Lihat ke Halaman Asli

Keberkahan Menjadi Guru

Diperbarui: 26 November 2024   08:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Guru dan murid-muridnya (sumber pribadi)

Dua puluh tahun yang lalu saya di tawari orangtua untuk mengambil kuliah pendidikan. Saya dengan tegas menolak sebab tidak ada passion dan minat menjadi pengajar. Saya paham kalau saya juga bukan orang yang sabar, membayangkan mendidik murid dengan karakter bermacam-macam membuat pusing kepala.

Di benak saya saat itu, tidak semua orang bisa menjadi guru. Ada filosofi Jawa yang mengatakan guru digugu dan ditiru.

Makna digugu, perkataan dan perbuatan guru harus bisa dipertanggungjawabkan dan dipercaya oleh siswa.

Makna ditiru, sikap dan perbuatan guru dapat menjadi teladan bagi siswanya.

Walaupun sekarang saya jumpai ada oknum guru yang tidak pantas digugu dan ditiru.

Pada akhirnya saya malah mendapat suami seorang guru, beliau masih honorer walau sudah 11 tahun mengajar. Suami mengikuti jejak ayahnya menjadi guru. Bapak mertua mengajar di SMP swasta daerah, gajinya jauh dari UMR.

Beberapa kali ibu mertua pernah berkata, gaji guru swasta atau honor memang kecil tapi InsyaAllah berkah.

Awalnya saya tidak paham maksud ibu mertua tapi setelah 10 tahun menikah saya mengerti makna berkah tersebut.

Walau bergaji minim dan ibu mertua juga hanya berdagang kecil-kecilan, mereka mampu menguliahkan dua anaknya menjadi sarjana. Keduanya anaknya sama-sama menjadi guru.

Ada juga cerita ibu Istiqomah, wali kelas 1 anak saya. Hanya satu semester mengajar lalu beliau pensiun. Ibu Istiqomah hanya guru SD swasta dengan gaji di bawah UMR, suami berjualan makanan ringan di SD yang sama dengan istrinya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline