Lihat ke Halaman Asli

Pak Suka

Jurnalis

Meningkatkan Ketahanan Budaya dan Kearifan Nusantara

Diperbarui: 5 September 2024   06:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Forum diskusi Meningkatkan Ketahanan Budaya dan Kearifan Nusantara,  hari Minggu, 1 September 2024/dokpri

Membaca hasil forum diskusi yang mengangkat tema Meningkatkan Ketahanan Budaya dan Kearifan Nusantara, yang telah diselengarakan pada hari Minggu, 1 September 2024, dari jam 1300 -- 1700, oleh  Masyarakat Pecinta Warisan Medang ( Medang Heritage Society, MHS) bekerja sama dengan Padepokan Ki Soemarsono Noto Widjoyo di pendapa  Dalem Noto Widjayan, di Jalan Grogol 89, Dinginan, Sumberharjo, Prambanan, Sleman, pantas untuk mendapatkan apresiasi dari semua pihak, sebagai bangsa negara yang berbudaya.

Diskusi dipimpin oleh Ki Dr. Budiono Santoso Setradjaja dan Bapak Novo Indarto dari MHS selaku moderator dan Ki Soemarsono Noto Widjojo selaku narasumber dan diikuti secara aktif oleh tiga puluh lima (35) peserta  pecinta budaya dan kearifan Nusantara yang mewakili komunitas masing-masing, termasuk MHS, komunitas Surya Budaya Nusantara, Rumah Sakit Soeradji Tirtonegoro, Keluarga Alumni Gadjah Mada (KAGAMA), Bursa Kerja Khusus (BKK) Solo dan lain-lain.

Forum diskusi ditujukan untuk membahas ketahanan budaya dan kearifan Nusantara meliputi  pengertiannya, permasalahan yang dihadapi dan beberapa contoh kasusnya, dampak menurunnya ketahanan budaya dan kearifan Nusantara, ruang lingkup dan langkah-langkah strategi peningkatan ketahanan budaya dan kearifan Nusantara, dan mempelajari kemungkinan  apakah diperlukan semacam aliansi nasional untuk mengaktifkan serta  tindak lanjut aksi nyata untuk meningkatkan ketahanan budaya dan ketahanan Nusantara.

Diskusi menghasilkan Sembilan (9) pokok penting dari forum, yaitu;

1. Semua peserta menyapakati adanya keadaan darurat dalam ketahanan budaya dan kearifan Nusantara, dimana diperluan langkah-langkah nyata untuk melawan dengan tegas pernyataan-pernyataan yang berkembang di masyarakat yang menyudutkan Budaya dan Kearifan Nusantara.

2. Budaya dan kearifan Jawa sudah berkembang semenjak beberapa abad sebelum Masehi dan mencapai  puncak dalam era Medang di abad ke delapan, yang merupakan titik awal kebangkitan teknologi dan ilmu pengetahuan Nusantara dengan dibangunnya ratusan bangunan candi, dimana candi Bhumisambharabuddhara (candi Borobudur) dan candi Syiwa Graha kemudian diakui sebagai Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO pada tahun 1991.

3. Diperlukan upaya penyuluhan dan langkah nyata yang konsisten untuk meningkatkan pemahaman generasi kini dan rasa percaya diri bahwa nenek moyang mereka adalah bangsa yang berdisiplin tinggi, telah  menguasai teknologi dan ilmu pengetahuan pada jamannya dengan karya peninggalan nyata yang masih bertahan ribuan tahun sampai sekarang.

4. Diperlukan suatu formulasi yang jelas mengenai ciri-ciri manusia Jawa, yang bisa menjadi pedoman hidup untuk generasi kini. Hanya bangsa yang mampu mempertahankan budaya dan kearifan lokalnya, yang mampu bersaing dan bertahan di dunia global secara teknologi maupun ekonomi, sebagai contoh adalah Jepang, China dan Korea. Ketiga negara ini dapat dijadikan sebagai pembanding atau tolok ukur pembangunan kebangsaan dari Asia.

5. Belum dicapai kesepakatan dalam diskusi yang dimaksud Ketahanan Budaya dan Kearifan Nusantara ataukah mulai dulu dengan Ketahanan Budaya dan Kearifan Lokal Jawa. Juga belum dicapai kesepakatan diperlukannya Aliansi Ketahanan Budaya dan Kearifan Nusantara, yang dapat mempercepat gerakan Ketahanan Budaya dan Kearifan. Peserta menyepakati untuk memperkuat Ketahanan Budaya dan Kearifan Jawa di tingkat lokal dulu atau pedesaan yang kemudian bisa dikembangkan di lokalitas lain atau di tingkat nasional dan menjadi cerita keberhasilan (success story) di dunia global.

6. Di mana memungkinkan  akan mengusulkan untuk mengangkat kembali tradisi yang hilang, seperti ditiadakannya acara pertunjukan wayang kulit dan gamelan pada acara-acara penting kenegaraan di berbagai tingkat mulai dari tingkat nasional, sub-nasional dan lokal. Selama sepuluh (10) tahun terakhir pertunjukan wayang kulit dan gamelan sudah ditiadakan dari Istana Negara. Kembalinya pertunjukan tersebut dalam versi yang sesuai dengan keadaan kini, akan memberikan dampak pada kegiatan budaya, sumberdaya manusia budaya dan ekonomi. Diperlukan suatu usulan kongkrit ke pimpinan nasional.

7. Banyak tokoh pemenang (champions) budaya di masyarakat yang dengan sumberdaya mandiri, berhasil menggerakkan kegiatan budaya asli Jawa, seperti pemakaian pakaian adat Jawa, cara berhias ( ngudisarira), berbicara bahasa Jawa, penulisan buku berbahasa Jawa dalam bentuk novel atau geguritan,  kegiatan kuliner Jawa klasik dan sebagainya. Namun jasa-jasa mereka sering tidak nampak dan hilang dalam hiruk-pikuk dan komunikasi masa kini. Jasa-jasa mereka perlu diakui, dan forum sepakat untuk mengidentifikasi para pemenang ini secara obyektif dan memberikan penghargaan. Tidak banyak waktu tersisa, tahun 2025 kegiatan ini harus sudah dimulai.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline