Lihat ke Halaman Asli

Ustadz Yusuf Mansur Telpon Kemendikbud???

Diperbarui: 17 Juni 2015   15:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Pimpinan Pesantren Darul Qur'an Internasional Ketapang, Tangerang, Ustaz Yusuf Mansur mengaku prihatin dengan akan direvisinya tata tertib pembacaan doa saat memulai dan pulang sekolah oleh Menteri Pendidikan dan Kebudasyaan Anies Baswedan.
Dalam akun twitter resminya, Ustaz Yusuf Mansur menuliskan, "#sekolah susah payah kwn2 mengusahakan ada ngaji, doa2, asmaa-ul husnaa di sekolah2 swasta & negeri. Tp yaaa ampuuunnn... ada yg mau ngoreksi."
Sebagaimana diberitakan berbagai media, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan mengatakan kementeriannya sedang mengevaluasi proses belajar mengajar yang selama ini berlangsung di sekolah-sekolah negeri. Salah satu yang sedang dievaluasi terkait dengan tata cara membuka dan menutup proses belajar.
"Saat ini kita sedang menyusun, tatib soal aktivitas ini, bagaimana memulai dan menutup sekolah, termasuk soal doa yang memang menimbulkan masalah. Ini sedang direview dengan biro hukum," ujar Anies dalam jumpa pers di kantornya, Gedung Kemendikbud, Jalan Jend Sudirman, Jakarta, Senin (1/12/2014).
Menurut Anies, sekolah negeri bukanlah tempat untuk mempromosikan keyakinan agama tertentu. "Sekolah negeri menjadi sekolah yang mempromosikan sikap berketuhanan yang Maha Esa, bukan satu agama," jelas Anies.
Ustaz Yusuf Mansur mengaku kecewa dengan kalimat Mendikbud yang menganggap doa tersebut merupakan upaya pemaksaan praktik suatu agama. "#sekolah tapi barusan saya denger kalimat jahat banget, yg menganggap bhw ini adalah upaya pemaksaan praktik agama. Yaaa Allah..." tulis Ustaz Mansur dalam akun twitternya.

Ustaz Mansur menambahkan, selama ini toleransi sudah berjalan dengan sangat damai. Menurutnya, sangat disayangkan bila ada penghapusan atau revisi tentang doa di sekolah. "besok-besok ga boleh azan lagi nih di masjid. sbb nunjukin dominan jg. toh gereja, & pusat-pusat agama lain, ga pake pengeras suara keluar," kata Ustaz Mansur mengingatkan. (dikutip dari admin PKS SUMUT,9/12/2014).
Pro dan Kontra
Dari postingan diatas, terdapat dua argumen yang berbeda. Yaitu antara Ustadz Yusuf Mansur dan Kemendikbub Anis Baswedan. Disini penulis lebih suka memandang dengan sudut pandang yang sangat luas. Dalam artian disini penulis tidak akan memihak salah satu tokoh yang berbeda pendapat. Namun penulis lebih memilih jalan tengah diantara keduanya.
Jika kita kembali merujuk kepada idieologi Bangsa Indonesia yang telah diakui sebagai Idieologi yang sah, yaitu Pancasila. Pada sila pertama pancasila yang berbunyi “ Ketuhanan Yang Maha Esa” mengandung makna yag sangat luas. Maksudnya, disini Bangsa Indonesia tidak mengunggulkan salah satu Agama, melainkan Bangsa Indonesia mengakui semua Agama yang bertuhankan Esa atau Satu. Jadi semua orang berhak memilih Agama mereka sendiri tanpa adanya paksaan dari siapapun.
Penulis tidak menyalahkan apa yang dikatakan Kemendikbud Anis Baswedan “Sekolah negeri menjadi sekolah yang mempromosikan sikap berketuhanan yang Maha Esa, bukan satu agama,". Jika kita melihat dengan kaca mata Idiologi yang ada, yaitu Pancasila, perkataan Anis ada benarnya, bahwa Bangsa Indonesia mengakui semua Agama yang bertuhankan Esa atau satu, ini sesuai dengan bunyi sila pertama. Jadi seharusnya disekolah tidak menjadi ajang promosi Agama tertentu.
Namun jika kita melihat dari realita yang ada, ini sesuai pengalaman yang dialami penulis sendiri sewaktu menempuh pendidikan Sekolah Dasar. Meskipun pembukaan dan penutupan do’a lebih menonjolkan Agama tertentu, namun disitu penulis tidak menjumpai kesenjangan sosial antara orang yang menganut agama tertentu dengan yang lainnya. Meskipun pembukaan dan penutupan do’a lebih dominan dengan cara Agama tertentu. Maksudnya walaupun praktek pembukaan dan penutupan do’a lebih dominan dengan cara Agama tertentu, menurut penulis disini tidak akan mengganggu proses belajar mengajar. Yang ada malah sikap toleran yang tinggi antar beda Agama. Yang mana seseorang toleran dan menyadari mana yang minoritas dan mayoritas. Dengan kesadaran itu, sehingga tidak terjadi kesenjangan sosial antar beda Agama. Ini dapat dibuktikan dengan apa yang di alami penulis waktu SD, yang mana dulu Guru penulis, yang notabenya seorang penganut Agama Kristen, tetap mempersilahkan muridnya untuk berdo’a sesuai dengan Agamanya masing-masing yang kebanyakan beragama Islam.
Jadi disini, penulis merasa Kemendikbud tidak perlu merivew do’a pembuka dan penutup proses belajar. Karena, meskipun tanpa rivew do’a dan penutup proses pelajar, guru dan murid sudah menjalankan dengan semestinya. Yang jelas tidak terjadi kesenjangan sosial antara beda agama, melainkan yang muncul adalah sikap toleran yang tinggi antar beda Agama. Ini sesuai dengan semboyan yang di anut Bangsa Indonesia yaitu “Binika Tunggal Eka” walaupun berbeda-beda tetap satu jua.
Mengenai pernyataan atau postingan yang dilontarkan Ustadz Yusuf mansur, penulis memiliki pandangan yang berbeda.
Penulis membenarkan apa yang dikatakan oleh Ustadz Yusuf Mansur. Namun disini, penulis mebenarkan bukan dalam makna secara luas, melainkan secara sempit. Jika berbicara ranah Nasional, yang notabenya masyarakatnya menganut berbeda–beda Agama. Maka, apa yang dilakukan oleh Ustadz Yusuf mansur kurang tepat, karena disini Ustadz Yusuf Mansur lebih mengunggulkan Agama tertentu yaitu, Agma Islam. Namun jika berbicara dalam ranah yang sempit, yaitu contoh berbicara tentang Agama Islam disini berarti semua yang sekolah yang bernaungan Islam, maka apa yang dilontarkan oleh Ustadz Yusuf Mansur dapat berarti benar. Karena, sekolah yang notabenya bernaungan Islam seharusnya cara pembuka dan penutup proses pembelajaran sesuai dengan cara Agama Islam.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline