Lihat ke Halaman Asli

Niko Hukulima

Karyawan Swasta dan Aktivis Credit Union Pelita Sejahtera

Siapa Tahu

Diperbarui: 4 Januari 2024   23:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

soundcloud.com

Beberapa bulan lalu, karena sebuah pekerjaan, saya bertemu dengan seseorang di perusahaan tempat dia bekerja. Perbincangan yang cukup alot dan keras terasa sejak awal hingga pertemuan terkahir. Dan itu terus terjadi. Masing-masing bertahan dengan keyakinannya, sampai tiba pada kesimpulan, rasanya tidak bisa lanjut.

Sore hari kala itu dia telpon lagi. Tetap dengan suara keras dan tinggi dia mengungkapkan kekesalannya oleh karena perbedaan diantara kami. Tidak mau kalah, saya balas dengan nada yang sama. Kami akhiri pembicaraan keras sore itu dengan saling mengumpat lalu tutup telpon. Berakhir sudah.

Dua hari lalu, ada wa masuk. saya cek, dan nama itu muncul. Tidak seperti biasa, kalimat awal dia sampaikan dengan sopan. Saya tidak cukup percaya membaca wa dia dengan nada sebaik itu. "Apakah wa bapa ini salah alamat"? Balas saya. Segera dijawab, "ini dengan bapa....bukan"?, "betul" jawab saya lagi.

Pembicaraan melalui Wa berlanjut. Dengan nada tetap sopan, dia mengungkapkan maksudnya sembari menghubungkan saya dengan seseorang untuk urusan yang dia maksud. Komunikasi berakhir dengan amat baik, ditutup dengan saling mendoakan. Selanjutnya saya gantian berkomunikasi dengan orang yang dia maksud untuk sebuah tujuan yang lain.

***

Kejadian tersebut membuat saya memberikan penilaian cepat; orang ini tidak layak menjadi mitra atau teman. Dengan perangai dan gaya komunikasi demikian, rasa-rasanya tidak.

Akan tetapi komunikasi singkat melalui wa kemarin membuat saya membatin, rasanya saya terlalu cepat menilai. Hal ini membuat saya berpikir untuk mengubah cara pandang demikian. Jangan cepat-cepat menilai seseorang dari sudut pandang dirimu sendiri dalam waktu sesingkat itu. Pertemuan dengan komunikasi singkat seperti ini tidak dapat menjadi acuan untuk membuat penilaian. Butuh proses lebih panjang untuk memahami seseorang dengan lebih baik, karena yang tampak sesaat belum tentu adalah diri dia yang sebenarnya. Butuh waktu untuk lebih mengenal secara lebih objektiv. Dan untuk itu butuh kesediaan diri untuk menyampingkan perasaan pribadi.

Marilah senantiasa berdamai dengan diri sendiri dan orang lain. Saling mengisi dan melengkapi, itu jauh lebih baik, agar hidup menjadi lebih bermakna.

Yang buruk di matamu, siapa tahu, suatu saat dapat menjadi berkat untukmu.

Salam akhir pekan.

GP, 29 Okt. 23




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline