Lihat ke Halaman Asli

Nick Janthio

Mahasiswa

Lomba Sihir Menertawakan Hidup, melalui Tak Ada Waktu Tepat Untuk Berita Buruk

Diperbarui: 18 Desember 2024   23:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto Lomba Sihir saat berada di acara Media Day Single Kedua Tak Ada Waktu Tepat Untuk Berita Buruk Sumber: Dokumentasi Pribadi

Setelah mengeluarkan single energik yang berjudul Menit Tambahan di bulan Juni tahun ini, Lomba Sihir kembali menghadirkan tembang segar dan teranyar mereka, bertajuk Tak Ada Waktu Tepat Untuk Berita Buruk tepat di tanggal 6 September 2024, sekaligus menjadi single kedua dari album kedua milik band alternatif tersebut yang rencananya akan rilis secara utuh di pada tahun 2025 nanti.

Lomba Sihir, band alternatif asal Jakarta, terbentuk sebagai format band penuh pada 2021. Band ini digawangi oleh Hindia (Baskara Putra) sebagai vokalis utama, Natasha Udu sebagai vokalis perempuan, Rayhan Noor pada gitar sekaligus vokal, Tristan Juliano di keyboard, dan penabuh drum Enrico Octaviano. Awalnya beranggotakan enam orang, band ini sempat kehilangan pemain bass mereka, Wisnu Ikhsantama W., yang hengkang pada akhir 2022. Meski demikian, Lomba Sihir tetap solid dengan menghadirkan karya yang relevan dan otentik.

Sebagai supergroup, masing-masing anggota membawa pengaruh musik dari proyek mereka sebelumnya. Rayhan Noor dikenal dengan bandnya, Glaskaca, serta kolaborasi bersama Enrico di Martials. Tristan Juliano mengusung elemen elektronik dari Mantra Vutura, Natasha Udu berpengalaman sebagai backing vokal di banyak proyek besar, sementara Baskara Putra semakin melengkapi identitas band dengan gaya khasnya dari .Feast dan Hindia. "Cara kita beroperasi itu kayak nongkrong," ujar Rayhan. "Dan itu terefleksi di lagu-lagu kita. Hasil jadinya bukan kayak baca buku, tapi obrolan sehari-hari aja," ketika menjelaskan bagaimana kelimanya menganggap band mereka sebagai ruang tengah.

Secara penggemar, saya telah mengikuti perjalanan mereka sejak awal berdirinya Lomba Sihir, menjadi satu-satunya yang bisa menemani perjalanan hidup saya. Lagu-lagu mereka terasa personal bagi saya, menemani berbagai fase hidup. Mulai dari perilisan album pertama Selamat Datang di Ujung Dunia, dan rasanya seperti penghargaan besar tak ternilai ketika saya bersama media saya bisa diundang dalam perilisan lagu terbaru band yang sudah menjadi "soundtrack" perjalanan hidup saya

Lomba Sihir membawakan lagu Tak Ada Waktu Tepat Untuk Berita Buruk secara langsung saat acara Media Day Sumber: Dokumentasi Pribadi

Tak Ada Waktu Tepat untuk Berita Buruk adalah lagu yang mengisahkan bagaimana manusia sering kali tidak siap menghadapi kabar buruk. Namun, Lomba Sihir menawarkan pendekatan baru, yakni dengan menertawakan hidup. "Cara pandang kita berubah kali ya. Dulu, kalau mengalami berita buruk, kita cenderung sedih. Kalau sekarang, lebih menertawakan saja. Jadi, coping mechandi ism kita sekarang ya dibawa lebih bercanda," ujar Rayhan Noor saat media day.

Lagu ini ditulis bersama lagu-lagu lain dalam album kedua mereka dan terinspirasi dari pengalaman pribadi para personel. Rayhan Noor, misalnya, menceritakan kesialan kecil yang ia alami saat kesulitan mengakses aplikasi mobile banking untuk membayar makanan tepat sebelum acara media day berlangsung. "Hal sederhana seperti itu pasti pernah kita alami, bahkan bisa berulang dengan momen yang berbeda setiap harinya," ungkap Rayhan.

Pengalaman pribadi lainnya juga diceritakan oleh Enrico Octaviano, drummer Lomba Sihir. Ia berbagi momen mengharukan sekaligus menyakitkan saat menerima kabar gembira tentang kelahiran keponakan pertamanya, yang diikuti kabar buruk bahwa pamannya divonis menderita kanker. "Hari itu jadi hari yang aneh buat saya, dan itu sangat tepat dengan konteks di lagu ini," kenang Enrico.

Proses kreatif lagu ini tergolong cepat, bahkan direkam di hari yang sama dengan single Menit Tambahan. Dalam video liriknya, Lomba Sihir merekam kejadian-kejadian kecil yang mereka alami, yakni berita buruk yang datangnya sering tidak tepat dan merangkumnya menjadi narasi visual yang memperkuat pesan pada lagu ini. Natasha Udu juga menambahkan bahwa mereka tidak berusaha menjadi relevan dengan apa yang sedang happening, dan lebih membicarakan apa yang relate dan relevan antar masing-masing member.

Secara musikal, lagu ini punya pendekatan unik. Rayhan menyebut inspirasi dari Slank di album-album awal mereka, sementara Baskara membawa nuansa dari Lantai Merah milik Monkey to Millionaire. Mereka sengaja memperlakukan lagu ini seakan-akan lahir di tahun tersebut, menciptakan suara yang lebar meski hanya menggunakan instrumen minimal. "Lagu ini nggak spesifik ambil dari dua atau tiga referensi," tambah Enrico. "Kita kumpulin banyak lagu ke satu playlist untuk dijadikan inspirasi."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline