BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Pajak Pertambahan Nilai atau PPN adalah pungutan yang dibebankan atas transaksi jual-beli barang dan jasa yang dilakukan oleh wajib pajak pribadi atau wajib pajak badan yang telah menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) (Pajak O. , 2023). Jadi, yang berkewajiban memungut, menyetor dan melaporkan PPN adalah para Pedagang/Penjual. Namun, pihak yang berkewajiban membayar PPN adalah konsumen akhir.
Pajak pertambahan nilai ialah pajak konsumsi, dimana pajak pertambahan nilai ditujukan kepada konsumen yang menggunakan barang kena pajak ataupun jasa kena pajak yang menjadi objek pada penelitian ini. Subjek pajak pertambahan nilai ialah pengusaha kena pajak (PKP) yaknipengusaha yang melakukan penyerahan barang kena pajak serta jasa kena pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan. pajak pertambahan nilai mengalami kenaikan dari 10% menjadi 11% per 01 April 2022. Kenaikan PPN memicu pro dan kontra, (Siahaan, 2023).
PPN atau Pajak Pertambahan Nilai dikenakan dan disetorkan oleh pengusaha atau perusahaan yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Namun beban PPN tersebut ditanggung oleh konsumen akhir. Sejak 1 Juli 2016, PKP se-Indonesia wajib membuat faktur pajak elektronik atau e-Faktur untuk menghindari penerbitan faktur pajak fiktif untuk pengenaan PPN kepada lawan transaksinya.Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak yang dikenakan atas konsumsi di dalam negeri (di dalam Daerah Pabean), baik konsumsi barang maupun konsumsi jasa (Waluyo B. , 2022).. Pajak Pertambahan Nilai merupakan pajak yang dikenakan atas konsumsi di dalam negeri (daerah pabean), baik konsumsi BKP maupun JKP (Sunardi, S., Damayanti, TW, Supramono, S., & Hermanto, YB, 2022).
Apabila dilihat dari sejarahnya, pajak pertambahan nilai merupakan pengganti dari Pajak Penjualan (Anindyajati, 2022). Alasan pengertian ini karena Pajak Penjualan dirasa sudah tidak lagi memadai untuk menampung kegiatan masyarakat dan belum mencapai sasaran kebutuhan pembangunan, antara lain untuk meningkatkan penerimaan negara, mendorong ekspor, dan pemerataan pembebanan pajak.
Berdasarkan penjelasan (Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009) Tentang perubahan Ketiga atas UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, pada bagian umum, PPN adalah pajak konsumsi barang dan jasa di Daerah Pabean yang dikenakan secara bertingkat di setiap jalur produksi dan distribusi.
Dasar hukum PPN terdapat dalam (Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009) tentang perubahan ketiga atas UU No. 8 Tahun 1983, yang mengatur pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) barang dan jasa serta pajak penjualan atas barang mewah. PPN merupakan instrumen penting dalam meningkatkan penerimaan negara dan memastikan pemerataan pembebanan pajak di dalam negeri.
Pajak penjualan mempunyai kelemahan, yaitu (Mardiasmo, 2009):
Adanya pajak ganda.