Lihat ke Halaman Asli

Saya Otodidak Tapi Bisa Kok Juara

Diperbarui: 8 Juli 2024   12:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Banyak anggapan kalau pendidikan nonformal itu ngabis-abisin duit, misalnya pergi les piano atau les nari. Tapi disitulah letak pentingnya, membantah rutinitas. Nggak melulu kok yang formil dan kesan penting itu bakal membuat kita survive di kehidupan.

Anak-anak punya bakat beragam, dan saya kira sih udah saatnya kita melepas anggapan kuno satu tipe kecerdasan yakni yang linear dan terstruktur. 

Pengalaman saya sebagai anak yang neurodivergen(kira-kira begini, saya  punya otak yang bisa menyerap banyak hal secara serentak. Saya Gugel dan ketemu nama resminya 'low latent inhibition'). Belajar tahap demi tahap dan pendidikan formal itu beneran bikin saya gemes. Tapi saya nggak berkecil hati mentang-mentang aneh sendiri. Dan dengan dukungan keluarga, sayapun bisa cukup prestasi di sekolah terlepas dengan gaya belajar saya yang cenderung otodidak dan lekat dengan kesan slebor. Karena saya nggak bisa hanya fokus dengan itu-itu aja apalagi di format serius seperti sekolah, sayapun menikmati banyak pendidikan nonformal yang malah sekarang menyokong arah hidup saya(saya nano influencer yang juga membahas  gambar kontemporer karena kebetulan saya mampu. TikTok saya adalah @nidyagood, mari mampir jika mau ^_^ )

Jadi ide pokok bahwasannya solusi perkara pendidikan di Indonesia adalah salah satunya pendidikan nonformal lebih didorong lagi untuk para pemuda penerus generasi bangsa, I cannot agree more. Fasilitasi pencarian jati diri anak muda melalui membebaskannya mencari passion yang akan digelutinya untuk menyambung hidup di kemudian kelak.

Pendidikan non formal harus diubah impression nya, bisa jadi melalui film dengan naratif lebih positif tentang pendidikan non formal termasuk homeschooling(misal nih, bikin film tentang persahabatan antar murid yang utuh mencurahkan perhatian di pendidikan non formal seperti memasak kue, kan jadi  keren rasanya dan kesan ini membuatnya lebih bermakna). Mungkin terkesan sepele, tapi impression yang menguar dari suatu hal sangat berperan akan kemana perkembangannya nanti. Dan setahu saya kebanyakan mindset Indonesia adalah pendidikan non formal tidaklah keren atau hanya untuk orang kaya yang suka menyibukkan diri dengan kegiatan tambahan. Ini sangat sempit pikirannya.

Sekarang sih enak ya, gaya belajar lebih bebas mulai direngkuh oleh pemerintahan Indonesia dan dunia pendidikannya kian mengalami kemajuan dengan mulailah meluas pemahamannya tentang varian kecerdasan. Ini juga didorong masif oleh penggunaan teknologi yang sudah menjadi dunia paralel(istilah saya pribadi ^_^)untuk bejibun netizen Indonesia. Ekspos data secara abundans dan dari varian ranah ilmu membuat orang sedikit demi sedikit ngeh untuk menghargai hal diluar tujuan spesialisasi. Di zaman saya masih kecil sih saat HP masih pakai nada dering polifonik, saya harus berjuang lebih karena keunikan cara belajar saya belum dapat sorotan perhatian positif yang didapat anak-anak masa kini. Generasi Alfa, bakal jadi bagaimana kalian ya? We'll see.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline