Kebhinekaan di tanah pertiwi nampaknya memang sedang diuji di tahun 2015 lalu. Kasus kekerasan atas nama agama beberapa kali mencuat ke permukaan. Seperti yang sudah tersorot oleh publik, saudara kita di ujung barat (Singkil) dan timur (Tolikara) wilayah Indonesia sempat memanas karena konflik keagamaan, belum lagi beberapa hidden konflik di daerah lainnya yang tidak terangkat oleh media.
Namun dibalik kasus-kasus tersebut ada secercah harapan indah untuk Indonesia, harapan untuk tetap menegakkan sila ketiga pancasila, harapan untuk melestarikan semboyan bhineka tunggal ika dan harapan untuk menginspirasi bangsa Indonesia. Iya, harapan itu ada di wilayah Timur Indonesia, tepatnya di Nusa Tenggara Timur.
Rabu, 30 desember 2015 telah menjadi momentum bersejarah bagi masyarakat NTT dan kado akhir tahun untuk kita semua, karena pada tanggal tersebut Nusa Tenggara Timur terpilih menjadi satu-satunya penerima Harmony Award 2015 untuk kategori Gubernur dan Kanwil yang diberikan kepada Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya dan Kepala Kanwil Kemenag Prov. NTT, Drs. Sarman Marselinus.
Acara Malam Anugerah Kerukunan Umat Beragama (Harmony Award) ini diselenggarakan oleh Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Kementerian Agama RI yang bertempat di Auditorium HM Rasjidi Kementerian Agama Jakarta Pusat.
Menjadi Contoh Kerukunan Umat Beragama
“Rukun itu Indah, mari katong jaga!”, begitulah motto yang diusung oleh kementrian agama provinsi Nusa Tenggara Timur.
Jika dilihat dari jumlah presentasi umat beragama di NTT, presentasi tertinggi adalah agama Katolik (55,85%), selanjutnya agama Protestan (34,29%), sementara agama Islam (9,64 %), agama Hindu (0,21 %) dan agama Budha (0,01 %) masuk dalam kategori presentase agama terrendah. Namun tidak ditemukan kasus pembakaran tempat ibadah, kasus pemaksaan untuk menganut salah satu agama, dan kasus intoleransi lainnya.
Justru sebaliknya, keharmonisan antar umat beragama sangat dijaga oleh masyarakat setempat. Seperti pada hari raya Idul Adha lalu, salah satu media nasional mengabarkan bahwa tidak hanya masyarakat Muslim yang mendapatkan daging kurban namun beberapa ratus kantong daging kurban juga dibagikan kepada umat non Muslim di wilayah Atambua Kabupaten Belu NTT, daerah yang berbatasan dengan Timor Leste..
Dilihat dari sisi hukum Islam memang hal ini tidak perlu diperdebatkan lagi, orang Muslim dibolehkan memberi daging kurban kepada orang non Muslim Mu’ahid (orang non Muslim yang mengikat perjanjian damai dengan kaum muslimin) terutama untuk orang yang kurang mampu, kerabat, maupun tetangga, Ini berdasarkan firman Allah pada QS. Al-Mumtahanah/8 : “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak mengusir kamu dari negerimu.....”.
Cara tersebut dirasa cukup tepat untuk mengurangi kesenjangan antar umat beragama supaya tetap terjalin kerukunan dan keharmonisan khususnya di daerah perbatasan yang berpotensi rawan konflik.
Tidak hanya itu, berdasarkan hasil temuan penulis, kerukunan antar umat beragama di NTT juga terpancar pada kegiatan Hari Amal Bakti ke-70. Kementerian Agama RI tingkat Kabupaten Flores Timur pada 22 desember 2015 yang lalu mengadakan perayaan dengan berbagai lomba yang melibatkan semua lembaga pendidikan keagamaan di Kab. Flores Timur, seperti Raudhatul Athfal, Madrasah, SMA Katolik, dan STP Reinha.
Kegiatan-kegitan tersebut merupakan langkah kecil yang bernilai besar untuk mengembangkan perdamaian pada suatu wilayah, meskipun dikemas secara sederhana namun efek positif dari kegiatan itu sangat terasa hasilnya di kehidupan antar umat beragama, dalam teorinya bisa disebut dengan istilah Peace Keeping (conflict management) yaitu menjaga keberlangsungan perdamaian yang telah dicapai dan Peace Building (conflict transformation) yaitu perubahan struktur dalam masyarakat yang menimbulkan ketidak-adilan, kecemburuan, kesenjangan, dan kemiskinan.
Hal itu pun sejalan dengan kebijakan-kebijakan strategis yang dicanangkan oleh kementrian agama kanwil provinsi NTT, seperti kebijakan dalam peningkatan kualitas kehidupan beragama dan penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh, peningkatan kualitas kerukunan umat beragama, serta kebiajakan-kebiajakan lainnya.