Lihat ke Halaman Asli

Wakhyuning Ngarsih

Pemerhati Budaya

Penghargaan terhadap Perempuan Telah Ada Sejak Peradaban Kuno

Diperbarui: 5 Januari 2022   14:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Perempuan adalah sosok yang penuh inspirasi. Pembahasan tentangnya tak lekang oleh waktu. Terlebih apabila dikaitkan dengan kedudukan dan peranannya pada berbagai ranah kehidupan, baik yang menyangkut ranah domestik maupun publik. Tidak hanya masa kini, pada masa lalu pun kedudukan dan peran perempuan telah banyak diungkap melalui tinggalan-tinggalan arkeologis yang tercermin pada arca megalitik, relief pada candi hingga figurin terakota.

Data artefaktual berupa relief candi dan figurin terakota lebih banyak menggambarkan manusia. Sementara itu, arca pada umumnya lebih banyak menggambarkan dewa-dewi, termasuk arca perwujudan yang pada umumnya memiliki ciri-ciri yang lebih memperlihatkan aspek kedewataan daripada manusia. Pada budaya megalitik, perempuan kerap divisualisasikan sebagai pelindung anak. 

Pada masa kemudian, visualisasi sosok perempuan pun semakin beragam. Penggambaran tokoh perempuan pada masa Hindu-Buddha sebagai sosok pelindung anak tampak dari relief Dewi Hariti di Candi Mendut yang dibangun pada masa Mataram Kuno abad ke-9 M. Pada masa yang lebih muda, yaitu masa Majapahit yang berlangsung pada abad ke-14-15 M, penggambaran perempuan dalam berbagai tinggalan arkeologi mulai banyak dijumpai. 

Seperti di Pendopo Teras II gugusan Candi Panataran serta Candi Surawana terdapat relief perempuan manusia biasa yang dikenal sebagai Sri Tanjung. Digambarkan bahwa Sri Tanjung sebelum kematiannya tampak disanggul rapi, namun setelah berwujud arwah yang menyeberang ke alam kematian sambil menaiki lumba-lumba, Sri Tanjung digambarkan dengan rambut terurai. Sedangkan pada Candi Tegawangi terdapat penggambaran kisah Sudhamala yang memperlihatkan tokoh Dewi Durga atau Ra Nini.

Dilihat dari penggambaran pada relief-relief candi tersebut, perempuan pada masa Jawa Kuno, terutama zaman Majapahit telah memiliki beragam kedudukan dan peran. Tidak hanya berperan dalam kehidupan domestik saja, tetapi juga memasuki ranah publik. Kebanyakan perempuan memang berperan sebagai ibu rumah tangga di pedesaan, tetapi ada juga yang menjadi pedagang, pelayan di kalangan kaum bangsawan, menjadi penguasa tertinggi kerajaan, bahkan menjadi pemuka keagamaan (pendeta perempuan).

Secara keseluruhan, dapat diketahui bahwa penghargaan kepada kaum perempuan telah berlangsung lama. Mulai dari peradaban kuno hingga terus berlanjut dalam periode kerajaan-kerajaan Islam Nusantara, jadi jauh sebelum negara Republik Indonesia itu berdiri. Kedudukan dan peran perempuan Nusantara telah maju dalam kebudayaan sejak masa silam, dan hal itu merupakan salah satu jatidiri bangsa ini. Oleh karenanya patut dipelihara bersama-sama. Meskipun kini bentuknya berbeda, namun tetap saja menghargai perempuan sama halnya dengan memelihara jatidiri bangsa Indonesia. (WN)

Referensi:
Munandar, Agus Aris. 2015. ‘’Kedudukan dan Peran Perempuan Dalam Masa Jawa Kuno: Era Majapahit’’. Dalam Jumantara Vol.6 No.1 Tahun 2015.
Nastiti, Titi Surti. 2016. Perempuan Jawa: Kedudukan dan Peranannya dalam Masyarakat Abad VIII-XV. Bandung: Dunia Pustaka Jaya.
Winaya, Atina dan Agus Aris Munandar. 2021. ‘’Ancient Javanese Women during the Majapahit period (14th–15th centuries CE): An Iconographic Study based on the Temple Reliefs’’. In Spafa Journal, https://doi.org/10.26721/spafajournal.2021.v5.658.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline