Lihat ke Halaman Asli

Niko Hukulima

Karyawan Swasta dan Aktivis Credit Union Pelita Sejahtera

Berkah Merapi

Diperbarui: 26 Juli 2018   01:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(dok. pribadi)

Masyarakat Yogyakarta, mungkin orang-orang yang paling cepat bangkit. Paling tidak, menurut saya. Betapa tidak, berkali-kali daerah ini di terjang bencana dahsyat, tidak butuh waktu lama, mereka cepat bangun. Dengan kepala tegak, mereka segera memperbaiki diri, keluarga dan lingkungannya utk kembali melangkah.

Gempa bumi hebat dan erupsi merapi berkali-kali terjadi tidak menggoyahkan mental mereka. Bahkan justru menjadi pemantik bagi mereka untuk semakin kreatif menemukan "jalan hidup baru".

Terakhir tujuh tahun yang lalu, tepatnya tahun 2010, terjadi letusan yang konon terbesar dalam 100 tahun terakhir. Letusan pertama terjadi 26 Oktober 2010 dan terus menerus hingga puncaknya tanggal 4 November 2010. Hampir 300 orang meninggal. Puluhan ribu ternak mati, ribuan rumah rusak dan puluhan dusun hancur. Bagaimana keadaan mereka hari ini? Apakah mereka masih terpuruk? Tidak. Hari ini, mereka berdiri tegak, menatap masa depan dengan penuh optimisme.

(dok. pribadi)

Awal bulan Juli lalu, kesempatan itu datang. Berkunjung kesana adalah kesempatan yang luar biasa.

Mengendarai 3 buah jeep wilis tahun lampau, kami keluar dari titik berangkat sejak jam 04.30 pagi. Petani salak, pencari rumput dan masyarakat setempat juga mulai mengawali aktivits pagi. Dalam hawa dingin yang menusuk, Jeep yang kami tumpangi melaju. Sesekali membunyikan klakson, mirip orang batuk.

(dok. pribadi)

Kami tiba ditempat tujuan pertama. Dalam cahaya remang-remang, dengan jelas kami dapat menyaksikan hamparan batu dan pasir, sisa erupsi 7 tahun yang lampau. Kengerian kala itu, yang menyebabkan merapi dan daerah sekitarnya seakan-akan bagai daerah tanpa harapan, seolah sirna. Tumbuhan dan pohon-pohon menghijau lebat. Secara kasat mata, sedikit saja dampak erupsi kala itu yang masih tersisa, terlihat dari batu-batu besar yang menyembul dari balik rimbunan pohon dan semak.

BERKAH

(dok. pribadi)

Cahaya diufuk timur makin lama makin benderang. Daerah sekitar makin menampakan wajah sesungguhnya.

Ratusan truk hilir mudik menyambut pagi. Entah mengangkut pasir, entah batu. Semua material tersebut adalah muntahan mbah Merapi. Limpahan malapetaka yang kemudian menjadi berkah.

Dari kejauhan, nampak begitu banyak orang sibuk. Mereka sedang menaikan pasir atau batu kedalam truk-truk yang berjejer rapih. Artinya, ribuan jiwa, bahkan mungkin jutaan, berada dalam lingkaran berkah mbah merapi.

(dok. pribadi)

Ratusan Jeep wilis lalu lalang mengantar para wisatawan, baik lokal maupun mancanegara. Semua datang, menikmati sisa malapetaka mbah merapi sambil mengagumi betapa cepatnya daerah ini pulih. Roda pariwisata seputaran mba Merapi-pun berputar kencang. Untuk memenuhi kebutuhan wisatawan, maka berbagai macam wahana hiburan mulai dibangun, menemani beberapa yang sudah ada, terutama museum merapi yang telah lebih dulu ada.

Iseng, saya berbincang dengan sopir jeep yang sekaligus guide juga fotografer yang kami tumpangi. Hasilnya fantastik.

Ada tidak kurang dari 30-an komunitas yang mengelola wisata merapi. Untuk menunjang usaha ini, ada kurang lebih 700 jeep tahun lampau maupun keluaran tahun-tahun berikutnya disiapkan. Pada hari libur akhir pekan atau libur lainnya, hampir semua jeep beroperasi dari keempat penjuru mata angin mbah Merapi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline