Berdagang jangan dikira sebagai opsi terakhir, tapi lihatlah sebagai oportuniti yang luas dalam mencari nafkah. Di usaha bidang seni, ritel pakaian, sembako, restoran, otomotif dan banyak lagi, strategi bisnis amat diperlukan. Dan tak hanya satu strategi bisnis, namun strategi yang adaptif dengan situasi. Selain punya sistem tepat guna dalam melaksanakan bisnis, menjaga optimisme tidak kalah penting saat melawan begitu banyak hambatan dan kejadian tak terduga ketika sedang berdagang.
Dalam berbisnis, introspeksi diri anehnya sangat diperlukan. Dari pilihan bisnis yang ingin ditekuni apakah sesuai dengan karakter diri, dari sistem yang ingin diterapkan apakah sesuai dengan kebiasaan kita, adapun dalam memilah trend usaha yang dilakoni cari yang kita personal suka juga, makanya tak jarang orang menganggap banyak elemen spiritual dalam berbisnis. Masih sebuah misteri dari mana pencetus utama munculnya trend untuk tiap-tiap jenis usaha entah itu saham, pakaian, produk seni dan sebagainya, penelusuran munculnya trend selalu berujung pada abstraksi saja.
Seorang desainer pakaian misalnya sering jatuh bangun dalam menebak pergerakan trend model pakaian mirip dengan seorang pemain saham yang hanya bisa mencari informasi sebanyak-banyaknya untuk memprediksi arah naik turun harga saham, dan tak selalu jitu. Makanya banyak orang lebih memilih untuk menjadi pegawai saja karena tak tahan dengan tingkat stres tinggi dari nature ketidakpastian dalam berbisnis.
Sebagai pemilik bisnis, banyak keputusan yang perlu dilakukan tiap harinya. Keputusan yang dikira kecil, bisa berdampak besar(contohnya membeli jenis barang apa untuk musim ini), keputusan yang dikira besar, bisa berdampak minim(seperti mengubah wallpaper toko agar kesannya lebih terang dan mengundang), keputusan yang dikira rumit, bisa disederhanakan(seperti prinsip dalam kriteria memilih pegawai).
Keputusan-keputusan ini bisa membuat lelah atau nama lainnya choice overload. Ini bakal mendorong menunda-nunda dalam mengambil keputusan penting karena terlalu banyak yang harus ditangani. Segala keragu-raguan ini bisa memicu seseorang untuk berkubang dalam negatifitas dan ingin menyerah melepas bisnisnya. Karena merupakan suatu kecenderungan manusia untuk mencari kepastian meskipun absurdnya kepastian itu tak pernah ada. Misalnya, berbisnis walaupun ada kemungkinan kaya mendadak, tapi angin-anginan sekali. Ini adalah pola pikir sah-sah saja dan merupakan nalar umum, tapi dalam konteks ingin maju berbisnis, tidaklah produktif berkutat dalam pola pikir begini.
Makanya, apa kiat agar menjaga optimisme selama berbisnis. Ada beberapa cara, antara lain :
1. Perkuat hati : berbisnis membuat kita banyak merenung tentang pertanyaan-pertanyaan filosofis mengenai kehidupan. Apalagi terkait cabang-cabang hasil yang terjadi dari keputusan-keputusan harian kita dalam melanjutkan bisnis. Persiapkan hati untuk memaknakan pertanyaan filosofis pribadi dengan perbanyak doa terlebih dahulu. Lalu carilah yang dibutuhkan, apakah pikiran haus dengan jawaban dari buku atau pikiran haus kesimpulan pribadi saja? Memang pencarian filosofi kehidupan masing-masing ini terkesan sepele padahal krusial sekali untuk menjaga optimisme ketika berbisnis.
2. Biasakan merevisi mindset sendiri : misalnya mau jualan ikan tapi malu dengan bau amis. Atau mau jualan kue tapi bagaimana kalau basi dan tidak dibeli-beli? Sebenarnya pemikiran macam begini ada sekelumit nalar umum didalamnya, tapi agar tetap optimis mencapai visi yang dituju, pemikiran seperti ini perlu dirombak. Bukannya pikiran-pikiran ini perlu dilawan, karena bakal tak ada habisnya. Sadari bahwa perlu kontekstual dalam berpikir, tak ada pikiran yang perlu ditekan tapi fokusnya saja diganti. Misalnya jualan ikan maka carilah informasi memotivasi dari perusahaan-perusahaan seputar jual beli ikan, maknai kehidupan sebagai penjual ikan, dan walaupun memang ikan tetap bakal amis baunya, secara alamiah kita tak akan terlalu mengkhawatirkannya lagi jika dirasa sudah bermakna.
3. Perluas jaringan sosial dan bergaullah dengan yang senasib : dialog membakar semangat antar sesama pedagang bisa menjaga optimisme dengan baik. Berbagi pengalaman di komunitas pedagang tak urung membuat semuanya merasa percaya diri. Meskipun omongan tetap harus direm agar profesional saja dan tidak sampai menggosip soalnya hanya akan berujung mumet.
Bisnis anggaplah sebagai petualangan tiada habisnya. Ekspansi demi ekspansi, demi sebuah visi produk ideal. Mengejar visi ada andil berkontribusi memenuhi keinginan masyarakat dan prioritas keuangan sebagai bonus yang adil terkesan lugu tapi merupakan bahan bakar yang sering menjaga hati banyak pembisnis dalam menempuh ketidakpastian dalam berbisnis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H