Lihat ke Halaman Asli

Kritik Registrasi Kartu Prabayar, Konsep "Single Identity" yang Mustahil

Diperbarui: 11 April 2018   09:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hal ini lumayan meresahkan warga, bagaimana tidak. Jika tidak mendaftarkan kartu prabayarnya akan diblokir.

Dilansir dari CNN Indonesia pada Kamis 12 Oktober 2017, Menkominfo Rudiantara optimis menerapkan konsep single identity e-KTP pada kartu prabayar. Sayang seribu sayang, optimisme itu kandas secara mentah-mentah. Ada 2,2 juta kartu prabayar yang didaftarkan dengan 1 NIK!

Memang, hal itu tidak mungkin dilakukan oleh satu orang. Pasti itu dilakukan oleh penjual kartu prabayar yang melayani langsung pendaftaran kartunya agar pembeli tidak ribet lagi. Semua atas nama konsumen.

Alangkah lucunya negeri ini. Tidak bisa mensinkronisasi antara kepentingan pemerintah untuk mencegah penyalahgunaan sarana telekomunikasi dengan aspek ekonomi masyarakat. Konsep single identity yang diusahakan Menkominfo bertabrakan dengan aspek ekonomi.

Satu kartu prabayar dengan satu NIK adalah mustahil. Handphone saja banyak yang memilikk fitur dual simcard. Apalagi zaman now, nomor hanphone ada yang primer ada yang sekunder. Yang kedua digunakan untuk cari kartu perdana sesuai kebutuhan pengguna. Seperti paket internet, telpon dan SMS.

Tidak mungkin identitas di dunia seluler atau maya dipaksakan satu. Banyak orang butuh nomor lain untuk tunjangan keperluannya. Misal, tukang ojek online yang punya dua handphone dan nomor. Yang satu, primer untuk pribadi.  Handphone dan nomor sekunder untuk bekerja dengan paket internet lebih ekonomis.

Apalagi persaingan tiap operator yang berlomba-lomba mencari inovasi paket internet murah dan berkualitas. Maka perubahan pasar tersebut juga menggiurkan konsumen untuk banting stir ke nomor prabayar lain.

Solusi

Harusnya, ada suatu peraturan yang membolehkan 1 NIK untuk beberapa nomor, entah dengan berapa batas efisiennya. Lalu, nomor yang sekunder itu (atas alasan bisnis atau lainnya) didaftarkan dengan mencantumkan nomor primer dengan proses konfirmasi ke nomor primer. Maka dari itu, dengan konsep nomor primer sebagai induk, pemerintah tetap memilikk data yang logis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline