Lihat ke Halaman Asli

Suara untuk Dunia Tanpa Etika

Diperbarui: 24 Oktober 2017   08:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

perundungan semakin tak terbendung di dunia maya | henry4school.fr

Perundungan (bullying)adalah perilaku agresif yang menggunakan kekerasan, ancaman, atau paksaan untuk mengintimidasi dan menyakiti orang lain. Salah satu bentuk perundungan yang saat ini populer adalah perundungan di dunia maya (cyberbullying).Perundungan di dunia maya ini muncul saat media sosial sudah menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari yang tidak terpisahkan. Inilah era dunia maya, dunia yang menjunjung kebebasan berekspresi, rambu-rambu etika didunia nyata tidak berlaku. Selamat datang di dunia tanpa etika!

Hasil penelitian Cyberbullying Research Centretahun 2016 mengemukakan bahwa 33,8 persen dari 5.700 pelajar Amerika Serikat berusia 12-17 tahun pernah menjadi korban perundungan daring, 22,5 persen mengaku perilaku tidak menyenangkan tersebut berupa komentar yang  jahat dan menyakitkan. Dari data yang sama,11,5 persen mengaku pernah perundungn daring terhadap seseorang dengan 7,1 persen berupa komentar yang jahat dan meyakitkan. Bagaimana dengan Indonesia? Negara kita tidak berbeda jauh. Pada tahun 2013, Indonesia adalah negara yang menempati peringkat pertama penyumbang kasus perundungan daring di dunia dengan jumlah 38 persen. Luar biasa! Lpsos (lembaga penelitian independen) mengungkap fakta bahwa satu dari delapan anak atau remaja Indonesia pernah mengalami penghinaan atau ancaman di dunia maya.

Media sosial memegang peran paling dominan sebagai sarana melakukan perundungan. Menurut hasil survei dari lembaga donasi anti-bullying,Ditch The Label, instagram menjadi media sosial nomor satu yang digunakan untuk melakukan perundungan. Perundungan yang dimaksud mencakup komentar negatif, pesan tidak bersahabat, serta menyebarkan postingan atau akun media sosial tertentu dengan mengolok-olok. Maka tidak heran ada akun instagram yang menyediakan jasa perundungan daring. Dengan mengusung jargon 'dosa kami tanggung', cukup membayar Rp 20000,00, Anda bisa mencaci maki orang tanpa takut ketahuan karena dijamin rahasia 100 persen disimpan. Berminat?

akun penyedia jasa perundungan daring | instagram Ridwan Kamil

Menengok pada revisi UU ITE yang memasukkan perundungan di dunia maya ke dalam rumusan pasal 29 dinilai dapat menjadi ancaman bagi kebebasan berekpresi. Ekspresi yang bagaimana? Haruskah kebebasan berekspresi melanggar batas-batas etika?

Pada 5 Juni 2017, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa MUI nomor 4 tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah melalui media sosial. Adapun hal-hal yang yang diharamkan di fatwa MUI adalah sebagai berikut: 

  1. Melakukan ghibah (membicarakan aib orang lain), fitnah, namimah (mengadu domba), dan menyebarkan permusuhan. 
  2. Melakukan bullying, hate comment, dan permusuhan. 
  3. Menyebarkan hoax. 
  4. Menyebarkan  pornografi dan kemaksiatan. 
  5. Menyebarkan konten yang benar tapi enggak sesuai tempat.

Tujuan adanya fatwa MUI tentulah untuk mencegah konten negatif serta penyebaran kebencian. Dengan adanya fatwa MUI ini diharapkan dapat menyentil sisi religius seseorang untuk berpikir masak-masak sebelum melakukan perundungan daring.

Seberapa efektifkah UU ITE dan fatwa MUI menurunkan angka pelaku perundungan daring? Nyatanya sampai saat ini masih dijumpai orang-orang yang melakukan perundungan di dunia maya. Tengoklah akun-akun instagram selebritis tanah air, komentar-komentar negatif dan pedas bukanlah hal yang asing bagi mereka. UU ITE dan MUI tampaknya tidak berpengaruh dengan adanya orang-orang yang masih saja menuliskan komentar-komentar negatif. Kehidupan para selebritis memang selalu menarik untuk disimak, semakin jos lagi bila dibumbui drama-drama menguras air mata. Reaksi para selebritis pun beragam, ada yang sibuk meladeni, memberi klarifikasi, mendiamkan, ada pula yang melaporkan ke pihak berwajib. Salut untuk para selebritis yang melapor ke pihak berwajib!

Belum hilang dari ingatan, pada tahun 2016 lalu, seorang Deddy Corbuzier ingin menangkap orang yang memberi komentar tidak senonoh terhadap Chika Jessica. Tidak tanggung-tenggung, demi menangkap orang yang diburunya tersebut, Deddy sampai mengadakan sayembara dengan hadiah sepuluh juta rupiah bagi orang yang berhasil menemukan pria yang dicarinya itu. Usaha Deddy berbuah manis, akhirnya ia berhasil menemukan orang yang dicarinya dan menyerahkannya kepada pihak yang berwajib. Baru-baru ini, satu lagi artis tanah air yang menjadi topik hangat berita seleritis, Nafa Urbach. Bukan kasus perceraiannya yang akan disoroti di sini tetapi, kasus perundungan daring yang mengincar anaknya. Nafa telah mendatangi Cyber CrimePolda Metro Jaya dan hingga saat ini kasusnya sedang diproses Setidaknya dua selebritis tersebut tidak tinggal diam terhadap kasus yang dialaminya. Para haterspun akan berpikir ulang untuk melakukan melakukan perundungan lagi terhadap dua selebritis tersebut.

Diam bukan pilihan! Sayangnya, tidak semua orang berpikiran yang sama untuk melaporkan aksi perundungan daring. Diam dapat berarti pembiaran, menganggap hal tersebut lumrah, bukan masalah yang serius, diladeni malah bikin capek. Itukah yang Anda pikirkan? Perundungan daring berpotensi membuat korbannya bunuh diri. Sudah banyak kasusnya orang-orang bunuh diri gara-gara perundungan daring. Salah satu kasusnya, seorang anak berani memotong syaraf tangannya sambil memegang hp yang terdapat pesan perundungan dan sampai meninggal. 

perudungan di dunia maya bisa menyebabkan depresi berat | henry4school.fr

Perundungan di media sosial bisa menjadi sangat berbahaya karena dapat memicu permusuhan yang tidak hanya melibatkan satu atau dua orang tapi, lebih luas lagi yaitu kelompok bahkan negara. Sayang, banyak yang menganggap perundungan bukan masalah besar. Meski sudah banyak saksi dan korban perundungan, nyatanya tidak banyak yang melapor. Alasannya, saksi berpotensi jadi korban perundungan, sementara korban takut melapor karena ancaman. Hal inilah yang menjadikan salah satu kendala untuk menghentikan perundungan. Agaknya tidak semua masyarakat tahu dengan adanya Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). 

LPSK adalah lembaga mandiri yang didirikan dan bertanggung jawab untuk menangani pemberian perlindungan dan bantuan pada Saksi dan Korban berdasarkan tugas dan kewenangan sebagaimana diatur dalam UU No 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Ruang lingkup perlindungan ini adalah pada semua tahap proses peradilan pidana. Perlindungan yang diberikan kepada saksi dan korban dalam bentuk perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga dan harta bendanya serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang maupun telah diberikan oleh saksi. Dengan adanya LPSK ini, hak-hak saksi dan korban dalam proses peradilan pidana dapat terakomodasi. Saksi dan korban pun akan merasa aman dalam memberi keterangan dalam proses peradilan pidana. Masyarakat yang melapor didukung mekanisme Whistleblowing System (WBS) yang sejak 2014 dibangun pemerintah. Adanya WBS menjamin kerahasiaan identitas pelapor. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline