Lihat ke Halaman Asli

Kedamaian: Angan Tak Sampai di Negeri Ini

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Belasan tahun lalu.....

Saat masa ku kanak-kanak,

Aku hanya menangis tersedu—tanpa berani bersuara,

Ketika bara api membakar tanah Borneo,

Ketika pertumpahan darah bersimbah di Bhumi Kalimantan....

Suara tembakan senjata menggedor telinga,

Jeritan dan tangisan mencekik leher,

Tak ku rasa lagi tubuhku gemetaran karena takut,

Mengerikan, menakutkan, tak ber-adab,

Ketika manusia mencabut nyawa manusia lainnya,

Dengan menembak, menombak dan memancung....

Berselang setelah itu...

Kutemukan tempayan kuning dan mangkok merah,

Terpajang di sepanjang jalan,

Simbol perdamaian di tanah air Khatulistiwa....

Lalu, setelahnya....

Suara perdamaian mulai menggema,

Dari tanah Kalimantan, tanah Poso hingga tanah Aceh,

Tiada lagi pembantaian dan pembunuhan manusia atas manusia lainnya....

Teruntuk hari ini....

Hari dimana kutemukan lagi (hari itu),

‘Hukuman Mati’....

Lagi-lagi di tanah ku berpijak kini—pulau jawa,

Saat ketakutan kembali menodong pikiranku,

Merobek tirai kisah yang sudah lama mati....

Lalu apa bedanya pembantaian manusia dahulu dengan masa kini?

Sama-sama menghilangkan nyawa....

Damaikah negeriku ini?

Bohong.....

Oh, kedamaian.....

Dimanakah kini?

Kusangka damai sudah mengubur Bumi Pertiwi,

Aku hanya mimpi untuk semalam,

Rupanya kedamaian hanya menjadi angan yang tak kunjung sampai.

#Puisi Untuk Presiden Indonesia

*Nikodemus Niko

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline