas didiami warga keturunan Yaman, diikuti pakistan dan muslim India. Ayah saya asli Yaman, sedangkan ibu saya Yaman campuran Tegal,”kata wanita kelahiran 1940 yang memiliki marga Harhara ini .