Lihat ke Halaman Asli

The Journey of Bunga #1

Diperbarui: 9 Februari 2016   18:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Kalau Laskar Pelangi dan Negeri 5 Menara mengisahkan sekelompok mahasiswa yang berjuang susah-susah sampai akhirnya mereka sukses. Namun kali ini berkisah tentang Mahasiswa yang berjuang susah-susah hingga hampir setahun kelulusan nasibnya masih terkatung katung seperti arwah penasaran. Tidak sedikit orang-orang yang mencemooh keadaannya, yang menutup mata dan telinganya, tidak sedikit pula orang-orang yang masih mensupportnya.

Bunga, gadis keturunan Jawa tulen ini lahir di desa terpencil Pulau Sumatra, anak ke-4 dari 6 bersaudara yang masih memiliki keluarga lengkap. Ayahnya seorang guru SD yang gajinya jauh lebih kecil dari PNS-PNS pada umumnya. Ibunya pedagang somay yang berjualan kalau pas ada modal saja, keuntungnya pun tak seberapa. Mereka tidak mempunya penghasilan tambahan lain selain pekerjaan itu, sawah dan kebun tak punya. Kakak pertama laki-laki, tidak tamat SD, kerjanya masih serabutan. Kakak kedua perempuan, lulus Diploma 1 jurusan farmasi, tak lagi kerja, sekarang membantu ibunya berdagang, kakak ketiga bekerja sebagai satpam SMA yang tidak jauh dari rumah. Sedangkan kedua adiknya masih mengenyam pendidikan di bangku sekolah.

Satu tahun yang lalu rumahnya masih bilik bambu, kayu-kayu yang mulai lapuk termakan usia dan tergerus rayap menyangga atap rumahnya. Ketika musim penghujan datang bersama dengan angin kencang kondisi rumah sudah dipastikan siaga 1. Setiap sudut ruang dari mulai kamar, ruang tamu, hingga dapur dipenuhi oleh baskom-baskom penadah air hujan yang bocor menyelinap lewat genting-genting berlubang. Ketika kemarau datang debu mudah masuk. Sekarang rumahnya sudah bata merah dan berlantai semen kasar. itupun dari potongan uang gaji ayahnya hingga beberapa tahun ke depan. Beruntung anak-anaknya dididik untuk belajar prihatin, tidak menomorsatukan gengsi, dan tidak terbawa arus hedon rekan-rekan seusia mereka.

Dari kondisi yang demikian itu, bunga memiliki harapan dan cita-cita besar untuk dirinya dan keluarganya. Pasca lulus dari SMA bunga terobsesi mengikuti tes untuk mendaftar ke Universitas Negeri, namun takdir belum berkehendak.

Sembari menenggelamkan obsesinya, Bunga melanjutkan kuliah di Sekolah Tinggi Swasta jurusan Pendidikan Matematika. Pada pertengahan semester 2 bunga mengalami kegalauan yang begitu dahsyat, keinginannya untuk berlanjut ke Perguruan Tinggi Negeri kembali muncul menggelora di dalam dada. Dalam benaknya kuliah di PTN adalah jembatan emas untuk menuju harapan-harapannya yang tinggi. Nampaknya Bunga terpengaruh oleh cerita-cerita sukses orang-orang yang lulus di PTN, belum lagi tuntutan dunia kerja yang selalu mencantumkan syarat “Lulus Perguruan Tinggi Negeri terakrediatasi A” pada kolom-kolom lowongan kerja yang mereka sughuhkan, dan ditambah beasiswa-beasiswa yang ditawarkan di PTN sangat bertebaran dibandingkan di Perguruan Tinggi Swasta. Itu semua semakin membulatkan tekadnya untuk melanjutkan obsesi yang sempat tenggelam.

 

Bersambung.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline