Pembebasan Pembayaran BPJS Teriak Kesetaraan? Untuk Siapa?
Realisasi Pembebasan Pembayaran BPJS. Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan, atau biasa disebut dengan BPJS merupakan usaha pemerintah untuk membantu dan meringankan beban finansial rakyat dalam biaya pengobatan dan kesehatan.
Semua lapisan masyarakat wajib mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas sesuai dengan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) pasal 25 yang menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas taraf kehidupan yang memadai untuk kesehatan, kesejahteraan dirinya sendiri dan keluarganya.
Berdasarkan hal di atas, kita bisa melihat bahwa BPJS merupakan program pemerintah yang sangat bermanfaat bagi warganya. Sebelumnya BPJS memiliki klasifikasi sesuai kelas, yaitu kelas I, II, dan III. Tetapi pada tahun 2022 kelas BPJS dihapus dengan maksud untuk mewujudkan kesetaraan antar tiap golongan.
Seperti penjelasan berikut, "BPJS adalah asuransi kesehatan sosial. Jangan orang kaya dia dapat lebih bagus dari orang miskin. Jadi kita harus menjamin kesetaraan itu karena bukan kapitalis," ungkap Budi Gunadi Sadikini, selaku Menteri Kesehatan, kepada CNBC Indonesia.
Di sinilah banyak yang mendukung diadakannya pelayanan gratis atau pembebasan iuran BPJS. Tetapi pada kenyataannya apakah rencana idealis ini sudah tercapai dan sudah terealisasi? Dan apakah benar-benar sudah merata?
Banyak pendapat bertebaran, mulai dari yang pro sampai yang kontra. Banyaknya kesenjangan dan keringanan yang sampai di tangan yang tidak tepat. Kurangnya penyebaran informasi dan pendekatan ke tempat tempat yang susah akses, menjadi salah satu alasan banyak kasus kurangnya pemerataan ini.
Di sisi lain, bila benar-benar akan dilaksanakan Pembebasan Pembayaran BPJS, maka akan menimbulkan banyaknya masalah juga. Terlebih lagi ketika menyangkut pemerataan yang berarti masyarakat yang mampu sekalipun tidak perlu untuk membayar iuran.
Hal yang dianggap adil ini bisa berujung kepada kasus ketidakadilan bagi kaum lain yaitu para tenaga kesehatan.
Bukan berita baru lagi kalau kita mendengar kisaran upah para tenaga kesehatan yang prihatin itu. Gaji yang bahkan tak menyentuh UMR, atau tak jarang juga berkisar hanya ratusan ribu rupiah itu, sangat tidak berbanding dengan biaya pendidikan kesehatan, jam kerja, serta keahlian dan jasa mereka dalam menyelamatkan warga negara kita.
Beberapa tenaga kesehatan juga sempat membagikan pengalamannya yang hanya dibayar tak sampai belasan rupiah per pasiennya, lebih parahnya lagi saat menangani kasus covid-19, ketika mereka harus mengorbankan waktu, nyawa, dan energi untuk membantu, tetapi mendapatkan upah yang tak sebanding.