Lihat ke Halaman Asli

Panjat Tebing, Antara Petualangan dan Olah Raga

Diperbarui: 25 Juni 2015   03:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bayangkan saat kita mendaki gunung tiba-tiba dihadapkan pada medan batu tebing terjal. Mengandalkan kekuatan kaki saja rasanya mustahil. Untuk melintasinya dibutuhkan tali temali dan peralatan panjat tebing. Setelah peralatan itu terkumpul, lalu, apa yang harus dilakukan?

Strategi pertama adalah menentukan satu alur lintasan memanjat sebagai jalur tali, mulai dari kaki tebing sampai ke puncaknya. Alur lintasan panjat itu kemudian dibagi menjadi beberapa bagian yang panjang setiap bagiannya kira-kira satu tali pengaman (40-50 meter). Bagian-bagian lintasan itu, yang biasanya disebut “pitch”, sambung-menyambung dari kaki sampai ke puncak tebing. Diantara bagian-bagian lintasan itu dibuat titik transit dengan anchor (penambat) yang dipasang/disisipkan ke celah tebing. Pendakian selanjutnya akan dilakukan dengan cara memanjat tebing. Panjat tebing itu dilakukan secara bertahap, pitch demi pitch sampai ke puncak tebing.

Panjat TebingSinglepitchdanMultipitch

Panjat Tebing Multipitch atauMultipitch climbing digunakan pada tebing-tebing berketinggian lebih dari panjang satu tali pengaman atau lebih dari 50 meter. Multipitch climbing biasanya dilakukan pada dinding tebing alami besar atau big wall, yang memakan waktu pemanjatan lebih dari satu hari. Pada tebing model ini, lintasan panjat dibagi dalam beberapa bagian lintasan. Dalam multipitch climbing, anggota pemanjatan biasanya berjumlah minimal dua orang, yaitu leader dan belayer. Masing-masing secara bergantian melakukan perintisan (leading) dan penambatan (belaying).

Sebaliknya, jalur singlepitch climbing tidak lebih panjang dari satu tali pengaman, atau tidak lebih dari 50 meter. Pemanjatan jenis ini umumnya dilakukan pada tebing-tebing rendah dan menggunakan teknik free climbing atau panjat bebas.

Panjat Tebing ArtificialdanFree

Berdasarkan peralatan yang digunakannya, teknik pemanjatan tebing dibagi dalam artificial climbing dan free climbing. Dalam artificial climbing, peralatan panjat tebing mempunyai dua fungsi, yaitu untuk mengamankan pemanjatan dan membantu menambah ketinggian. Jika seorang pemanjat mengalami kesulitan karena misalnya jalur panjat yang buntu, maka pemanjat dapat menggunakan tangga tali atau etrier, sebagai alat bantu untuk menambah ketinggian. Dalam artificial climbing hal tersebut sah-sah saja, karena tujuan utama pemanjatan adalah mencapai puncak tebing dengan segala macam cara. Artificial climbing biasanya digunakan pada pemanjatan petualangan atau adventure climbing di tebing-tebing alami besar.

Beda halnya dengan artificial climbing, dalam free climbing peralatan panjat digunakan hanya sebatas alat pengamanan – sebagai antisipasi jika pemanjat jatuh. Dalam free climbing, haram hukumnya menggunakan peralatan panjat untuk menambah ketinggian, misalnya menggunakan tangga tali tadi. Free climbing biasanya digunakan pada pemanjatan yang sifatnya olah raga atau sport climbing.

Taktik Himalayan dan Alpine

Untuk pemanjatan jenis multipitch climbing, terdapat dua strategi yang dapat digunakan, yaitu himalayan dan alpine. Sesuai namanya, istilah-istilah itu diambil dari nama dua pegunungan besar di dunia, Himalaya di Asia dan Alpen di Eropa. Mendaki kedua pegunungan itu mempunyai cara-cara yang yang berbeda. Mendaki pegunungan Alpen dapat dilakukan dengan sekali jalan, yaitu menyusuri punggung gunung langsung ke puncaknya dan turun kembali. Kalau kemalaman di jalan, menginap di sepanjang rute dengan bivak atau tenda, adalah satu-satunya cara melewati malam. Sementara mendaki pegunungan Himalaya lebih rumit dan strategis. Ketinggian gunung-gunung di Himalaya rata-rata 6.000 sampai 8.000 meter diatas permukaan laut (mdpl). Mendaki gunung-gunung itu, dilakukan tidak secara langsung tapi bertahap. Dalam teknik tersebut, tim pendaki akan selalu terhubung dikontrol oleh kemah induk atau base camp.

Kedua strategi pendakian itu kemudian diadopsi dalam panjat tebing. Dalam strategi alpine, pemanjatan dilakukan dengan sekali jalan, dari kaki tebing melintasi pitch demi pitch langsung ke puncak tebing, lalu turun kembali. Dalam taktik himalayan pemanjatan dilakukan secara bertahap, di mana setiap pitch masing-masing terhubung dengan tali tetap atau fixed rope, sampai ke base camp di dasar tebing. Dengan teknik ini, pemanjat yang telah mencapai ketinggian tertentu, akan selalu terhubung ke dasar tebing dengan fixed rope. Selain itu fixed rope dapat juga digunakan untuk naik turun sebagai lalu lintas perbekalan, atau bisa juga digunakan sebagai jalan turun untuk melakukan evakuasi kecelakaan. Perbedaan utama antara strategi alpinedan himalayanadalah dalam himalayan pemanjat selalu terhubung ke dasar tebing dengan fixed rope, dan sebaliknya dengan pemanjatan dengan menggunakan taktik alpine.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline