Lihat ke Halaman Asli

Belajar Menghayati Takdir

Diperbarui: 5 September 2016   07:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi dari http://katacintabaru.blogspot.co.id/2015/02/kata-kata-menunggu-cinta-yang-tak-pasti.html

Ketika anak saya minta diantar mengonsultasikan tesisnya ke dosen pembimbingnya, saya menyanggupinya. Jadwal yang ditetapkan adalah pukul 13.15 bbwi. Setelah siap berangkat beberapa menit kemudian, ternyata ban belakang motor saya bocor halus. Entah apa yang menyebabkannya?

Pada kondisi seperti itu anak saya dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama tidak bisa memenuhi jadwal secara tepat waktu. Jika memilih naik angkot, tidaklah mungkin bisa mengejar ketertinggalan. Sedangkan jika menunggu ban ditambal, juga pasti terlambat.

Kendati kami sudah memerhitungkan secara cermat, ternyata ada faktor lain yang sama sekali di luar perkiraan kami. Kini tinggal bagaimana cara menyikapi keadaan ini dengan baik? Jika kami memilih protes dan marah, tidak akan bisa mengubah kenyataan. Bahkan perasaan marah itu secara psikologis pasti akan merugikan diri sendiri. Namun, jika kami bersabar menerima kenyataan ini sambil berikhtiar menemukan tempat penambalan ban, maka kami akan mendapatkan keuntungan. Keuntungan tersebut adalah berupa belajar mengendalikan emosi dan memahami bahwa bukanlah kita sebagai penentu dominan atas apa yang terjadi pada diri kita.

Menolak dan menerima kondisi seperti ini memang berada pada pilihan kita sendiri. Masing-masing pilihan tentu memiliki konsekuensi sendiri. Semakin menolak dan marah terhadap keadaan ini, justeru akan semakin merugikan dan menyakitkan. Sedangkan jika menerima, akan menenangkan emosi kita. Bahkan, jika kita berusaha menerima dan menikmatinya, maka akan bisa membahagiakan.

Ini baru contoh nyata sederhana berkenaan dengan takdir. Bahwa segala peristiwa di alam ini tidaklah terjadi atas kehendaknya sendiri, tidak akan bisa terjadi jika tidak diizinkan oleh Dia Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Mau tidak mau, suka tidak suka, kita tidak bisa mengelak atas semua kehendak-Nya. Yang penting kita pelajari adalah bagaimana caranya menyelaraskan kehendak kita dengan kehendak-Nya. Wallahu a’lam.

Ngudi Tjahjono, Malang (5 September 2016)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline