Gowes bagiku sesuatu yang menyenangkan. Padahal aku menyukai kegiatan bersepeda dan benar-benar hobi baru sekitar bulan maret 2014. Berawal dari rasa ingin merasakan sesuatu yang berbeda saat menuju tempat kerja dengan bersepeda, karena selama ini berangkat kerja naik sepeda motor. Dan akhirnya sekarang sering kali ke kantor naik sepeda walau sebenarnya jarak antara tempat tinggal (kos) ke tempat kerja juga tidak begitu jauh.
Bahkan saat awal beli sepeda aku berusaha mengajak teman satu kantor untuk ikut kegiatan bersepeda hingga saat ini banyak teman yang punya sepeda dan akhirnya membuat klub sepeda dengan nama “656 Cycling Club”. Klub bersepeda punya jadwal gowes bareng setiap hari jumat pagi dan walau hanya berkeliling di kota situbondo tapi dengan pilihan rute yang berbeda-beda setiap jumat. Untungnya di kota situbondo termasuk kota tenang dan di sekitar kota banyak bukit-bukit, sehingga kami tidak kehabisan rute untuk mencoba rute yang baru setiap saat.
Cerita bersepeda yang ingin aku ceritakan bukan cerita bersepeda barsama teman yang tergabung dalam “656 Cycling Club” tetapi kegiatan bersepeda sendirian. Memang sudah menjadi cita-cita atau juga untuk menuntaskan rasa penasaran ingin bersepeda sendirian dangan pilihan rute yang jauh. Karena bersepeda sendirian rasanya berbeda dengan bersepeda bersama-sama dan pilihan rute yang jauh karena ingin merasakan suasana seperti audax jawa pos (Surabaya-Banyuwangi), Grand Fondo (Surabaya – Telaga Sarangan), tour de ijen (Keliling Banyuwangi), walaupun tidak ada niat jadi atlet balap sepeda.
Bersepeda sendirian alias solo dengan pilihan rute jauh yang saya inginkan adalah rute Situbondo – Banyuwangi, yang berjarak sekitar 100 km. Mungkin rute ini tidak seberapa jauh atau bisa di bilang dekat bila dilakukan oleh atlit balap sepeda, tapi bagi saya pilihan rute ini sangat berat karena ini baru yang pertama kali buat saya. Pilihan rute Banyuwangi – Situbondo karena homebase saya adalah di Banyuwangi, dan bersepeda sekalian pulang ke rumah, yang sebenarnya setiap akhir pekan saya juga pulang tapi dengan kendaraan bermotor.
Dan akhirnya kesempatan itu datang pada tanggal 1 Mei 2015. Saya yang biasanya jumat sore sudah pulang bareng teman ke Banyuwangi di tunda, saya ingin pulang dengan bersepeda pada sabtu pagi. Jumat malam semua saya persiapkan, sepeda di cek, bekal disiapkan bahkan saya juga mengajak 1 orang sebagai pengawal yang juga bakal mengabadikan moment saat saya meliwati tiap daerah.
Tepat jam 04.30, Sabtu 1 Mei 2015, setelah sholat subuh saya berangkat. Dengan semangat 45, hati yang mantap walau angin pagi yang dingin terasa menusuk kulit tapi kaki ini sudah tidak tahan untuk merasakan jalan aspal yang penuh dengan kendaraan. Benar-benar masih gelap, tapi untung di sepeda ini sudah ada lampu kecil di depan dengan baterai AA sejumlah 4 buah yang cukup untuk menerangi jalan agar roda tidak terjerambab dalam lobang jalanan. Kerlap-kerlip lampu kecil di belakang juga juga menambah semangat karena tidak akan khawatir di seruduk truk dari belakang.
Jam 05.00, mentari mulai manampakkan wajahnya dan alam mulai terang, saat itu sepeda sudah memasuki daerah asembagus, kota di sebelah timur kota situbondo, kota yang terkenal dengan pabrik gulanya. Seorang ibu dengan anaknya yang berjumlah 2 sambil melampaikan tangan menambah semangat dan senyum gadis remaja yang melihat membuat kaki yang terasa pegal seakan mampu mengayuh 1000 kilo lagi.
Berselang setengah jam berikutnya, sepeda sudah mulai masuk wilayah paling ujung kabupaten situbondo, kecamatan banyuputih, yang bersinggungan langsung dengan hutan baluran. Ya TAMAN NASIONAL BALURAN adalah tempat hidup yang nyaman buat sekumpulan hewan yang dilindungi. Saat memasuki hutan saya berhenti sejenak untuk sekedar melepas lelah dan minum barang seteguk, dan tidak lupa meminta teman yang sedari tadi mengawal untuk mengambil foto. Huhfff... Benar-benar lelah menghampiri.
Ternyata saat istirahat ada rombongan bersepeda lainnya yang juga mencoba menyusuri jalanan di baluran, setelah saling sapa sekedarnya sebagai tanda persahabatan sesama tukang gowes, akhirnya saya memutuskan mengikuti rombongan untuk menerobos jalan aspal hutan baluran.
Sueger banget... Dingin banget... Walau sinar mentari mulai terang-benderang tapi rasa dan suasana pagi di baluran seperti masih jam 05.00 walau sebenarnya sudah pukul 06.30. Deru mobil bertonase berat dan raungan kendaraan yang merasa menjerit mengikuti jalanan yang mulai menanjak, begitu juga saya yang merasa nafas tinggal senin-kamis harus memapah sepeda saat tidak kuat lagi mengayuh sepeda. Terus mengayuh sepeda dan dalam benak saya saya harus mampu melewati semua tanjakan,apalagi jalan yang menurun di hutan ini, sampai akhirnya lewat rest area di tengah hutan yang tidak saya lewatkan kesempatan untuk berfoto.
Hampir satu jam saya menyusuri aspal hingga akhirnya sampai juga di ujung timur hutan baluran, tepatnya di pos penjagaan, pintu masuk menuju TAMAN NASIONAL BALURAN, dan tidak lupa juga saya berpose untuk foto, saya memang tidak melewatkan setiap kesempatan dan moment yang baik untuk sekedar meninggalkan jejak sepeda dan bau keringat.