Lihat ke Halaman Asli

Kebohongan Itu Bernama Ujian Nasional

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13974706931607138506

Dalam pelaksanaan ujian nasional 2014 ini seluruh peserta ujian diharuskan menulis di lembar jawabannya : Saya mengerjakan ujian nasional dengan jujur. Hari ini adalah hari pertama ujian nasional untuk tingkat SMA/SMK/MA/PAKET C, Semua peserta ujian sudah pasti menuliskan tulisan tersebut sebagai pengakuan atas kejujurannya. Namun apakah demikian kenyataannya?

Saya hanya ingin berbagi cerita pengalaman saya sebagai pemungut sampah. Dan yang selalu menjadi pertanyaan saya kenapa setiap ujian nasional saya selalu menemukan lipatan-lipatan kecil yang kalau tidak salah merupakan kunci jawaban sebuah soal, yang saya pungut bersama sampah-sampah lain? Apakah lipatan itu berkaitan dengan Ujian Nasional?.

Saya mencoba menanyakan pada tetangga saya yang seorang Guru, dan ketika di cek dengan soal ujian nasional dengan kode-kode tertentu yang ada pada tulisan tersebut terdapat sekian banyak kode dan sekian banyak alternatif  jawaban, dan ketika dicocokkan salah satu soal pada salah satu kode dan jawabannya, hasilnya diakui diatas 90% benar, karena ada beberapa nomor yang sengaja di kosongkan untuk menghindari nilai 100. Hal Ini terjadi setahun yang lalu. Hari ini saya juga menemukan sesuatu yang mirip. Jika tahun lalu pembagian kunci jawaban tidak terlihat secara mencolok, hari ini saya melihat beberapa siswa bergerombol di sudut sekolah ketika bel ujian sudah dibunyikan. Ada sekian banyak siswa yang masuk ruang ujian terlambat seperempat jam sampai 45 menit dan terjadi tidak di satu sekolah saja, padahal ketika Try Out siswa hampir tidak ada yang terlambat. Tapi sebagai tukang rosok yang hanya melihat dari luar pagar, saya tidak bisa untuk menyimpulkan bahwa anak-anak itu sedang bagi-bagi kunci jawaban. Mungkin mereka sedang berdoa bersama agar lancar mengerjakan ujian, sampai tidak dengar bunyi bel masuk.

sumber gambar http://ahmadalidprri.com/

Lain dari itu,  untuk curang dalam pelaksanaan Ujian Nasional sebenarnya sangat bisa dan mungkin, hanya kembali pada moralitas siswa, guru, panitia, kepala sekolah, tim BNSP, dinas pendidikan, pemerintah daerah yang bersangkutan. Ambil beberapa contoh kecurangan yang ada misalnya:


  1. Guru mata pelajaran mengerjakan soal setelah soal datang di sekolah jam 5 pagi. (Biasanya dilakukan oleh sekolah yang mutu pembelajarannya dibawah standart, ini merupakan teknik lama)
  2. Siswa mencari penjual kunci jawaban dengan membayar sejumlah uang dan menyebarkan ke teman-temannya (metode yang umum, lebih modern)


Jika kecurangan tersebut ketahuan oleh pengawas ruang atau tim Independen akan bermuara pada kepala sekolah penyelenggara, masuk laporan dinas pendidikan kabupaten/kota, nah disinilah akan berperan pemerintah daerah setempat untuk menindaklanjuti permasalahan atau berhenti sampai disitu dan cukup diselesaikan secara intern. Kecurangan satu ruang ujian akan dianggap sebagai kecurangan satu rayon dan jika tidak di selesaikan secara intern dianggap ujian nasional gagal, segala cara akan di tempuh dengan lobi lobi seperti yang terjadi di gedung dewan.....

Ketakutan siswa terhadap ujian nasional sebenarnya tidak perlu terjadi, ambil contoh tetangga saya tadi. Sebenarnya untuk dapat lulus siswa SMA sederajat cukup mengerjakan 10 nomor soal dengan benar sudah di pastikan lulus walaupun nilai UAN hanya 20, karena masih ada nilai sekolah. Nah disini sekolah yang tidak ingin siswanya tidak lulus sudah di atur sedemikian rupa berkaitan dengan nilai sekolahnya sejak dia kelas 10, sehingga ketika di kalkulasi dengan nilai ujian nasional yang hanya 20, dia masih dapat nilai minimal 4,00.  Dengan asumsi selama siswa bisa mengisi identitas siswa dapat dipastikan lulus, karena untuk benar 10 nomor sangat mungkin di penuhi oleh siswa, jika benar-benar tidak mampu cukup menjawab satu option saja (dijawab A misalnya) sebanyak 50 nomor siswa diperkirakan benar 10. Nah kecurangan semacam ini lah yang aman, akan tetapi tidak banyak siswa yang tahu, sehingga rela menempuh kecurangan sendiri.

Jika ada yang mengatakan tidak hanya Ujian Nasional penentu kelulusan siswa, karena masih ada ujian sekolah, merupakan kebohongan belaka, karena sampai saat ini belum ada siswa yang lulus ujian nasional dan ujian sekolah tidak lulus. Tidak ada sekolah yang berani bunuh diri dengan tidak meluluskan siswanya dengan nilai ujian sekolah yang di bawah standart.

Belum di tingkat struktural, Kepala dinas pendidikan kabupaten/kota yang di daerahnya ada siswa yang tidak lulus akan di anggap gagal dalam melaksanakan tugasnya oleh dinas pendidikan provinsi, demikian juga selanjutnya. Dengan demikian sekolah akan mendapat tekanan untuk dapat meluluskan siswanya bagaimanapun caranya.

Jika muara dari sistem pembelajaran di sekolah adalah Ujian Nasional, kebohongan-kebohongan di dunia pendidikan akankah masih dipertahankan demi menyelamatkan siswa dari ancaman Tidak Lulus?.. Belum lagi ketika nilai ujian nasional tinggi entah didapat dari kejujurannya sendiri atau tidak bisa menjamin masuk PT yang didambakan?.. Kekhawatiran saya adalah ketika siswa dengan nilai tinggi (dari hasil curang) masuk perguruan tinggi negeri ternama, bisakah nanti dia keluar dengan membawa Ijazah, ataukah predikat DO yang harus di bawa?..

Lebih jauh lagi ketika nanti di kemudian hari menjadi pemimpin bangsa, menjadi wakil rakyat, menjadi tokoh masyarakat, atau figur yang diidolakan, masihkah budaya curang tetap meraka pertahankan?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline