Lihat ke Halaman Asli

PAKDHE SIDIK

PENDONGENG

Anak Pejuang Jelantah Tak Pernah Lelah

Diperbarui: 17 September 2022   17:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Jakarta, Jumat 16 September 2022

 Anak Pejuang Jelantah Tak Pernah Lelah

Sidik Budiyanto - Ketua GAPSI

Sore itu masih menyisakan mendung, selepas hujan gerimis di siang harinya. Hawanya cocok untuk tarmut, tarik selimut. Tapi tidak demikian bagi anak-anak pejuang jelantah. Selepas sholat Ashar, mereka sudah berpakaian rapi dan bergerak ke rumah pengasuh anak pejuang subuh. Berkonsolidasi, istilah kerennya. Setelah menerima arahan dari pengasuh, mereka mulai bergerak.

Ada tiga anak pejuang jelantah yang sore itu bertugas. Kak Zahra kelas 9, ditemani Kak Nadya , kelas 6 dan Kak Kania, kelas 4. Masing-masing menjinjing dua buah jerigen kosong 5 liter, sebagai penukar untuk warga yang mengumpulkan jelantah sebanyak satu jerigen. Sehingga tak perlu menuang jelantah ke jerigen kosong, tapi langsung ditukarkan dengan jerigen yang dibawa.

Setelah berkeliling dari rumah ke rumah, mereka berhasil mengumpulkan 15 liter jelantah. Sedikit penurunan jumlah jelantah dari jumlah biasanya, 20 sampai 25 liter. Para ibu yang ditemui mengaku mengurangi masakan yang digoreng, setelah terdampak kebaikan BBM dan kelangkaan minyak goreng di pasar. Sedih ya, efek kenaikan BBM merambat ke segala arah.

Teman-teman sudah tau kan, jelantah yang dikumpulkan itu untuk apa ?

Jadi ... setelah jelantah berhasil dikumpulkan dan jumlahnya mencapai 100 liter, pihak Bank Sampah Gunung Emas akan mendatangi rumah pengasuh, yang menjadi sentra pengumpulan jelantah.

Bank sampah akan memberikan pengganti berupa satu liter minyak goreng baru, untuk setiap enam liter jelantah. Istilahnya, barter. Sehingga dari 100 liter atau lebih jelantah yang dikumpulkan, bank sampah membarternya dengan 17 botol minyak goreng baru. Banyak ya .

Minyak goreng baru ini kemudian dijual kepada para ibu pejuang subuh, dengan harga murah, di bawah harga pasar dan supermarket. Tentu saja para ibu berebut untuk membelinya, sehingga dilakukan pembatasan. Seorang ibu hanya boleh membeli sebotol minyak goreng baru saja.

Hasil penjualan dari minyak goreng itu, dimasukkan ke kas uang saku oleh bendahara anak pejuang subuh. Nantinya, setiap kali anak pejuang subuh selesai berkegiatan, mereka akan mendapatkan uang saku subuh. Uangnya didapat dari hasil barter jelantah, selain dari para donatur yang baik hati.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline