Lihat ke Halaman Asli

Naufal AnggaraksaSatya

Mahasiswa aktif Universitas Pendidikan Indonesia - Prodi Film dan Televisi

Meningkatkan Kualitas Pendidikan Nasional di Ranah Seni dengan "Studio Film Rekayasa"

Diperbarui: 27 Maret 2023   00:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Belakangan ini, kualitas perfilman Indonesia mengalami peningkatan yang cukup nampak dari beberapa aspek. Hal ini dapat dibuktikan dengan tayangan - tayangan film layar lebar karya anak bangsa yang semakin memperhatikan detail visual, audio, dan teknis - teknis lainnya yang mendukung terwujudnya kerapihan serta keindahan dari sebuah karya. Tentunya, ini adalah sebuah kabar baik bagi perkembangan ekosistem film negara kita, dan membuka peluang yang besar bagi para pendatang baru yang ingin mempelajari proses produksi karya film secara lebih mendalam.

Hal tersebut dapat membawa secercah harapan bagi jalannya pendidikan bangsa kita. Semakin banyak terciptanya SDM yang berkualitas dalam ranah produksi film, maka secara otomatis semakin meningkat pula grafik jumlah masyarakat yang mampu menempuh pendidikan layak, khususnya dalam bidang kesenian dan budaya.

Namun sayang, tak begitu banyak fasilitas yang disediakan oleh pihak swasta maupun negara yang mampu mendukung kemajuan - kemajuan tersebut. Padahal, jika kemajuan yang terjadi dapat didukung oleh fasilitas publik yang memadai, maka yang akan terjadi adalah kemajuan itu akan terjadi secara lebih cepat, yang berarti akan lebih banyak lagi SDM berkualitas dan terdidik yang tercipta dalam kurun waktu tertentu.

Film adalah bagian dari karya seni, dan seni masih menjadi hal yang dipandang sebelah mata oleh masyarakat kita sendiri. Seringkali, pihak pemerintah maupun para pengusaha / pemegang saham / kaum kapital terlalu memfokuskan prioritasnya kepada fasilitas yang tak begitu mempunyai tingkat urgensi yang tinggi, seperti peningkatan fasilitas taman, pembangunan spot selfie, perombakan tata artistik jembatan penyebrangan, dan lain sebagainya. 

Memang benar bahwasanya hal - hal yang telah disebutkan di atas akan membawa dampak positif bagi perkembangan daerah, dan pasti berpengaruh juga kepada penilaian masyarakat terhadap kinerja pemerintah. Tetapi, seharusnya pembangunan itu dilakukan secara merata, secara fundamental. Bukan hanya terhadap hal - hal yang sebatas memperkuat “branding” dari sebuah daerah. Oleh karena itu, pembangunan bagi ranah kesenian (dalam hal ini, perfilman), perlu ditingkatkan lagi, karena ranah tersebut juga masih termasuk aspek yang ada sangkut pautnya dengan pendidikan.

Selain fasilitas yang kurang memadai, permasalahan yang dihadapi dalam pembuatan film adalah masalah perizinan dari warga sekitar. Banyak warga yang masih merasa bahwa produksi film itu mengganggu wilayah  mereka, menciptakan kebisingan yang berakhir pada ketidaktertiban kondisi lingkungan sekitar, dan pada akhirnya tim produksi film harus memberikan “uang pelicin” bagi warga setempat agar bersedia untuk merestui dilaksanakannya kegiatan produksi.

Padahal, kegiatan shooting tak sampai dilakukan lebih dari setiap tahun, dan pastinya itu pun tidak ada sangkut pautnya dengan privasi warga sekitar. Semuanya berjalan beriring dan terstruktur, dan pastinya telah dirundingkan terebih dahulu sebelumnya oleh para kru. Andaikata ada barang yang berpindah posisi pun pada akhirnya akan kembali dipindahkan ke tempat semua, saat melakukan kegiatan “beres - beres”.

Secara tidak langsung, ini dapat menjadi bukti bahwa profesi dan bidang kesenian masih dipandang sebelah mata oleh khalayak umum. Masih banyak warga yang memerlukan edukasi dan sosialisasi lebih mengenai seni, termasuk di dalamnya edukasi mengenai seni rupa yang kemudian menjadi akar utama dari sebuah karya film. Tanpa memahami bahwa film adalah buah dari karya seni yang mengandung nilai apresiasi di dalamnya, sejauh apapun usaha akan sia - sia bagi mereka yang tak memahaminya.

Maka dari itulah kami menawarkan sebuah produk inovasi yang bernama “Studio Film Rekayasa”. Inovasi ini berangkat dari kesulitan dan juga problematika dalam mengurus perizinan set lokasi film, yang secara langsung berkaitan dengan kurangnya fasilitas publik bagi produksi film dan juga lingkungan yang mendukung untuk mewadahi berjalannya penciptaan sebuah karya.

Studio Film Rekayasa adalah bentuk dari produk inovasi yang berupa sebuah bangunan studio film, yang interiornya dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan produksi. Dengan adanya studio ini, tim produksi dapat memilih bagaimana latar yang seharusnya digunakan, benda - benda apa yang seharusnya ada dan tidak ada di dalam set, serta suasana adegan yang diinginkan.

Gedungnya terdiri dari dua lantai, dan di setiap lantainya terdapat ruang yang merupakan studio yang dapat diubah sedemikian rupa, sehingga sesuai dengan target dari adegan yang ada. Modifikasi dilakukan dengan cara membongkar dan memasang dinding studio. Hal tersebut mampu dilakukan oleh pengguna dikarenakan setiap sisi dari dinding tersebut merupakan tembok yang dapat dilepas dan dipindahkan, seperti layaknya mainan balok terkenal, LEGO. Terdapat pula fasilitas yang dapat digunakan pengguna untuk mendukung keperluan tambahan bagi penciptaan karya, seperti adanya green screen, bisa dipakai untuk karya - karya yang memerlukan efek visual khusus. Selain itu, ada juga ruang yang dapat digunakan untuk memfasilitasi kebutuhan fundamental kru.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline