Lihat ke Halaman Asli

Nicholas Neptuno P.S

Pelajar SMA Kanisius

Di Tengah Era Digital: Dapatkah Kita Membuat Keputusan Sendiri?

Diperbarui: 22 Mei 2024   17:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Infografis/Daftar Negara Paling Betah 'Melototin' Aplikasi HP, Ada RI?/ Ilham Restu

Kemajuan teknologi telah membawa perubahan besar dalam dinamika kehidupan kita. Salah satu perubahan yang paling berpengaruh adalah cara kita memperoleh segala macam bentuk informasi baik dari dalam negeri maupun global. Sebelum teknologi berkembang pesat seperti sekarang, banyak orang ingin mendapatkan informasi mengenai hal-hal yang menjadi ketertarikan mereka. Contohnya : membaca koran harian/majalah tentang sepak bola atau politik, membaca buku, mendengarkan siaran radio, dan menonton saluran berita melalui televisi. 

Dari hal tersebut, perlu kita sadari bahwa di era digital ini, akses kita terhadap sumber informasi sudah semakin bebas dan tak terbatas. Media sosial telah menjadi ruang interaksi utama bagi manusia karena kebutuhannya untuk menjalin relasi yang terhalang oleh jarak. Dalam berjejaring sosial tentunya kita akan selalu melihat berbagai informasi atau pengalaman yang ditampilkan oleh media berita resmi dan orang lain di dunia maya. Tentu dari pengalaman ini akan muncul pertanyaan, apakah di tengah gempuran pengaruh informasi ini, kita masih bisa membuat keputusan sendiri?

Perlu diingat bahwa informasi yang kita konsumsi di media daring memiliki dampak yang masif terhadap alur berpikir, pola perilaku, dan cara kita mengambil keputusan. Algoritma di setiap media sosial dapat memanipulasi informasi yang kita lihat sehingga dapat berpengaruh terhadap persepsi pribadi mengenai hal yang kita anggap penting dan benar. Fenomena ini akan membuat kita masuk ke dalam filter bubble, di mana seseorang hanya akan terpapar segala konten yang direkomendasikan berdasarkan algoritma. Proses kita dalam membuat keputusan yang rasional dan mandiri menjadi semakin menantang.

FOMO (Fear Of Missing Out) dan budaya "ikut-ikutan" dapat menjebak kita untuk melakukan sebuah tindakan tanpa pertimbangan yang matang. Pengaruh dari orang lain tidak selalu negatif, tetapi limpahan informasi di dunia maya ini bisa menjadi pisau bermata dua. Tidak jarang kita dapat terjebak dalam perbandingan sosial yang tak sehat, merasa kurang sukses dibanding orang lain di media sosial. Contohnya: seseorang memilih sebuah pekerjaan karena gaji yang tinggi, bukan karena kepuasan diri. Lalu, banyak orang mengikuti tren kerja tertentu tanpa mempertimbangkan kemampuan dan passion. Ada pun banyak orang memilih jurusan kuliah karena populer, bukan karena minat dan bakat.

Era digital telah membantu manusia dengan menghadirkan peluang dalam hal akses informasi yang dapat mendukung setiap individu untuk mengambil keputusan terkait berbagai aspek kehidupannya masing-masing. Kita tidak harus terjebak untuk mengikuti tren yang ada. Menjadi berbeda bukanlah sebuah aib selama itu bukan hal yang negatif atau bertentangan dengan norma yang ada. Hal yang paling penting untuk dipegang adalah setiap orang memiliki jalan hidupnya sendiri. Kita harus belajar untuk mendengarkan suara hati serta membuat keputusan berdasarkan minat diri sendiri dan bukan dari apa yang dimiliki orang lain.

Untuk menghadapi permasalahan ini, kita perlu memiliki kemampuan untuk memilah informasi yang terpercaya (kredibel), berpikir kritis, dan berani berbeda. Ketika berada di persimpangan untuk memilih, maka kembali berpegang kepada nilai-nilai moral dan ajaran-ajaran baik yang diperoleh dari keluarga, sekolah, dan institusi agama bisa menjadi tumpuan/pedoman kita dalam mengambil keputusan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline