Satu Persen kembali mengadakan webinar dengan mengangkat tema Quarter Life Crisis (QLC). Isu tentang usia seperempat abad ini banyak menjadi pembicaraan khususnya di sosial media. Dengan berbagai tuntutan yang terjadi di usia tersebut, membuat sebagian besar individu mengalami krisis. Krisis seperti apa yang dialami oleh individu di usia sekitar 20 tahun?
Pada sesi pertama webinar kali ini, kak Shabrina Fitriandari, M.Psi., Psikolog, salah satu Psikolog Satu Persen memperkenalkan Quarter Life Crisis atau QLC. Di awal webinar, Kak Shabrina menjelaskan terlebih dahulu mengenai data survei dari fenomena QLC.
Pada tahun 2017, LinkedIn mengadakan survei kepada 6.014 partisipan berusia 25 - 33 tahun menunjukkan bahwa sebanyak 75% partisipan pernah mengalami QLC. Bukan hal yang sedikit, lebih dari setengah partisipan merasakan QLC ini. Fenomena QLC yang dirasakan adalah khawatir mencari pekerjaan, belum memiliki pencapaian, hingga tertekan untuk segera menikah. Dari fenomena ini, akhirnya Satu Persen juga mengadakan webinar yang dapat membantu individu yang mungkin sedang merasakan QLC saat ini.
Kak Shabrina juga menjelaskan alasan kenapa individu mengalami QLC. Alasan tersebut berangkat dari adanya berbagai tantangan yang dialami oleh individu di usia dewasa yang berkaitan dengan proses adaptasi. Proses adaptasi yang dibutuhkan oleh individu di usia dewasa adalah mengeksplorasi potensi yang dimilikinya, adanya perbedaan antara harapan dan realita, mengenali diri lebih dalam, hingga ketidakmampuan untuk memutuskan sesuatu.
Dari alasan ini, Kak Shabrina pun menjelaskan mengenai apa sebenarnya QLC itu. Fase QLC ini ditandai dengan adanya kebingungan untuk memenuhi tuntutan lingkungan, rasa khawatir terhadap diri sendiri, hingga perasaan insecure ketika melihat capaian teman sekitar.
Tidak hanya memperkenalkan arti dari QLC, Kak Shabrina juga menjelaskan bahwa QLC ini terdiri ini terdiri dari 4 fase yang akan dilewati oleh setiap individu yang mengalami QLC.
Fase pertama adalah perasaan terjebak hingga merasa tidak mampu untuk keluar dari situasi ini, di fase kedua akan ada dorongan untuk melakukan perubahan dalam hidup dan muncul banyak pertanyaan tentang tujuan hidup. Fase ketiga individu akan mencoba untuk mengambil langkah untuk keluar dari situasi ini, hingga di fase terakhir individu akan membangun komitmen untuk membangun kehidupan baru.
Di akhir Kak Shabrina menekankan bahwa QLC ini merupakan proses yang telah dan akan dilalui oleh kebanyakan orang pada umumnya. QLC ini menjadi pendorong untuk kamu mengeksplorasi berbagai hal baru untuk menghadapi tantangan hidup. Dan jika QLC yang kamu rasakan cukup mengganggu keseharianmu, tidak ada salahnya untuk mencari bantuan kepada psikolog atau tenaga profesional lainnya.
Tidak hanya berhenti di Kak Shabrina, di sesi kedua bersama Kak Ifandi Khainur Rahim, S.Psi yang merupakan Co-Founder, CEO, dan Mentor Satu Persen melanjutkan pembahasan mengenai QLC dengan lebih menarik lagi.
Pada sesi ini, Kak Ifan membuka dengan pertanyaan yang sering didengar oleh para peserta seperti "kapan nikah?", "udah lulus kok belum kerja?", dan berbagai pertanyaan lainnya yang tentu membuat kita merasa tidak nyaman mendengarnya hingga membuat diri semakin merasa tertekan dengan tantangan dalam hidup ini.
Kak Ifan memberikan beberapa contoh yang relate dengan keadaan para peserta. Ketika peserta sudah lebih mengenali apa yang dirasakan dan dialaminya selama periode QLC ini, kak Ifan lanjut memberikan tips mengenai apa yang bisa kita lakukan ketika mengalami QLC ini. Hal pertama yang bisa kamu lakukan adalah kenali masalah yang kamu miliki, lalu cobalah hal baru, hindari membandingkan diri dengan orang lain, kendalikan ekspektasi, dan yang terpenting adalah membuat tujuan hidup.