Lihat ke Halaman Asli

Capeknya jadi Pendukung Jokowi...

Diperbarui: 18 Juni 2015   05:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jujur saja, awalnya saya tidak memiliki keinginan untuk memilih Jokowi sebagai capres. Menurut saya, meski memiliki prestasi mengkilat, Jokowi masih butuh lima tahun lagi untuk bisa masuk ke kancah politik nasional. Saya cenderung memilih untuk mendukung Prabowo yang dari banyak sisi lebih cocok jadi Presiden RI. Sayang disayang...Golkar mengambil langkah blunder yang membuat saya langsung angkat koper dan berpindah dari kubu Prabowo ke kubu Jokowi.

Ketika Prabowo dengan gembira menyambut bergabungnya ‘Pangeran Lapindo’ beserta kroni-kroni Cendana, maka dengan serta merta saya melempar handuk putih dan langsung memindahkan hati dan jiwa raga saya untuk mendukung Jokowi. Maka mulailah saya mencoba lebih dekat dengan Jokowi. Mempelajari konsep-konsepnya serta menyelami apa visi yang dia usung. Hasilnya saya harus mengakui bahwa hati saya kepincut dengan tokoh politik yang merakyat tersebut.

Tak dinyana, ternyata menjadi simpatisan Jokowi demikian melelahkan jiwa. Begitu bermanuver ke kubu Jokowi, saya seolah-olah dipaksa masuk ring tinju tanpa persiapan sama sekali. Begitu bel BABAK PERTAMA berbunyi, saya langsung dipukuli tanpa ampun. Saya langsung kejedot dengan pemberitaan negatif tentang Jokowi di berbagai media. Ada banyak kampanye negatif tentang sosok Jokowi. Dari mulai tuduhan non muslim, bukan etnis pribumi, antek Amerika, budak cukong dan konglomerat, bayi asuh  Megawati dan ratusan tuduhan lain. Belum lagi kritik pedas mengenai sejumlah PR Jokowi yang belum tuntas sebagai gubernur DKI.

Selain dikeroyok di dunia maya, saya juga dikeroyok di dunia nyata. Nyaris 90% orang di sekeliling saya adalah pendukung Prabowo. Saya dibully dengan ocehan-ocehan bernada pedas terhadap Jokowi di depan hidung saya. Bahkan tidak jarang orang memandang saya dengan pandangan aneh ketika saya bilang bahwa saya pendukung capres nomor urut 2. “Ngapain sih pilih Jokowi? Dia kan begini begitu...!” kata Mereka. Sialan, rupanya black campaign di media benar-benar memberi pengaruh besar. Bahkan beberapa teman saya yang condong ke Jokowi langsung beralih ke Prabowo begitu baca pemberitaan negatif di sejumlah media sosial.

Setelah melewati masa tenang kampanye, hati saya mulai merasa agak sejuk karena beragam fitnah mulai berkurang. Saya pikir dengan dimulainya masa tenang ditambah pengaruh Bulan Suci Ramadhan, pukulan-pukulan terhadap diri saya akan berakhir. Eh nyatanya itu cuma harapan kosong. Setelah dilakukan pencoblosan tanggal 9 Juli, sorenya saya dibully oleh 4 lembaga quick count abal-abal. BABAK KEDUA pun dimulai. Setelah hampir semaput akibat serangan fitnah, saya kembali digebukin dengan omong kosong lembaga survey. Para pendukung Jokowi rame-rame diperdaya, dibohongi dan ditipu mentah-mentah. Digebukin oleh  sejumlah televisi nasional yang menayangkan hasil quick count abal-abal tersebut. Tvone, Anteve, RCTI, MNCTV dan GlobalTV sukses membuat puluhan juta pendukung Jokowi menjerit kepada Tuhan atas ketidak adilan yang terjadi.

Meski 8 lembaga survey kredibel menyatakan Jokowi menang, tapi sejumlah media televisi abal-abal masih saja bandel menyatakan bahwa Prabowo lah yang menang. Ealaaah.....udah kalah masih mencoba menipu. Sebenarnya apa maksudnya menipu rakyat seperti itu? Gara-gara penipunan empat lembaga survei dan sejumlah televisi brengsek, kita terpaksa harus kembali berjuang untuk mengawal suara dari TPS hingga ke tingkat nasional karena takut terjadi kecurangan. Duh, capeknya....

Gara-gara 4 lembaga survey brengsek, hasil pilpres bukannya membuat masyarakat tenang, tapi justru memanaskan suasana. Banyak orang yang sampe gontok-gontokan saling mengaku bahwa calon pujaannya lah yang menang. “Piye toh? Tadi malem kan disiarin di TV kalau Jokowi-JK yang menang!” Omel Mas Pono. “Pale lu peang, lu liat televisi yang bener dong, udah jelas Prabowo yang menang!” Sentak Bang Jajuli.

Hasil quick count abal-abal jelas membuat semua jadi pada resah. KPU juga jadi kena getahnya. Kalau KPU menyatakan Jokowi yang menang, masyarakat pendukung Prabowo (yang selama ini ditipu media) akan ngamuk karena dari berbagai pemberitaan jelas Prabowo yang menang. Sebaliknya bila Prabowo yang menang, para pendukung Jokowi bakal ngamuk karena dari hasil quick count 8 lembaga kredibel jelas Jokowilah yang menang.

Jadinya buah simalakama kan? Siapapun yang dimenangkan KPU, orang akan menuduh KPU memanipulasi suara. Nah ini terbukti ketika KPU melakukan penghitungan suara. Pada tanggal 22 malam, ketika dari hitung rekap suara 33 propinsi Jokowi-JK dipastikan menang, kubu Prabowo langsung walk out. Dalam konferensi pers-nya, Prabowo langsung menuduh ada kecurangan dalam pilpres. Menurut dia (meski ga ada bukti), bahwa ada upaya yang masif dan terstruktur untuk memanipulasi suara bagi kemenangan Jokowi. BABAK KETIGA pun dimulai. Babak dimana ada upaya untuk mencoba membuat penetapan KPU, yang menyatakan Jokowi-JK sebagai pemenang, menjadi tidak sah.

Kalau dihitung-hitung, sejak pencapresan hingga penetapan pemenang oleh KPU, kita sebagai simpatisan dan pendukung Jokowi telah memasuki tiga babak pertandingan yang maha berat. BABAK PERTAMA, kita dipukuli kiri kanan dengan black campaign yang mendiskreditkan Jokowi. BABAK KEDUA kita digebukin oleh 4 lembaga survei dan sejumlah stasiun televisi penipu sehingga hati kita mencelos dan terpaksa harus pontang-panting mengawal suara. BABAK KETIGA kita kembali dihantam dengan aksi “Siap Menang Tidak Siap Kalah” dari kubu Prabowo yang mencoba melakukan upaya mendiskreditkan hasil keputusan KPU agar seolah-oleh tidak sah.

Apakah akan ada BABAK KEEMPAT? Kita tunggu saja. Yang jelas, meski lelah lahir batin akibat berbagai pukulan bertubi-tubi, sebagai pendukung Jokowi kita harus tetap kuat. Berjuang sampai titik darah penghabisan. Biarpun difitnah beribu kali, dibohongi rame-rame dan sekarang kemungkinan akan menghadapi gugatan di MK, kita tidak perlu takut. Toh pada akhirnya kebenaran selalu akan menjadi pemenang. Yang jelas kita semua berharap bahwa setelah perjuangan panjang yang maha berat ini, pilihan kita tidak salah. Semoga Jokowi bisa benar-benar bisa menjadi presiden yang amanah sehingga apa yang kita perjuangan dengan susah payah tersebut bisa membawa kebaikan bagi seluruh rakyat.

Dalam tulisan ini saya ingin mengingatkan pada Pak Jokowi. Mohon agar Bapak selalu ingat bahwa kemenangan bapak bukanlah perjuangan partai atau ormas. Tapi buah dari perjuangan jutaan rakyat kecil. Buah perjuangan orang-orang tertindas yang mencoba menggantungkan harapan pada pundak Bapak untuk Indonesia yang lebih baik. Buah perjuangan ratusan ribu relawan yang dengan ikhlas turut bekerja untuk mengawal kemenangan bapak. Ingatlah, orang-orang yang ada di sekeliling bapak, yang ikut merayakan kemenangan bersama bapak, bukan menjadi tanggungjawab bapak karena mereka berjuang untuk sebuah pamrih. Yang menjadi tanggungjawab bapak justru orang-orang yang saat ini tidak ada di sekeliling bapak. Ribuan bahkan jutaan orang yang tidak bapak kenal, yang dengan ikhlas dan tanpa pamrih mengusung Bapak hingga ke tampuk kekuasaan tertinggi di negeri ini. Saat Bapak tergoda korupsi, ingatlah pada orang-orang tersebut. Sebab kepercayaan dan amanah merekalah yang justru akan bapak pertanggungjawabkan di akhirat kelak. Semoga Bapak bisa menjadi presiden harapan kami. Amin.

Sebagai bentuk rasa syukur atas kemenangan Bapak, silakan bapak menghibur diri dengan membaca blog saya disini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline