Cryptocurrency bukan menjadi hal yang asing untuk didengar di telinga kita saat ini. Bahkan, salah satu cawapres Gibran Rakabuming Raka menyebutkan mengenai cryptocurrency di debat cawapres yang berlangsung 22 Desember 2023. Penyebarannya melalui media sosial juga semakin cepat sehingga semakin banyak orang yang sadar akan keberadaan cryptocurrency saat ini.
Namun, masih banyak sekali orang yang belum paham mengenai crypto. Crypto sendiri merupakan salah satu instrumen investasi sekaligus mata uang virtual yang keamanannya dijamin oleh kriptografi. Berbeda dengan mata uang tradisional yang sistemnya tersentralisasi, crypto beroperasi di dalam sistem yang terdesentralisasi yang transaksinya tercatat di dalam blockchain. Blockchain sendiri merupakan rantai blok yang saling terhubung dan tiap blok terisi transaksi jual beli yang sudah di verifikasi oleh validator.
Crypto pertama kali dikenal pada tahun 1980-an dengan nama e-Cash, namun crypto tersebut sudah tidak eksis lagi saat ini. Crypto tertua yang masih eksis hingga saat ini adalah Bitcoin yang rilis pada tahun 2008. Pada saat itu, crypto belum banyak dilirik dan harganya masih sangat murah. Transaksi pertama menggunakan bitcoin terjadi pada tahun 2010, seseorang menukarkan 10.000 Bitcoin dengan 2 buah pizza.
Crypto merupakan instrumen investasi yang menjanjikan. 10.000 bitcoin yang pada saat itu ditukarkan dengan dua buah pizza, nilainya mencapai ratusan juta dollar pada tahun 2024. Crypto juga dapat menjadi jawaban dalam melawan inflasi yang semakin tinggi di berbagai negara. Hal ini dibuktikan dengan harga Bitcoin yang sudah naik ribuan persen dari tahun ke tahun.
Selain sebagai instrumen investasi, crypto mempunyai banyak sekali manfaat yang jarang disadari oleh penggunanya. Pengguna dapat dengan mudah mengirim crypto dari satu pengguna ke pengguna lainnya dalam jangka waktu yang singkat dan dengan harga yang relatif lebih murah. Pengiriman crypto tersebut tidak mengenal batas negara sehingga pengguna dapat dengan mudah mengirim crypto ke luar negri.
Sekarang ini, beberapa negara sudah melegalkan crypto dan mengadopsi crypto sebagai alat pembayaran yang sah. El Salvador dan Afrika Selatan merupakan contoh negara yang sudah melegalkan cryptocurrency. Banyak negara masih meninjau dan berusaha mempelajari mengenai hal ini, Indonesia sendiri mengijinkan crypto sebagai instrumen investasi namun melarang penggunaan crypto sebagai alat pembayaran menggunakan Rupiah sebagai mata uang yang sah.
Legalisasi cryptocurrency di negara sebagai metode pembayaran dapat merangsang peningkatan investasi, inovasi, dan penciptaan lapangan kerja, terutama di sektor keuangan dan teknologi. Dengan menciptakan lingkungan bisnis yang lebih menguntungkan bagi usaha terkait cryptocurrency, legalisasi mendorong investor untuk mengalirkan modalnya ke startup blockchain, bursa kripto, dan proyek pengembangan teknologi. Hal ini memacu inovasi teknologi dalam blockchain, dan broker keuangan terdesentralisasi lainnya. Selain itu, pertumbuhan ekosistem cryptocurrency dapat menciptakan peluang kerja baru dan meningkatkan keterampilan teknis di bidang pengembangan perangkat lunak, keamanan siber, dan analisis data. Selain itu, legalisasi dapat mempromosikan inklusi keuangan dengan memberikan akses kepada individu yang sebelumnya tidak memiliki akses ke layanan keuangan tradisional, yang dapat memacu pertumbuhan ekonomi yang lebih
Cryptocurrency memungkinkan transaksi instan dan tanpa batas, memungkinkan bisnis untuk menerima pembayaran dari seluruh dunia tanpa perlu khawatir tentang pembatasan lintas batas atau biaya konversi mata uang yang mahal. Dengan demikian, cryptocurrency membuka pintu bagi akses global yang lebih luas, memungkinkan bisnis untuk beroperasi secara efisien di pasar internasional tanpa hambatan yang signifikan. Selain itu, biaya transaksi cryptocurrency umumnya lebih rendah daripada metode pembayaran tradisional seperti transfer bank atau pembayaran kartu kredit. Biaya transaksi yang lebih rendah ini mengurangi beban biaya operasional bagi bisnis dan juga memberikan manfaat kepada konsumen dengan menghilangkan biaya tambahan yang terkait dengan metode pembayaran konvensional. Ini dapat menguntungkan pengguna dan mendorong adopsi cryptocurrency sebagai pilihan pembayaran yang lebih menguntungkan secara ekonomis.
Namun terdapat banyak negara yang masih melarang total penggunaan crypto secara bebas dan terbuka. China dan beberapa negara lainnya melarang penggunaan crypto dan mengeluarkan kebijakan yang melarang penggunaan crypto. China mengambil tindakan keras yang dimulai pada akhir 2017. Pemerintah China menganggap mata uang digital terdesentralisasi berbahaya dan melarang berdirinya broker crypto di China. Hal ini membuat banyak sekali broker crypto yang berbasis di china pindah ke tempat lain seperti Binance yang pindah ke Jepang untuk sementara waktu.
Kebijakan tentang pelarangan tersebut tentunya mempunyai alasan dibelakangnya. Pemerintah khawatir bahwa cryptocurrency dapat menjadi alat untuk mendanai kegiatan ilegal seperti pencucian uang dan terorisme karena kerahasiaan data yang mereka tawarkan kepada penggunanya. Hal ini membuat sulit untuk melacak transaksi dan asal-usul dana yang digunakan. Dampaknya adalah kekhawatiran atas integritas keuangan dan keamanan, dimana penyalahgunaan cryptocurrency dapat mengancam sistem keuangan suatu negara. Oleh karena itu, beberapa negara menganggap perlu untuk menolak atau membatasi penggunaan cryptocurrency sebagai tindakan pencegahan terhadap potensi kegiatan ilegal tersebut.
Pemerintah yang menerbitkan mata uang digital mereka sendiri, seperti China dengan proyek DCEP (Digital Currency Electronic Payment) atau yuan digital, mungkin melihat cryptocurrency sebagai ancaman terhadap kedaulatan moneter mereka dan kontrol atas mata uang nasional. DCEP adalah inisiatif yang digagas oleh Bank Sentral China (People's Bank of China) untuk menciptakan bentuk digital dari mata uang yuan. Dengan adanya cryptocurrency yang bersifat desentralisasi, pemerintah mungkin khawatir bahwa mata uang kripto dapat mengganggu monopoli mereka atas penerbitan dan distribusi mata uang nasional. DCEP sendiri merupakan upaya untuk mempertahankan kendali penuh pemerintah terhadap sistem keuangan dan mata uang, sambil memperbarui infrastruktur pembayaran dan memanfaatkan teknologi blockchain untuk meningkatkan efisiensi transaksi keuangan secara domestik. Melalui DCEP, pemerintah China berupaya untuk mempertahankan stabilitas ekonomi dan kontrol moneter di tengah berkembangnya pasar cryptocurrency yang tidak diatur. Oleh karena itu, mereka mungkin melihat perlu untuk membatasi atau mengatur cryptocurrency agar sesuai dengan tujuan mereka dalam memelihara kontrol atas sistem keuangan dan mata uang negara.
Mengadopsi cryptocurrency sebagai bagian dari sistem keuangan sebuah negara memiliki potensi keuntungan dan risiko yang signifikan. Keuntungan inklusif mencakup peningkatan inovasi dan investasi di sektor teknologi dan keuangan, memungkinkan transaksi lintas negara yang lebih cepat dan murah, serta meningkatkan efisiensi sistem pembayaran. Namun, tantangan yang terkait dengan keamanan, termasuk risiko pencucian uang dan pendanaan terorisme, menimbulkan keprihatinan serius terhadap integritas sistem keuangan. Sifat volatil cryptocurrency juga dapat menciptakan ketidakstabilan finansial yang berpotensi merugikan individu dan lembaga keuangan, sementara penerimaannya dapat merusak kendali pemerintah atas kebijakan moneter dan keuangan nasional. Oleh karena itu, dalam mempertimbangkan adopsi cryptocurrency, sebuah negara harus mengambil pendekatan hati-hati dengan mengimbangi manfaat potensialnya dengan risiko yang terkait, sambil mengembangkan kerangka regulasi yang sesuai untuk meminimalisir risiko dan memaksimalkan potensi keuntungan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H