Lihat ke Halaman Asli

Menuju Sekolah Sehat dengan "Gerak Tangkas"

Diperbarui: 15 Oktober 2017   00:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

kebersihan toilet merupakan salah satu permasalahan sanitasi

Kebersihan sebagian dari iman adalah slogan yang sering dijumpai dimana-mana, termasuk di sekolah. Namun, berapa orangkah yang benar-benar mengamalkan kebiasaan hidup bersih? Sekolah yang tampilan depannya terlihat bersih, belum tentu sampai belakang. Mari lihat kondisi dilingkungan sekolah, adakah sampah tercecer tidak pada tempatnya? Bagaimana dengan toiletnya, bersih dan tidak berbaukah? 

Upaya menanamkan hidup bersih sebenarnya sudah dimulai dengan membiasakan siswa untuk piket dengan membuat jadwal piket bergilir. Kenyataanya, masih ada siswa yang malas piket, harus disuruh, kalau perlu dimarahi terlebih dahulu baru beranjak piket. Kurangnya kesadaran siswa untuk hidup bersih terlihat juga dari kebiasaan siswa menimbun sampah di laci mejanya. Tidak sedikit siswa malas keluar kelas untuk membuang sampah. Mereka lebih memilih meninggalkan sampah di laci meja. Belum lagi kalau ada siswa yang membuang sampah di lantai, sudah pasti menambah PR guru untuk menyadarkan siswa tentang kebersihan.

Sampah bukanlah hal yang sepele dan tidak bisa diremehkan. Tahun 2015, penelitian dari Universitas Georgia mengatakan bahwa Indonesia menjadi negara kedua terbesar di dunia sebagai penghasil sampah plastik ke laut. Menurut Kementerian Lingkungan Hidup Kehutanan, sampah plastik dari 100 toko/gerai anggota APRINDO (Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia) selama satu  tahun menghasilkan 10,95 juta lembar sampah kantong plastik. Ini berarti sama dengan sekitar 65,7 Ha kantong plastik atau sekitar 60 kali luas lapangan sepakbola! Itu baru sampah yang dihasilkan dari sekelumit bagian Indonesia. Satu orang Indonesia rata-rata menghasilkan 0,5 kg sampah setiap harinya. Jika 0,5 kg dikalikan jumlah seluruh penduduk Indonesia, bisa dibayangkan berapa banyak sampah yang dihasilkan? Banyak sekali dampak pembuangan sampah yang tidak dikelola dengan baik yang sudah terbukti. Berbagai penyakit yang ditimbulkan akibat sampah antara lain; diare, kolera, tifus, dan malaria. Selain penyakit, ada juga bencana yang diakibatkan sampah. Sampah dikenal sebagai penyebab banjir nomor satu di berbagai daerah di Indonesia. Meski orang yang membuang sampah berdalih membuang sampah tidak seberapa tetapi, jika dilakukan secara terus menerus pastilah sampah akan menumpuk dan menghambat laju air lalu terjadilah banjir. Tidak hanya banjir, menengok ke belakang, tahun 2005, tepatnya tanggal 21 Februari terjadi ledakan sampah yang luar biasa di Tempat Pembuangan Akhir Leuwigajah, Cimahi. Dampaknya? Sedikirnya 154 orang tewas dan dua kampung terhapus dari peta akibat longsor. Kejadian tersebut mengukuhkan prestasi Indonesia sebagai peringkat dua bencana ledakan TPA terbesar di dunia setelah ledakan TPA Payatas, Quezon City, Filipina pada 10 Juli 2000 yang menewaskan lebih dari 200 jiwa. Melihat berbagai dampak sampah yang mengerikan, sudah sepatutnya tidak lagi menyepelekan sampah.

Menengok ke toilet sekolah, sudahkah tersedia toilet yang layak? Berdasarkan Data Pokok Kependidikan (Dapodik) 2016, sebanyak 35 persen sekolah tidak memiliki sumber air bersih yang cukup. Sementara, 12 persen sekolah tidak memiliki toilet. Sebanyak 31 persen sekolah tidak memiliki toilet yang layak.  Adapun masalah toilet yang dijumpai di sekolah yaitu jumlah toilet terbatas, tidak tersedia tempat cuci tangan, kotor dan berbau, serta kurangnya ventilasi dan pencahayaan. Masalah lain yang dijumpai adalah toilet siswa dan guru terpisah. Toilet guru biasanya lebih bersih dan wangi dari toilet siswa. Toilet kotor membuat siswa enggan masuk, lebih memilih menahan buang akhir. Kalau sudah terpaksa/ tidak tahan lagi baru masuk ke toilet. Tidak sedikit kejadian di lapangan siswa memilih masuk ke toilet guru. Toilet yang kotor dapat menyebabkan penyakit perut/ diare, cacingan, dan demam berdarah. Kualitas toilet-toilet sekolah di Indonesia yang buruk ikut berperan menempatkan kualitas toilet Indonesia di peringkat 40 dari 140 negara dengan nilai 40 dari skala 100 (dilansir dari World Economic Forum). Melihat dari  berbagai permasalahan toilet yang ada, perlu adanya upaya untuk menumbuhkan kesadaran peduli terhadap sanitasi toilet sekolah. Sikap peduli terhadap kebersihan sekolah akan membentuk karakter sekolah yang bersih, sehat, dan ramah lingkungan.

Kebiasaan sehat yang seringkali ditinggalkan adalah mencuci tangan. Alasan siswa enggan mencuci tangan bisa disebabkan karena tidak terbiasa, malas atau kurang tahunya siswa tentang pentingnya mencuci tangan. Tangan bisa menjadi pintu masuk berbagai macam penyakit.  Saat-saat yang diperhatikan untuk mencuci tangan antara lain ketika sebelum dan setelah makan, setelah buang air besar dan kecil, setelah menyentuh binatang, dan setelah memegang benda di tempat umum. Pada saat-saat krusial tersebut, kuman-kuman penyakit dapat menular melalui tangan. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan, tangan mengandung bakteri sebanyak 39.000 ssampai 460.000 CFU per sentimeter kubik, yang berpotensi tinggi menyebabkan penyakit menular. Dengan mencuci tangan memakai sabun, resiko terjadinya infeksi bisa menurun hingga 50 persen. Hasil penelitian WHO juga mengungkapkan bahwa hampir 90 persen penyakit dapat dicegah dengan kegiatan mencuci tangan. Melihat manfaat mencuci tangan yang ternyata sangat bermanfaat bagi kesehatan, sudah seharusnya siswa diberi edukasi agar membiasakan diri mencuci tangan memakai sabun.

Menyikapi berbagai permasalahan sanitasi sekolah, sudah sepatutnya sekolah mencanangkan 'Gerak Tangkas' (Gerakan Tanggap Kebersihan Sekolah). Adapun program-program yang dilakukan:

  1. Sabtu Bersih  
    Sekolah mengadakan kerja bakti membersihkan lingkungan sekolah (termasuk toilet) seminggu sekali pada hari Sabtu yang diikuti seluruh warga sekolah. Kerja bakti memang bukanlah hal yang baru sebagai upaya menjaga kebersihan sekolah. Namun, agar kerja bakti terasa lebih menyenangkan, diputarkan musik yang suaranya menjangkau lingkungan sekolah. 
  2. Feed Your Animal (Beri Makan Binatangmu)
    Sekolah menyediakan tempat sampah yang unik berbentuk binatang yang membuka mulutnya. Memasukkan/ membuang sampah ke mulut binatang diumpamakan seperti memberi makan binatang. Selain berfungsi selayaknya tempat sampah, tempat sampah itu juga dapat digunakan sebagai sarana mengedukasi siswa untuk membuang sampah sesuai dengan jenisnya. Misal sampah organik (sampah yang mudah membusuk, dapat diurai oleh alam) dibuang di tempat sampah yang berbentuk katak, sedangkan sampah anorganik (sampah yang tidak dapat diuraikan oleh alam) dibuang di tempat sampah berbentuk panda. Diharapkan dengan adanya tempat sampah dengan model-model binatang yang menarik, siswa lebih antusias membuang sampah pada tempatnya.   
  3. One Class One Toilet (Satu Kelas Satu Toilet)   Pengadaan toilet di setiap kelas. Adapun manfaatnya yaitu:  
    1. Mengefektifkan waktu
      Dengan adanya toilet di dalam kelas, hal tersebut dapat menghemat waktu jalan ke toilet, dibandingkan dengan keberadaan toilet yang dipusatkan di satu atau dua titik lokasi.Apalagi jika kelasnya jauh dari toilet.   
    2. Menghindari penyalagunaan izin
      Tidak menutup kemungkinan bahwa siswa yang izin ke toilet malah belok ke kantin atau janjian dengan teman, mungkin juga hanya main-main di luar kelas. 
    3. Melatih siswa menjadi pengguna toilet yang bertanggung jawab
      Seluruh siswa dalam satu kelas tersebut bertanggung jawab terhadap kebersihan toilet. Jika toilet kotor atau berbau, dapat dipastikan bahwa pelakunya adalah siswa dari kelas itu. 
  4. CLASH (Clap After waSH)
    Menggalakkan pembiasaan mencuci tangan dengan sabun bagi siswa. Siswa diberi pengarahan bagaimana mencuci tangan dengan baik dan benar. Adapun WHO telah merilis langkah-langkah mencuci tangan yang baik dan benar;
    Langkah 1. Hidupkan kran air yang mengalir, basahi kedua telapak tangan setinggi pertengahan lengan. Ambil sabun dan usap secara merata, lalu gosokkan kedua telapak tangan dengan lembut agar kuman yang ada di telapak tangan hilang.
    Langkah 2. Untuk menghilangkan kuman pada bagian luar tangan, kamu bisa mengusap dan menggosokan kedua punggung tangan secara bergantian agar kuman tak bersisa di tangan.
    Langkah 3. Jangan lupa, kuman juga menempel pada sela-sela jari tanganmu. Maka dari itu, gosok juga bagian sela-selanya hingga sabun berbusa.
    Langkah 4. Kuku juga bagian terpenting dari tangan. Banyak kuman yang bersembunyi dan bersarang pada kuku. Oleh karena itu, kamu wajib membersihkan bagian ujung kuku secara bergantian dengan mengatupkannya.
    Langkah 5. Gosok dan putar kedua ibu jari secara bergantian hingga bersih.
    Langkah 6. Letakkan ujung jari atau ujung kuku pada telapak tangan lainnya dan gosok memutar secara perlahan agar kuman dan bakteri segera hilang.
    Langkah 7. Tahap terakhir, bersihkan pergelangan tangan secara bergantian dengan cara memutar. Bilas dengan air mengalir dan keringkan.
    Agar mencuci tangan menjadi menyenangkan, setelah cuci tangan, ganti handuk/ tisu dengan bertepuk tangan untuk mengeringkan tangan. Tepuk tangan itu dikreasikan sehingga akan menjadi seru dan asyik. Bertepuk tangan setidaknya 30 kali dapat mengurangi air di tangan sampai 80 persen, sisanya akan kering dengan sendirinya. Tidak hanya menyenangkan, tepuk tangan merupakan aksi peduli lingkungan untuk mengurangi penggunaan tisu yang notabene terbuat dari bahan kayu. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh WWF-Indonesia bekerja sama dengan creative agency Hakuhodo, masyarakat Indonesia yang hidup di kota besar (sekitar 54% masyarakat Indonesia hidup di kota besar) mempunyai kebiasaan untuk menghabiskan tiga lembar tisu untuk mengeringkan tangan. Mengganti tisu dengan tepuk tangan bisa berarti juga menyelamatkan pohon bagi kehidupan.  

Sejatinya, tidak bisa dipungkiri bahwa masalah sanitasi sekolah adalah masalah bersama seluruh warga sekolah. 'Gerak Tangkas' merupakan salah satu upaya yang ditawarkan untuk mengatasi beberapa masalah sanitasi sekolah. Untuk menyukseskan gerakan tersebut, perlu adanya  kesadaran dan kesanggupan untuk melaksanakan kebiasaan hidup bersih pada tiap warga sekolah. Bukan pekerjaan yang mudah. Namun, setidaknya bisa dimulai dari diri sendiri untuk tanggap terhadap kebersihan sekitar. Kalau bukan diri sendiri,siapa lagi?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline