Lihat ke Halaman Asli

Budaya Korupsi, Praktik Curang di Sekitar Kita

Diperbarui: 28 Januari 2025   01:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Haruskah kita menutup mata dan abai terhadap apa yang terjadi di sekitar kita. Yang kemudian mengakibatkan kita mati rasa dan tiada peduli dengan keadaan dan kenyataan yang sedang terjadi.

Budaya korupsi praktik curang sudah membudidaya dalam kehidupan tiap2 individu dalam masyarakat, meskipun tidak semua orang korupsi, namun tidak dapat dipungkiri itu ada dan bisa kita lihat dengan kepala mata sendiri.

Lalu apakah kita hanya berdiam diri saja, tanpa melakukan apapun? Ingatlah sebuah nasihat, jika kita tak mampu melakukan tindakan untuk mencegah hal tersebut, maka cukup doakan agar apa yang terjadi segera diperbaiki atau di akhiri, baik melalui tangan tuhan itu sendiri dengan cara yang terkadang tidak bisa kita ketahui.

Apakah kita menormalisasi praktik curang dalam kehidupan, sehingga tidak ada rasa bersalah, tidak ada rasa sedih, yang ada di depan mata, apapun caranya, tujuan hidup dengan praktik curang bisa terealisasi, begitukah aturan hidup?

Mengapa begitu tidak tahu malu, melakukan korupsi dengan terang-terangan ataupun tersembunyi, begitu mudahkah hidup dengan praktik curang, tanpa peduli dengan hisab api neraka.

Di dunia fatamorgana, apa yang indah belum tentu indah seperti bayangan, kenyataan terkadang menjadi sebuah kejadian yang berkebalikan.

Seperti halnya, tersangka korupsi yang wara wiri di televisi, dengan senyum indahnya, tapi tidak akan menjadi indah bagi rakyat yang merasakannya.

Masyarakat menjadi semakin merugi, kerugian dan kemiskinan dalam materi, tidak mampu berpendapat dan tertekan dalam kapitalisme kepemimpinan yang memuakkan, membuat muntah dan kesal setengah mati.

Apakah memang begini gaya hidup para elit politik, meskipun tidak semua menerapkan praktik curang dalam kehidupannya.

Apakah tidak bisa kita menerapkan budaya hidup sehat bukan hanya secara fisik, tapi secara mental dan keseluruhannya.

Apakah kita tidak bisa, membudidayakan budaya hidup yang bergotong royong, bertenggang rasa, menyingkirkan kepentingan pribadi, mengutamakan kepentingan umum, menyejahterkan hidup masyarakat, dan tidak seenaknya berbuat dzalim dan memanfaatkan orang lain demi keuntungan pribadi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline