Hah!? Komedi berbobot? Apakah itu bisa dikaitkan? Bukannya komedi ya komedi, bobot ya di film-film inspiratif. Nah, tanpa sadar, penonton bisa menyerap makna terselubung dibalik irama konyol yang disajikan. Sebenarnya mudah saja membolak-balik genre dengan mengubah suasananya saja, di satu sisi cerita Gendut? Siapa Takut! bisa menjelma kisah sedih serta perjuangan.
Namun kukira pemilihan perspektif lucu untuk cerita ini matang alasannya, agar kita bisa memaknakan kejadian sehari-hari yang menyebalkan secara lebih rileks tapi pakai nalar.
Misal, disini mengungkit tentang perdebatan apa sih ejekan itu? Soalnya trope benci jadi cinta muncul antara tokoh Moza dan musuh masa remajanya, lalu editor yang merupakan temannya sering mencandainya badak, dan lawannya seorang influencer juga terang-terangan menghinanya obesitas, kemudian gebetannya ternyata mencacinya dari belakang.
Adapun kita tahu kegendutan Moza itu memang kurang baik untuk kesehatannya tapi sulit untuk diubah jadi dianya harus ikhlas dan mencari kelebihan lain seperti menulis. Yang menurutku renungan dewasa yang dikemas secara cerdik.
Akting para pemeran yang berlapis karakterisasinya juga sangat berkesan. Tiap tokoh punya perkembangan masing-masing yang nikmat untuk ditonton. Yang kejutan manis dari iklannya yang mampu memperlihatkan permukaan filmnya saja.
Misal tokoh gebetannya Moza yang menyutradarai film adaptasi dari novel karya si pemain utama, bermula diperlihatkan memberi harapan dan ternyata plin plan saja orangnya, punya kekasih tapi suka dikagumi orang lain.
Alurnya sedikit tidak biasa, tokoh Moza yang pemimpi dibarengi sikap tegas, beropini kuat walaupun elemen kebiasaan ceroboh yang lucu serta timingnya relatable sekali contohnya Moza yang muak minta maaf dan mencak-mencak berakhir jatuh dari tangga(kuperhatikan ini anehnya sering dialami orang). Aktris Marshanda juga prima performanya sebagai sentral cerita ini.
Menilik pilihan topik yang diulas Marshanda(body shaming, thin privilege, dsb) jadi tampaklah kalu posisi politiknya kekiri-kirian modern, film ini tetap menghibur tanpa mendoktrin, tanpa echoing dan sangat self aware.
Contohnya subplot dimana sahabat bisa saja menusuk dari belakang dipaparkan secara menarik sehingga tokoh Moza dilukiskan dari peristiwa yang menerpanya sebagai sosok yang mengandalkan diri sendiri bukannya bergantung pada sokongan lingkaran sosial sekitarnya yang sekiranya terasa cukup membumi.
Aku suka sekali film ini! Desainnya juga imut walaupun mungkin ada yang kurang selera sama yang terlalu menggemaskan ya. Sayangnya aku belum baca novelnya tapi aku yakin original materialnya tak kalah bagus. Buruan tonton di bioskop ya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H