Lihat ke Halaman Asli

Rieke NurulGarini

Pelajar SMAN 1 Padalarang

Ketika Ego Bicara

Diperbarui: 20 September 2019   06:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

5 bulan yang lalu, aku masih menduduki kelas 11 yang mana pada bulan itu di sekolah sedang sibuk-sibuknya. Tepat pada saat itu kelasku akan pentas drama di sebuah ruangan yang cukup luas. Kami bersama-sama menata ruangan pada satu hari sebelum pentas dimulai. 

Ya, kami mengerjakannya setelah pulang sekolah. Ketika bel berbunyi yang mana bel tersebut menandakan berakhirnya jam pelajaran, kami pun langsung berkumpul dan membagi tugas masing masing. Kebetulan saat itu aku bersama temanku yang bernama Nida mengecek ruangan yang akan dipakai oleh kelas kami. 

Aku dan Nida mencari-cari kelas kosong, karena pada saat itu bersamaan dengan kelas lain yang akan mendekor kelas untuk pentas drama di hari yang sama. Ternyata kelasku akan menempati ruangan kelas 12 IPS 2. 

Aku pun segera memberi tahu teman-teman dan bergegas membereskannya. Tetapi pada saat aku sampai dikelas, beberapa temanku berkumpul seperti membicarakan hal yang penting.

"Kamu tahu gak? Kita gak punya kain untuk dijadikan sebagai background, sedangkan setiap kelompok mempunyai latar yang berbeda." ujar Linda

Kamipun kebingungan karena rasanya tidak mungkin kami bisa mendapatkan kain itu dalam waktu yang singkat. Pada saat aku sedang mencari ide, ternyata salah satu temanku membawa kain berukuran besar yang berwarna hitam. 

Kami pun kegirangan karena kami berpikir masalah background sudah selesai. Tetapi ketika aku dengan teman yang lain akan melihat kain itu, tiba-tiba temanku Mika yang membawa kain itu berbicara sesuatu yang mengejutkan aku dan teman-teman.

"Ini buat kelompok kita ya jangan ada yang ambil." katanya. Diapun menyimpan kain itu dan bergegas pergi entah kemana. Akupun menghapus niatku untuk menghampirinya dan melihat kain itu.

Entah perasaan apa, yang aku rasakan hanya sakit yang mungkin teman-temanku pun merasakan hal yang sama. Rasanya seperti sulit untuk bernapas dengan lega, air matapun seakan memaksa mataku untuk dapat mengeluarkannya. 

Apalagi mendengar keluhan teman-teman kepadaku, mereka kesal, hanya mereka tidak bisa mengungkapkannya. Rasa sakitku ketika menyaksikan omongannya yang dapat menggores hati saja belum sembuh. 

Ditambah dengan cerita teman-teman yang menujukkan bahwa mereka juga kecewa terhadap Mika. Tapi aku pikir misi kita tidak akan selesai jika kita hanya meratapi soal background yang diakui hak miliknya. Akupun berencana mencari terpal, yang biasa sekolah pakai untuk alas sholat dhuha. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline