Lihat ke Halaman Asli

High Fidelity di Pasar Loak

Diperbarui: 25 Juni 2015   04:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Senin seharusnya waktu yang sangat padat dan menguras tenaga bagi kebanyakan orang, tetapi berbanding terbalik bagi saya. Dimulai dengan bangun siang menghasilkan badan seperti ditekuk-tekuk oleh Jack John yang menjadi peran antagonis nan polos di film Manusia 6.000.000 Dollar. Jam satu lebih sedikit barulah beranjak dari kasur untuk mencuci muka, kucuran deras air berbuah deras di mata namun membuahkan pancaran yang lumayan segar. Meluncur ria di dunia maya dengan kegiatan baru yang dimulai hampir dua bulan lalu. Mengecek siapa tau ada penjual piringan hitam yang berbaik hati dan menjual koleksi unik nan murah. Namun hingga sore menjelang yang ada hanya bermalas-malasan di depan laptop dengan kadar semangat dan rutinitas rendah. Terpikir bagaimana kabar Seno dengan kaki bolong semalam karena bubuhan alkohol, saya pun berencana ke rumahnya namun tidak jadi dikarenakan masih bermalas ria hingga malam menjelang.

Mandilah saya karena sudah tidak betah dengan wajah kumal, yang selalu hadir saat melewati cermin. Rencana pun saya peroleh sebelum beranjak mandi, pergi ke pasar loak untuk sekedar refreshing seperti halnya beberapa waktu yang lalu. Sampailah saya disana, dengan sms ke teman tanpa jawaban dan sendiri melanjutkan lirik kanan dan kiri. Beruntung saya mendapati bapak-bapak yang menumpuk dagangan piringan hitamnya. Setau saya bapak-bapak ini dulu pernah menjual kibor casio atau sepatu kepada saya. Saya putuskan untuk memilah-milah tumpukan yang lumayan banyak. Dari 12" berlanjut ke 7" yang hampir semuanya tanpa cover utuh. Di tumpukan 12" saya mendapati piringan yang lumayan mulus karena terlindungi oleh plastik dengan judul "POP ANAK" yang dimainkan oleh Julies Yunior pp. Pelawak Iskak. Saya pilih satu persatu dan penuh hati-hati, dan mendapati 7" yang lumayan legendaris. Sebuah EP dari Kus Bersaudara produksi Irama Record berisi empat lagu yang salah satu lagunya berjudul "Bintang Ketjil" lagu yang mewarnai masa kecil saya. Kali ini versinya dengan keharmonisan vokal dan musik yang berbuah sedikit kencang saat penyanyinya usai menyanyikan perbait.

Di lapak bapak-bapak tersebut yang saya panggil "Pakdhe" supaya lebih akrab dan bisa dapat korting, ini tips dari kawan saya jika berkunjung ke pasar loak. Perbincangan lumayan pun tercipta setelah deal-dealan harga, 3 buah 7" dan sebuah 12" dibandrol dengan harga murah seharga satu keping single utuh dengan cover dalam harga penjual Jakarta. Saya pun kemudian semakin melancarkan pembicaraan dan bertanya-tanya tentang koleksi Pakdhe tentang piringan yang lumayan utuh. Dia pun lalu menunjukkan pada saya ada satu penjual yang menjual plus cover dengan harga diatas dia tentunya.

Berjalan lah berlanjut ke berbagai lapak sampai mata tertuju dengan deretan vinyl bercover yang sangat menyita mata. Mulailah saya memilih-milih dengan tersemat pada "Group 4 Nada" yang lumayan kondisinya dengan banyak goresan halus dan cover kondisi memprihatinkan. Di sela-sela memilih saya diajak ngobrol dengan bapak-bapak pembeli juga yang bertanya-tanya tentang koleksi saya. Berkatalah saya bahwa koleksi saya masih minim, dia pun bercerita tentang koleksi dan playernya yang ada dua. Kami pun  cocok dalam berbincang saat membahas Koes Plus, kata bapak itu dia dulu punya koleksi yang lumayan banyak namun sudah tercecer entah kemana. Ada juga yang ditandatangani oleh Mas Yon. Begitulah bapak itu berkisah dan membahasakan serasa Yon Koeswoyo sangat dekat dengannya.  Banyak dari deretan piringan itu yang saya tidak kenal, kebanyakan dahulu adalah koleksi radio swasta. Hati saya tetap tertambat pada Group 4 Nada tersebut, setiap vinyl dibandrol dengan harga sama dan tidak bisa kurang. Lumayanlah seharga 7" tanpa cover di Jakarta.

Perbincangan ngalor-ngidul pun semakin asyik, dia bertanya dimana saya kuliah? "Atma Jaya Komunikasi" jawab saya. "Berarti dosennya Pak Lukas dong?" tanya dia dengan semangat. Saya pun menjawab iya pada semester-semester awal. Wah kok jadi begini?? Pak Lukas adalah dosen yang lumayan saya benci karena kami pernah berdebat di kelas tentang punk dan ia tidak mau menerima pendapat orang lain dan mengalah. Bapak itu banyak bercerita tentang dia dan Pak Lukas, ternyata dulu doi adalah teman sepermainan semasa kecil yang mana mereka berdua anak Tangsi Balapan. Pasti mereka berdua dulu lumayan nggelidhig. Dia juga bercerita tentang hobi lainnya selain berburu vinyl adalah aeromodelling, wah orang yang sangat mapan pikir saya. Sebelum kami berpisah, saya pun meminta kontak kepadanya. Bapak itu bernama Markus, saya baru tau setelah dia mengulungkan kartu namanya. Kejadian itu lumayan membuat malu saya dalam hati, saya sudah mantap mengeluarkan hape dan mencacat nomernya tapi dia malah mengeluarkan kartu nama.hahaha

Pak Markus rupanya bekerja di Litbang Fasida, mengenai masalah berbau aeromodelling serahkan kepadanya. Dia berkata bahwa saya bisa bertukar info koleksi kepadanya dan jika ingin ke rumahnya kabar-kabar dahulu. Iya dia memang tidak bekerja setelah sore tapi bukan karena dia sibuk melainkan dikarenakan dua rottweiler di halaman rumahnya. :D

Kami pun berpisah di parkiran, dengan dia menuju ke arah rumah di utara sedangkan saya menuju ke tempat Adhi. Namun baru sepersekian menit belum berbuah jam, saya pun pamit pada Adhi karena sudah tidak sabar untuk mendengarkan kelima piringan hitam tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline