Membeli atau menempati rumah yang bukan rancangan sendiri belum tentu sesuai dengan selera penghuni. Tidak jarang perasaan tidak nyaman menghinggapi mereka, namun tidak bisa berbuat apa-apa selain melakukan sedikit modifikasi. Jika mempunyai uang banyak, renovasi atau merombak total bisa dilakukan. Karena itu sering kita melihat banyak rumah baru yang masih direnovasi di sana-sini.
Kita bisa menebak, bahwa hal itu dilakukan karena rancangan (desain) yang ada tidak sesuai dengan keinginan penghuninya. Mereka membeli rumah tanpa terlibat dalam perancangannya karena memang tidak memungkinkan keterlibatannya. Akibatnya, timbul ketidakpuasan terjadi di kemudian hari.
Apalagi jika penghuni memiliki standar nilai tertentu yang secara visioner tidak dimiliki oleh perancang (desainer) sebelumnya. Misalnya, nilai islami yang diturunkan dari akidah dan syariat Islam, tidak semua orang memilikinya kendati mereka mengaku beragama Islam. Nilai-nilai tersebut harus diterapkan dalam semua aspek kehidupan, termasuk dalam bangunan rumah tinggal mereka. Karena itu, sebaiknya calon pemilik atau penghuni rumah sejak awal dilibatkan dalam perancangan rumah islami ini.
Merancang sendiri bukan berarti menggambar sendiri. Tidak semua orang bisa menggambar, apalagi mempunyai keterampilan merancang bangunan yang diperoleh dari belajar khusus di bidangnya. Merancang sendiri yang dimaksud adalah memberikan masukan tentang kebutuhan ruang dan batasan-batasan yang harus dipenuhi dalam merancang rumah yang islami. Penataan ruang bisa didiskusikan sebaik mungkin agar selera penghuni bisa diakomodasi tanpa menyimpangi kriteria nilai islami yang mengikatnya.
Hal-hal minimal yang perlu diperhatikan dalam merancang rumah islami adalah:
1. Ruh tauhid (pengesaan Allah) harus bisa dirasakan oleh penghuni maupun orang-orang yang beraktivitas di rumah tersebut. Rumah harus bebas dari nuansa menyekutukan Allah (syirik) dalam bentuk apa pun, termasuk komponen-komponen fisik bangunan. Simbol-simbol paganisme (penghormatan terhadap berhala) baik berupa gambar, patung, atau bentuk simbol yang secara fisik terlihat menyatu dalam bangunan harus dihindari.
2. Aspek syari'ah harus bisa diakomodasi. Misalnya, aurat keluarga menjadi batasan sangat penting, tidak boleh terlihat langsung dari ruang tamu. Para wanita penghuni rumah harus dimungkinkan membuka bagian-bagian tubuhnya secara syar'i, seperti rambut, tanpa terlihat dari ruang tamu. Kamar mandi harus dibangun sedemikian rupa sehingga pengguna ketika buang air tidak menghadap ke kiblat. Kamar mandi juga sebaiknya tidak langsung terlihat dari ruang keluarga, untuk menghindari segala kemungkinan yang tidak nyaman terjadi.
3. Musholla di dalam rumah bukan merupakan syarat yang harus ada di dalam rumah islami karena kewajiban shalat berjamaah bagi muslim pria adalah di masjid, bukan di rumah. Sedangkan jika ada tempat khusus untuk shalat di rumah adalah khusus untuk penghuni wanita.
4. Islam sejak awal juga memerhatikan aspek keseimbangan lingkungan hidup. Maka aspek pencahayaan dan aliran udara yang sehat juga harus dipenuhi. Dengan demikian, suasana di dalam rumah menjadi nyaman dan sehat. Komposisi ruang terbuka dan terbangun haruslah memenuhi ketentuan alamiah yang lazim secara ilmiah berlaku.
Nah, merancang sendiri rumah islami yang akan kita tempati adalah sesuatu yang niscaya. Siapa pun bisa, asalkan memiliki pengetahuan dasar tentang aspek islami yang harus dipenuhi. Tentu tidak harus menggambar sendiri. Gambar sketsa dasar (coretan tangan kasar), minimal denah, sudah cukup memadai untuk didiskusikan dengan perancang yang terampil. Selamat mencoba!
Ngudi Tjahjono, Malang (14 Juli 2016)