Lihat ke Halaman Asli

Blok Mahakam—Ladang yang Hampir Kembali

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

142945892192858322

Kalimantan merupakan pulau terbesar ke-tiga di dunia. Kalimantan Timur adalah satu diantara beberapa provinsi di Indonesia yang kaya akan Sumber Daya Alam (SDA). Sayang beribu sayang kekayaan alam yang ada itu dikendalikan oleh perusahaan asing. Blok Mahakam, begitu nama ladang kekayaan itu digaungkan. Kontrak bagi hasil antara Indonesia dengan perusahaan Migas Multinasional asal perancis dilakukan pada tahun 1967, yang kemudian perpanjangan kontrak pada tahun 1997 hingga tahun 2017 mendatang.

[caption id="attachment_379223" align="aligncenter" width="300" caption="Ilustrasi Ladang Migas, Sumber: http://skalanews.com"][/caption]

Mencuat isu rencana pemerintah yang akan mengambil alih kendali Blok Mahakam, bak hembusan angin segar bagi warga setempat. Bagaimana tidak, sudah puluhan tahun ladang Migas yang ada di daerah mereka di ekploitasi oleh perusahaan asing. Bahkan hingga detik ini pun—masih. Namun kualitas hidup mereka tidak banyak yang berubah. Alih kendali dari perusahaan asing ke perusahaan nasional ini tentu diharapkan membawa perubahan yang lebih baik. Bagi negara maupun bagi masyarakat di Kalimantan Timur khususnya.

Pertamina adalah perusahaan nasional yang ditunjuk untuk mengelola Blok Mahakam pada tahun 2017 mendatang, namun desas desusnya pertamina tetap akan menggandeng perusahaan asing yang sebelumnya dalam mengelola Blok Mahakam. Menurut saya ini tentu bukan yang diharapkan. Dengan menggandeng perusahaan asing yang sama, pasti akan menerbitkan perjanjian yang sama dan akan menerapkan bagi hasil seperti kontrak sebelumnya. Ini akan membuat sumber daya alam kita akan habis di ‘keruk’ oleh asing—merugikan.

Indonesia memiliki banyak tenaga ahli, Indonesia bisa mandiri dalam mengelola SDA yang ada. Jika masih saja bersandar pada perusahaan asing, tentu ini menunjukkan bahwa Indonesia masih belum maju dari segi sumber daya manusia. Lagipula sebagian besar tenaga ahli dari Indonesia menjadi pekerja di Blok Mahakam. Sehingga alih kontrol dari perusahaan asing ke perusahaan nasional tidak akan berpengaruh secara signifikan terhadap hasil produktivitas migas yang ada.

Sistem bagi hasil yang diterapkan yaitu 70:30 untuk gas dan 85:15 untuk minyak. Bagi saya yang awam, sistem itu sangat merugikan negara. Meski pada kenyataannya negara mendapatkan jatah yang tak sedikit. Tetapi perusahaan mendapatkan jatah yang lebih fantastis. Dapat dibayangkan apabila pertamina mengambil alih kontrol dan kemudian tidak ada lagi sistem bagi hasil dengan perusahaan asing, atau dalam artian hasilnya akan 100% milik negara. Sudah tentu hasilnya dapat digunakan untuk mensejahterakan masyarakat, khususnya masyarakat Kaltim.

Sisi lain dari Kalimantan Timur tidak jauh berbeda dengan provinsi di Kalimantan lainnya. Permasalahan sosial tentu masih banyak terjadi, seperti halnya kemiskinan. Sungguh ironis, daerah penghasil minyak dan gas terbesar ini masih terdapat masyarakat yang hidup dalam garis kemiskinan. Tidak hanya migas tetapi ada beberapa perusahaan tambang yang beroperasi di sana, seperti tambang batu bara dan lain-lain yang notabene-nya menggandeng perusahaan asing. Tetapi tidak banyak masyarakat yang dapat merasakan manfaat langsung dari adanya perusahaan asing yang beroperasi disana.

Permasalahan sosial yang ada tersebut tentu menjadi PR (Pekerjaan Rumah) bagi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pihak perusahaan yang beroperasi tidak akan mau ambil pusing akan hal itu. Sementara income yang diterima pemerintah dari pihak perusahaan masuk ke kas negara, bukan ke kas daerah. Oleh karena itu, perusahaan nasional yang nantinya akan menjadi ‘main control’ di Blok Mahakam sangat perlu menggandeng pemerintah daerah. Hal ini dimaksudkan untuk mengatasi permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi, serta masyarakat Kaltim dapat merasakan manfaat langsung, seperti ketersediaan tenaga kerja. Hal ini sudah tentu menjadi salah satu faktor lambatnya pembangunan masyarakat yang ada di daerah Kaltim.

*Nikodemus Niko

*Anggota Komunitas Muda Nuklir Nasional Angkatan 14

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline