Lihat ke Halaman Asli

Nia Dwi Yuniawanti

Universitas Jendral Achmad Yani

Rancangan Undang-Undang Penyiaran Sebagai Ancaman Demokrasi di Indonesia

Diperbarui: 17 Januari 2025   07:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aksi Tolak RUU Penyiaran (Sumber: Antara News)

Di tahun 2024 lalu, publik sempat digegerkan dengan lahirnya polemik RUU Penyiaran beserta beberapa pasal-pasal di dalamnya yang menuai kontroversi karena dianggap mengancam kebebasan media dan pers dalam meliput dan memberikan akses seluas-luasnya kepada masyarakat. Hadirnya regulasi ini dianggap sebagai upaya-upaya meruntuhkan demokrasi dan kebebasan publik dalam bersuara dan mengakses segala bentuk berita. 

Kebebasan pers merupakan salah satu unsur fundamental dalam aliran yang menggenang dalam tubuh demokrasi. Lahirnya kebebasan pers ialah sebagai penjaga sekaligus pengawas terhadap berbagai bentuk belenggu kekuasaan. Kemudian, fungsi ini dimaksudkan agar terciptanya transparansi dalam pelaksanaan setiap jenis kekuasaan, memastikan hadirnya akuntabilitas dari sela-sela mereka yang memiliki wewenang, serta mendongkrak partisipasi masyarakat dalam tahap-tahap pengambilan keputusan publik.  Di Tanah Air, kebebasan pers telah dijamin dan diatur secara tegas dalam konstitusi nasional, yakni melalui Pasal 28F Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pasal ini menjamin dan memberikan hak kepada setiap kepala untuk bisa berkomunikasi serta mengakses dan memperoleh informasi secara bebas, tanpa ada hal yang harus mencekik kebebasan tersebut.

Namun, sekalipun kebebasan masyarakat terhadap pers telah diatur dalam konstitusi yang tegas dan sah. Realisasi yang diupayakan selalu menemui jurang permasalahan yang subur masa-nya. Salah satu permasalahan yang muncul dan mengancam kebebasan masyarakat terhadap akses komunikasi dan informasi adalah eksistensi regulasi tertentu yang secara langsung maupun tidak langsung membelenggu kebebasan pers, baik melalui peraturan yang terlalu ketat, intervensi politik, tekanan ekonomi, maupun ancaman hukum yang dapat mengintimidasi jurnalis. Akibatnya, para aktor media kerap dihadapkan pada dilema antara menjalankan peran kritis mereka atau tunduk pada tekanan yang berpotensi melemahkan independensi mereka.

Salah satu upaya Pemerintah dalam mengelola sektor penyiaran adalah dengan melahirkan serta menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran. RUU ini bertujuan melengserkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 yang dianggap sudah usang dan tidak relevan lagi dengan laju perkembangan teknologi dan perubahan cara masyarakat mengonsumsi media, seperti adanya layanan streaming dan platform digital.

Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran adalah regulasi yang mengatur terkait dengan perizinan, konten siaran, perlindungan terhadap konten lokal, penyebaran informasi secara akurat, penyesuaian terhadap hadirnya teknologi digital, serta pengelolaan sekaligus pengawasan penyiaran oleh berbagai media yang bertujuan untuk menciptakan iklim penyiaran yang berkeadilan dan terus menyesuaikan dengan perkembangan teknologi yang pesat.

Namun, eksistensi RUU Penyiaran ini menimbulkan keresahan, terutama dari kalangan media dan organisasi masyarakat sipil. Beberapa ketentuannya dianggap dapat mencekik kebebasan pers dan memberikan pemerintah kendali lebih besar atas media. Misalnya, ada kewenangan tambahan untuk pemerintah dalam perizinan dan pengawasan konten yang berisiko besar disalahgunakan untuk menekan media kritis atau membatasi beragam pendapat yang ada di masyarakat. Oleh karena itu, penting memastikan regulasi ini relevan dengan perkembangan zaman sekaligus tetap menghormati kebebasan berekspresi.

Hadirnya RUU Penyiaran ini telah memicu beragam polemik dari golongan jurnalis, organisasi media, serta masyarakat sipil yang muncul di berbagai platform dan berbagai aksi. Sebagian menanggapinya sebagai langkah positif dan upaya menyesuaikan regulasi dengan laju perkembangan teknologi yang pesat. Namun, tak sedikit yang merasa cemas dengan hadirnya regulasi ini justru dapat mengancam kebebasan berpendapat dan memperkuat kontrol negara atas media.

Konsep Demokrasi

Secara garis besar, demokrasi adalah kekuasaan sepenuhnya berada di tangan rakyat. Dikutip dari (Noviati, 2013) Dalam konteks Indonesia Konstitusi yang menjadi pegangan adalah UUD 1945, jika dicermati, UUD 1945 mengatur kedaulatan rakyat dua kali, pertama pada pembukaan alinea keempat, "maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang berkedaulatan Rakyat..."  Kedua, pada pasal 1ayat (2) UUD 1945 hasil perubahan berbunyi, "Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang Undang Dasar". Dengan demikian, UUD 1945 secara tegas mendasar pada pemerintahan demokrasi karena berasaskan kedaulatan rakyat.

Dalam bukunya Suparyanto berjudul Demokrasi di Indonesia (2018), dinyatakan bahwa Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warga negara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline