Lihat ke Halaman Asli

Apakah Etis Menjadikan Peristiwa Vina Cirebon Sebagai Film Horor?

Diperbarui: 26 Mei 2024   17:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Film. Sumber ilustrasi: PEXELS/Martin Lopez

Ada etika sangat tipis mengenai creative liberty saat mengangkat sebuah kisah nyata menjadi film. Saya sendiri kaget saat menyadari kalau peristiwa menggenaskan si Vina Cirebon itu semakin diviralkan melalui film horor. Saya rasa agaknya tidak baik, meski telah dapat izin dan keluarga yang berduka, untuk mengumbar kekerasan seksual yang betulan terjadi dalam bungkusan yang mengarah pada fantasi horor dan bukannya semi dokumenter dimana pelaku distudi motivasi dan kepribadiannya secara tuntas. Contohnya film tentang kekerasan yang di lakukan Jeffrey Dahmer, si pembunuh berdarah dingin dengan orientasi seksual menyimpang jauh dari spektrum umum, saat kisahnya difilmkan produser memastikan bahwa adegan-adegan yang direka ulang merupakan semi dokumenter yang mendalami habis-habisan motivasi internal Jeffrey Dahmer agar kita sebagai penonton melihatnya sebagai cautionary tale dalam identifikasi dini orang-orang yang pantas dihindari atau dicurigai. Adapun film Jeffrey Dahmer tersebut juga mengulas tentang ada unsur bias rasialisme dimana korban-korban tidak ditelusuri lebih jauh sejak dulu-dulu dikarenakan merupakan ras minoritas. Film Jeffrey Dahmer ini digarap serius dari berbagai sisi yakni historis, politis, hukum dan psikis tentu saja, sedangkan film untuk Vina Cirebon terkesan lebih-lebih mencari sensasi dan uang saja karena cenderung revenge fantasy sebab Vina yang meninggal digambarkan bisa menjadi hantu dan mengalahkan para pelaku yang muskil di dunia nyata untuk dipastikan kesahihan peristiwa klenik macam itu. Tidak valid di mata hukum. Tapi entahlah, apakah naratif film Vina Cirebon bisa menghantui orang-orang yang telah menganiayanya sebuah naratif yang menenangkan pihak keluarga berduka serta masyarakat Indonesia atau malah membodohi akal sehat. Saya juga bukan pakarnya. Saya sendiri belum menonton film itu. Ini hanya opini sambil lalu saya saja. Mungkin seharusnya peristiwa Vina Cirebon mendapat dokumenter pantas setelah kepingan-kepingannya terkumpul utuh seperti kasus viral kopi sianida dengan Jessica Wongso. Kebiadaban dari kasus Vina Cirebon ini benar-benar membuat orang Indonesia harus berpikir lebih dalam tentang proteksi perempuan serta urusan feminismen yang jauh lebih mendesak dan kompleks yakni perkara terkait seks dan kebebasan ekspresi perempuan. 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline