Lihat ke Halaman Asli

Serba-serbi Perayaan Hari Raya Kuningan

Diperbarui: 19 November 2021   15:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://www.instagram.com/p/B8VMf-BgxYS/?utm_medium=copy_link

Hari raya Kuningan, kuningan berasal dari kata ning yang berarti pikiran suci demi sukmaning idep kita  yang menjadi manusia untuk menerima karunianya. Hari raya Kuningan adalah hari perayaan yang dimana Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa, para dewa dan dewa pitara turun ke dunia yang tujuannya untuk memberikan anugrah berupa kebutuhan pangan. Pada saat Kuningan masyarakat Hindu di Bali akan membuat nasi kuning yang melambangkan kemakmuran. 

Selain itu, juga dipersembahkan yadnya untuk tanda terimakasih kita sebagai umat manusia karena menerima karunia dari Ida Shang Hyang Widhi yang berupa bahan pangan maupun bahan sandang yang semuanya itu yang diberikan oleh Beliau atas dasar cinta kasih.

Hari raya Kuningan dirayakan setiap 210 hari atau 6 bulan sekali, yang jatuh pada hari Saniscara (Sabtu) Kliwon, Wuku Kuningan yang sesuai dengan dengan penanggalan kalender Bali.Perhitungan kalender Bali berdasarkan pertemuan antara Panca Wara yang berjumlah 5, Sapta Wara yang berjumlah 7 dan yang terakhir yaitu pawukon yang berjumlah sebanyak 30. Dengan demikian satu bulan kalender Bali berjumlah 35 hari. Hari raya Kuningan dirayakan bertepatan 10 hari sesudah perayaan hari raya Galungan.

Saat perayaan hari raya Kuningan, masyarakat Hindu di Bali akan menghanturkan banten kepada para leluhur memohon untuk bisa di karuniai keselamatan dan kemakmuran juga permohonan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Adapun pelaksanaan dari hari raya kuningan ini yang dilakukan sebelum jam 12 siang atau hanya setengah hari saja yang harus sudah selesai persembahyangannya. 

Hal tersebut dikarenakan karena masyarakat Hindu di Bali meyakini bahwa sebelum siang hari energi alam semesta seperti energi dari Panca Mahabhuta yaitu pertiwi, akasa, apah, teja, dan bayu mencapai puncaknya dan setelah pukul 12 siang diyakini sudah memasuki masa pralina dimana energi yang disebutkan tadi sudah kembali ke asalnya, dan juga para bhatara, dewa, dan pitara kembali ke atas.

Makna Sarana dan Simbol Pada Hari Raya Kuningan
Terdapat beberapa sarana persembahan yang digunakan dalam rangkaian upacara di hari raya Kuningan yang tentunya memiliki makna atau filosofi yang cukup istimewa. 

Sarana persembahan atau alat upacara yang selalu ada dalam hari raya kuningan yaitu yang pertama adalah tamiang. Tamiang tersebut berbentuk bulat yang seperti periasi yang dirajut dengan rapi dan indah dari bahan daun kelapa muda atau janur, yang melambangkan sebuah tameng yang sebagai perisai saat perang terjadi. 

Tamiang juga sering dimaknai dengan simbol perlindungan diri yang bentuknya tersebut seperti perisai, dan adapun bentuk  bulat diartikan sebagai lambangv penguasa sembilan arah mata angin yang biasa disebut sebagai Dewata Nawa Sanga. 

Selain itu juga, tamiang dapat dimaknai sebagai cakraning manggilingan atau roda alam yang diketahui sebagai roda kehidupan yang selalu berputar. Pada hari raya Kuningan, tamiang biasanya akan dipasang di pojok-pojok rumah dan di pelinggih (bangunan suci).

Yang kedua yaitu endongan, kata "endongan" biasanya diartikan sebagai alat atau wadah untuk menempatkan bekal bagi para leluhur, bekal bagi manusia dalam menjalani kehidupan ke masa depan dan juga bekal jnana atau pengetahuan. Itulah sebabnya kenapa endongan berisi persembahan didalamnya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline