Lihat ke Halaman Asli

Agnia Melianasari

Manusia pembelajar

Kadang Agamis Kadang Atheis, Jangan-jangan Kamu Termasuk Salah Satunya?

Diperbarui: 14 Maret 2021   21:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dunia hanyalah sementara yang akan berakhir fana. Sadar ataupun tidak sadar, saat ini kita hidup di jaman yang semakin menggila. Manusia tak ada habisnya mengejar kegemilangan dunia hingga lupa akan arti kehidupan yang sesungguhnya. Meski kita yakin, masih ada (banyak) muslim yang menjalankan syari'at agama Islam sesuai dengan pedoman Al-qur'an dan Hadits, namun masih banyak pula orang-orang yang 'Islam'-nya hanya melekat pada kartu tanda penduduk.

Tak bisa dipungkiri, tak sedikit orang yang mengaku percaya kepada Tuhan, namun perilakunya tak mencerminkan orang yang ber-Tuhan. 

Mengaku Islam, tapi berani berbuat kriminal, tak segan mencuri, membunuh, sampai mengasusila, tak malu berbuat dosa. Kadang berperilaku layaknya seorang muslim yang sangat agamis, kadang pula berperilaku seperti orang yang 'atheis'.

Memangnya, seperti apa dan bagaimana orang yang 'kadang-kadang' menjadi "atheis" itu?

Pada coretan kali ini, saya tidak bermaksud untuk 'sok' mengajari atau merasa lebih baik dari sahabat semua. Namun iniliah fenomena yang terjadi di lingkungan sekitar kita saat ini. Degan ini, semoga dapat menjadi pengingat bagi kita semua untuk dapat menjadi muslim yang lebih baik. Aamiin. Insyaa Allah.

Berbicara mengenai "agamis", terlebih dalam agama Islam tentu tak lepas dari yang namanya INTAQ (Iman dan Taqwa). Kedua hal ini haruslah selalu berjalan berdampingan. Iman sendiri mempunyai arti percaya. Sebagai seorang muslim kita harus percaya kepada Sang Khaliq; Allah Sang Maha Pencipta, percaya kepada malaikat-malaikatNya, percaya pada kitab-kitab Allah, percaya kepada para utusan Allah, percaya kepada hari akhir, juga harus percaya akan qodo dan qodarNya Allah SWT. Sedangkan mukmin adalah sebutan bagi orang yang beriman. 

Lantas, sudahkan pantas dan betul adanya kita dilabeli sebagai seorang mukmin? Sahabat fillah, Iman sendiri terbagi menjadi beberapa tingkatan, yaitu Iman Taqlid, Iman Khawash, dan Iman Khawas Al-Khawas.

Iman taqlid adalah imannya orang-orang awam, disebut juga iman yang hanya 'ikut-ikutan'. Dalam artian, orang yang memiliki iman pada tingkatan ini percaya kepada Allah hanya karena mengikuti perkataan orang lain seperti orang tua atau ulama. 

Ketika ditanya apakah Ia percaya atau tidak bahwa Allah itu, Ia akan menjawab percaya. Namun ketika ditanyakan argumen/dalilnya, ia tidak bisa memberikan penjelasan karena ia hanya tahu dan ikut-ikutan perkataan orang lain yang menyebutkan bahwa Allah itu ada.

Tingkatan yang kedua yaitu Imannya para ulama atau orang yang berilmu. Pada level ini, seseorang mampu mengemukakan argumen dalam persoalan aqidah. Dan tingkatan yang paling tinggi adalah imannya orang yang super khusus, yaitu para sufi. Mereka meyakini adanya Tuhan karena menyaksikan sendiri secara langsung akan wujud Tuhan dengan mata hatinya. Penyaksian ini disebut dengan musyahadah qalbiyah. Iman para sufi ini didasarkan pada ma'rifah, yaitu pengetahuan yang dicapai melalui intuisi.

Selanjutnya adalah taqwa, yaitu melaksanan segala perintah Allah dan menjauhi serta meninggalkan segala larangan Allah SWT. Pertanyaannya, sudahkah kita menjadi muslim yang bertaqwa? Sudahkah kita taat kepada Allah SWT dengan melaksanakan segala perintahNya serta menjauhi segala laranganNya? Untuk dikatakan sebagai orang yang beragama (Islam), apakah cukup dengan mengaku beriman tanpa dengan menjalankan kewajibannya sebagai hamba?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline