Lihat ke Halaman Asli

Nicholas Saputra Pratama

Mahasiswa Hubungan Internasional UPN "Veteran" Yogyakarta 151210157

Hubungan Bilateral Myanmar dengan China, Sebuah Kebutuhan atau Keterpaksaan?

Diperbarui: 27 April 2023   16:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Bentuk Kerjasama Myanmar dengan China

Hubungan Myanmar dengan China merupakan sebuah peristiwa yang istimewa. Pasalnya ditengah ketidakstabilan politik dalam negeri Myanmar, China tetap menjadi salah satu investor terbesar yang mempunyai andil dalam pembangunan perekonomian di Myanmar. Program kerjasama yang dilakukan oleh kedua negara diantaranya adalah CMEC (China-Myanmar Economic Corridor) yang merupakan bagian penting dari BRI (China's Belt and Road Initiative).

Terjadinya hubungan kerjasama khususnya di bidang ekonomi ini tentunya tidak tanpa sebab. Myanmar merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam seperti minyak, gas, dan mineral di mana banyak dari sumber daya alam ini kemudian di ekspor ke China. Total ekspor barang tambang Myanmar kepada China pada tahun 2021 sendiri mencapai angka 12,3 juta dolar AS. Selain itu bentuk investasi yang dilakukan China adalah berupa pembangunan pelabuhan, jalur kereta cepat dan pembangkit listrik yang tersebar di beberapa wilayah penting di Myanmar.

Politik Luar Negeri Myanmar terhadap China

Sejak tahun 1988, Myanmar telah membuka banyak akses terhadap negara asing untuk melakukan investasi di dalam negeri. Meskipun begitu hingga tahun 2019, 26% investasi dalam negeri di Myanmar adalah investasi yang digelontorkan dari China. Jumlah yang besar ini tentunya menimbulkan sebuah pertanyaan, kenapa atau bagaimana China bisa sangat diterima oleh Myanmar terutama dalam kerjasama di sektor perekonomian.

Alih-alih terlihat sangat mulus dan banyak meraih kesuksesan, hubungan kerjasama antara Myanmar dengan China sebetulnya diwarnai dengan kondisi yang tegang khususnya bagi pemerintahan Myanmar. Melihat fakta bahwa Myanmar telah melakukan banyak kerjasama yang menimbulkan banyaknya investasi dalam negeri yang masuk, menimbulkan situasi takut akan timbulnya ketergantungan terutama pada masa pemerintahan Presiden Thein Sein pada tahun 2011.

Tak hanya dirasakan oleh pemerintahannya saja, namun banyaknya investasi dalam negeri yang masuk di Myanmar pun disikapi secara ragu oleh penduduk lokal. Walaupun banyak hal yang dijanjikan, terutama kehidupan yang lebih layak dan gaji yang lebih besar. Ketakutan akan eksploitasi dari China semakin meningkat, lebih lagi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan semakin menurun karena terjadinya kudeta oleh kelompok militer pada 01 Februari 2021 hingga saat ini.

Meskipun banyak keraguan yang timbul karena kerjasama Myanmar dengan China yang semakin signifikan. Faktor penyebab dari dekatnya Myanmar dengan China kembali adalah karena kurang kuatnya pengaruh dari barat. Pada tahun 2011 hingga 2015 dalam masa pemerintahan Presiden Thein Sein, China tidak terlalu punya pengaruh yang kuat di Myanmar karena preferensi presiden saat itu yang ingin melakukan penyeimbangan sehingga tidak terlalu bergantung pada China. 

Politik luar negeri Myanmar pada saat itu pun berpindah haluan sehingga memunculkan adanya kerjasama dengan Amerika Serikat ditandai dengan berkunjunganya sekretaris negara Amerika Serikat Hillary Clinton untuk membahas beberapa hal dengan rezim Thein Sein pada saat itu hingga kemudian diikuti dengan munculnya banyak bantuan luar negeri dan investasi dari barat. Namun kedekatan Myanmar dengan barat tidak berlangsung lama.

Pada tahun 2016 pemerintahan Myanmar dipimpin oleh Presiden Aung San Suu Kyi. Di masa ini China mulai memunculkan pengaruhnya kembali dan posisinya semakin kuat saat terjadi kasus Rohingya pada tahun 2017. Ditengah kecaman dari negara barat melalui PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa), China berperan sebagai pelindung diplomatik Myanmar kala itu, di mana pada saat itu China mengeluarkan hak vetonya untuk menolak draft resolution yang diajukan oleh UK (United Kingdom) pada tahun 2018.

Hubungan kerjasama antara Myanmar dan China masih terus berkembang hingga saat ini, di masa militer junta yang menguasai Myanmar. Hal ini ditandai dengan China yang memberikan kapal selam pada Juli 2021 terhadap militer junta dan memberikan pernyataan melalui menteri luar negeri China Wang Yi pada April 2022, bahwa China akan tetap mendukung Myanmar meskipun terjadi perubahan situasi dalam negeri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline