"Kami disini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak perempuan, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi Ibu, pendidik manusia yang pertama-tama." [Surat Kartini kepada Prof. Anton dan Nyonya, 4 Oktober 1902].
"Door Duisternis tot Licht, Habis Gelap Terbitlah Terang"
Begitu jerit Kartini melihat kehancuran, kegelapan, dan derita didepan matanya. Segala kegelisahan yang ia rasakan akibat penindasan terhadap kaumnya, mebuatnya memilih untuk bangkit bergerak dan menjadi solusi.
Dalam gelap Kartini menjadi cahaya, penerang dari gulitanya penjajahan. Cahaya itu ia ambil dari segala sumber cahaya, mengubahnya menjadi pemantik yang mengobarkan bara perlawanan akan penjajahan.
"Habis Gelap Terbitlah Terang"
Surat itu ia ciptakan setelah cahaya itu merasuk menerangi hati dan pikiranya.
Allah pelindung orang-orang yang beriman. Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka, mereka kekal didalamnya." QS. Al-Baqarah: 257.
Dari penggalan ayat tersebutlah Kartini menemukan cahaya, yang kemudian sinarnya ia sebarkan kepada seluruh wanita untuk bersama sama membangun peradaban. Berlari dari kegelapan, menyongsong sebenar-benarnya kemenangan.
Memaknai kata "peradaban", menurut Yusuf Qardhawi peradaban ialah bentuk-bentuk kemajuan, baik yang berupa kemajuan bendawi, ilmu pengetahuan, seni, sastra, maupun sosial yang terdapat pada suatu masyarakat atau pada masyarakat yang serupa.
Segala bentuk diskriminasi oleh para penjajah pada saat itu terutama pada kaum wanita yang tidak diperkenankan untuk mendapatkan pendidikan yang layak membuat Kartini bangkit melawan segala kelemahan dan keterbatasan semata mata untuk menciptakan sebuah peradaban yang berkemajuan.
Untuk membangun peradaban dan memberdayakan bumi, maka dibutuhkan banyak ahli. Tidak mungkin satu manusia saja mampu memakmurkan dan memberdayakannya. Ada banyak batu bata yang diperlukan untuk menyusun bangunan peradaban. Inilah yang harus dibaca, yaitu peran kita di bumi sebagai salah satu batu bata penyusun peradaban.
Sebagai batu bata yang berada dimanakah diri kita? atau sebagai batu bata yang berfungsi sebagai apakah diri kita? mungkinkah sebagai batu bata yang berperan untuk menyusun dasar dari sebuah peradaban? atau batu bata yang diperuntukan ada di bagian depan dari bangunan peradaban?
Kita harus pandai-pandai membaca peran kita, agar penyusunan bangunan peradaban menjadi lebih kokoh dengan kehadiran kita. Kita harus mampu melengkapi sisi yang masih kosong dalam bangunan peradaban tersebut, bukan malah menjadi perusaknya.