Lihat ke Halaman Asli

Aktor: Keluar dari Diri Sendiri

Diperbarui: 25 Juni 2015   06:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Disaat sang aktor sedang bermain di atas panggung, tiba-tiba ia jadi tertawa gara-gara guyonan lawan main yang memang lucu. Reaksi tertawa tersebut ialah reaksi sang aktor, bukan reaksi dari peran yang sedang dimainkan. Apabila sang aktor sudah menjadi peran, maka ia harus berfikir menggunakan logika berfikir dari peran yang ia mainkan. Jadi, hal yang biasanya lucu di dalam kehidupan kita, bisa jadi bukan hal lucu di dalam kehidupan peran yang sedang dimainkan.

Itu tandanya ialah sang aktor belum benar-benar berakting di atas panggung. Dia masih ‘menyisakan’ dirinya secara sadar, dan tanpa sadar beranggapan bahwa dia sedang bermain bohong-bohongan di atas panggung. Padahal, didalam dunia seni berperan, hal pertama yang harus dipegang ialah keluar dari diri sendiri. Yang namanya berperan pasti keluar dari diri sendiri, karena kita sedang memerankan orang lain, bukan menunjukkan diri sendiri. keluar dari diri sendiri itu berguna untuk memahami kepribadian/peran orang lain. Dan hal pemahaman atas orang lain itulah yang menjadi titik poin terpenting yang paling berguna dalam dunia seni berperan.

Tugas dari seorang aktor tidak hanya keluar dari diri sendiri saja. Tetapi aktor juga tetap harus sadar akan adanya dirinya yang sedang berkarya di atas panggung, dalam artian untuk tetap sadar akan teknik artistic panggung. Seperti teknik bloking, moving, suara, dll. Dua poin tersebut tidak saling berlawanan. Dalam poin pertama, aktor harus keluar dari diri sendiri itu dalam taraf karakter diri dan logika berfikir. Dalam poin dua itu dalam taraf kesadaran saja.

Maka dari itu, apabila sang aktor selalu dapat keluar dari diri sendiri, maka ia akan terus berperan berbeda-beda. Tak jarang ada aktor yang tak dapat keluar dari diri sendiri. jadi apabila ia mendapatkan peran jadi pembantu, bos mafia, atau preman, cara pembawaan aktor itu tetap pada peran/karakter yang sama. Hanya beda sesedikit saja.

Seni berperan selalu tak bisa dijauhkan dari kehidupan nyata. Karena dalam kehidupan nyatapun kita tetap berperan, dan selalu berganti-ganti. Misal apabila ada seorang karyawan yang tiba-tiba dinaikkan jabatan jadi supervisor. Seorang karyawan itu harus berganti peran, dan menyiapkan perannya itu dengan baik. Apabila ia tak menyiapkan menjadi supervisor yang baik, maka tak berjalan dengan benarlah perannya. Apalagi jika karyawan itu merasa tak ikhlas, malas berganti peran jadi supervisor. Maka, pergantian perannya akan gagal.

Hal ini sama dengan seni berperan untuk aktor. Aktor yang baik ialah aktor yang dapat dan beranin berganti-ganti peran. Dan didalam setiap pengalihan peran itu, aktor harus menyiapkan dirinya. Pertama, sang aktor tentu harus ikhlas dan rela, untuk keluar dari diri sendiri dan berganti menjadi sang peran. Aktor harus bisa cepat2 beradaptasi dengan pola fikir peran tersebut. Kemudian ia harus memainkan imajinasinya. Tetapi kesiapan bukan hanya tentang ikhlas, adaptasi pola fikir dan imajinasi saja. Tetapi kesiapan yang mendetail sesuai peran itu. Misal kesiapan dalam gesture tubuhnya, cara berjalannya, suaranya dan lain sebagainya. Aktor yang selalu siap dan bisa berganti-ganti peran ialah seorang aktor yang sangat baik. Sama juga di kehidupan nyata. Orang yang sia berganti-ganti peran dan berhasil beradaptasi dan melakukannya dengan baik, bisa dipastikan ia adalah orang yang sukses.

Tulisan ini bersumber dari catatan evaluasi play teater sastra fib ui pada 27 maret 2012.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline