Perubahan iklim, dengan curah hujan yang tidak menentu dan suhu udara ekstrem, memberikan dampak besar terhadap hasil pertanian, khususnya bawang merah di Brebes. Kondisi cuaca yang semakin sulit diprediksi memengaruhi kualitas dan kuantitas hasil panen, yang membuat petani harus beradaptasi dengan berbagai cara. Dalam wawancara dengan Ibu Hosfah, seorang petani bawang merah di Brebes, terungkap bahwa meskipun tantangan ini besar, para petani terus berusaha mencari solusi untuk mengurangi dampak perubahan iklim.
Menurut Ibu Hosfah, perubahan curah hujan dan suhu udara yang ekstrim sangat berpengaruh pada hasil panen bawang merah. Bawang merah membutuhkan kondisi tanah yang tidak terlalu basah, karena kelebihan air dapat menyebabkan busuk pada akar dan umbi bawang. "Hujan yang terlalu sering bisa mengurangi kualitas dan jumlah bawang yang dihasilkan," ungkapnya. Namun, tanah yang terlalu kering juga tidak baik untuk pertumbuhan tanaman bawang. Suhu udara yang terlalu panas juga memperburuk keadaan, karena dapat mempercepat proses penuaan pada tanaman dan memicu kemunculan hama, seperti ulat bawang.
Selain itu, kualitas bawang merah juga cenderung menurun selama musim hujan, terutama karena kelembapan tinggi yang bisa menyebabkan busuk pada akar serta munculnya penyakit dan hama. Di musim panas, suhu tinggi membuat bawang cepat tua, yang akhirnya mengurangi kualitas umbi bawang merah. "Saat musim hujan, tanah jadi terlalu basah, dan bawang jadi rentan terhadap busuk dan penyakit seperti jamur," kata Ibu Hosfah.
Seringkali, petani menghadapi penurunan hasil panen atau bahkan gagal panen. Salah satu faktor utamanya adalah pola cuaca yang tidak menentu, membuat petani kesulitan menentukan waktu tanam yang tepat. Ibu Hosfah berbagi pengalaman tahun lalu saat ia mengalami gagal panen karena kekurangan pasokan air. "Musim kemarau yang panjang membuat kami kesulitan, saluran irigasi dari bendungan saja tidak cukup," ujarnya. Kerugian yang dialami bisa mencapai puluhan juta rupiah.
Untuk mengatasi dampak perubahan iklim, petani bawang merah di Brebes mulai mengimplementasikan berbagai solusi. Salah satunya adalah penggunaan sistem irigasi yang memanfaatkan air dari waduk dan bendungan saat musim hujan kurang. "Kami juga menyesuaikan pola tanam, mencari waktu yang lebih aman berdasarkan pengalaman cuaca," jelas Ibu Hosfah. Selain itu, petani memilih varietas bawang yang lebih tahan terhadap cuaca ekstrem dan penyakit. Untuk mengendalikan hama, mereka menggunakan pestisida atau metode pengendalian ramah lingkungan.
Dari wawancara ini, jelas terlihat bahwa perubahan iklim memberikan tantangan berat bagi petani bawang merah di Brebes. Namun, mereka terus beradaptasi dan mencari solusi untuk mengurangi dampak tersebut. Harapan besar juga disampaikan kepada pemerintah, agar memberikan subsidi untuk bibit unggul, alat irigasi, dan pupuk organik yang lebih terjangkau. Pelatihan terkait teknologi pertanian dan stabilisasi harga bawang juga menjadi perhatian utama petani. Dengan dukungan yang tepat, diharapkan para petani dapat terus bertahan dan mengelola pertanian bawang merah meskipun menghadapi cuaca yang semakin tak menentu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H