Dikarenakan adanya ancaman defisit keuangan, iuran BPJS Kesehatan diperkirakan akan naik pada pertengahan tahun depan. Ali Ghufron, Direktur Utama BPJS Kesehatan, mengatakan bahwa peningkatan pemanfaatan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), bersama dengan kenaikan biaya layanan kesehatan, merupakan salah satu faktor yang mengancam defisit BPJS Kesehatan. Selain itu, klaim tentang penyakit yang mahal atau katastropik, seperti kanker, semakin meningkat. Namun, Ghufron menegaskan bahwa faktor utama yang berpotensi menyebabkan defisit BPJS Kesehatan adalah peningkatan utilisasi; dalam hal BPJS Kesehatan, ini didefinisikan sebagai peningkatan jumlah frekuensi peserta menggunakan layanan kesehatan. Ini menunjukkan bahwa lebih banyak orang yang pergi ke fasilitas kesehatan untuk mendapatkan perawatan, pemeriksaan, atau pengobatan yang ditanggung BPJS Kesehatan.
Jika perbaikan tidak dilakukan segera, kenaikan iuran BPJS Kesehatan kemungkinan besar akan mengalami gagal bayar pada tahun 2026. Dengan menerapkan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) pada pertengahan 2025, BPJS Kesehatan berencana menaikkan iuran peserta JKN untuk mengurangi risiko gagal bayar. Jika tidak ada penyesuaian yang signifikan, defisit akan ditutup dan program JKN akan bertahan. Jika tidak, gagal bayar berpotensi terjadi pada Juni 2026, mengancam keberlanjutan program JKN dan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan.
Jika BPJS Kesehatan mengalami gagal bayar pada tahun 2026, dampaknya bisa sangat signifikan terhadap layanan kesehatan dan menimbulkan beban bagi publik, seperti:
Gangguan pelayanan kesehatan
Pengeluaran yang ditanggung pasien
Overload di fasilitas kesehatan yang tidak memenuhi standar BPJS
Ketidakpuasan Publik Meningkat
Ketidaksamaan dalam Akses Kesehatan
Aset bersih BPJS Kesehatan tercatat sebesar Rp56,7 triliun pada akhir tahun lalu. Namun, pada tahun 2018, pendapatan BPJS Kesehatan dari iuran peserta JKN lebih kecil daripada biaya yang dikeluarkan untuk menanggung klaim layanan kesehatan. Pada tahun 2023, pendapatan iuran yang ada mencapai Rp151,7 triliun, sementara beban jaminan kesehatan mencapai Rp158,9 triliun. Menurut proyeksi yang dibuat pada Januari, BPJS Kesehatan diperkirakan akan mengalami defisit keuangan sebesar Rp18,9 triliun pada tahun 2024. Namun, pada 11 November, Ali Ghufron Mukti, Direktur Utama BPJS Kesehatan, mengatakan bahwa defisit tahun ini bahkan dapat mencapai lebih dari itu, sekitar Rp20 triliun.
Untuk mencegah dan menekan defisit, BPJS Kesehatan telah meningkatkan sistem pencegahan, deteksi, dan penanganan fraud. Selain itu, Ali Ghufron, Direktur Utama BPJS Kesehatan, menyatakan bahwa BPJS Kesehatan memiliki opsi tambahan untuk mengatasi defisit. Salah satunya adalah membagi biaya antara BPJS Kesehatan dan peserta. Dia mengatakan bahwa beberapa negara memiliki kebijakan cost sharing, tetapi Indonesia belum. Oleh karena itu, gagasan bahwa setiap orang yang masuk ke rumah sakit harus membayar sejumlah biaya yang tidak memberatkan, tetapi mengontrol. Ghufron menyatakan bahwa ada dua tujuan. Yang pertama adalah mengurangi utilisasi, dan yang kedua adalah mengumpulkan dana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H