Lihat ke Halaman Asli

Kacang Mete Kesukaan Ibu

Diperbarui: 21 April 2023   23:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pic source: dok. pribadi

Tatkala aku menuliskan ini, alhamdulillah, aku sudah berada di rumah. Ya, aku baru saja melakukan perjalanan mudik yang panjang. Huhuu, mungkin aku berlebihan. Namun biarlah. Cuma aku yang merasakan. Betapa menguras energinya, kala melakukan perjalanan dari Bukittinggi ke Malang. Seharian, dengan berganti moda transportasi sebanyak lima kali.

Tak apa. Aku yakin, ada berjuta hikmah yang akan aku peroleh dari kisah ini. Setidaknya, aku punya cerita. Cerita dan aneka pengalaman, kala harus menjalani kehidupan mencari nafkah di bumi Sumatera.

Aku sudah berada di rumah. Rumah masa kecilku. Sayup-sayup kudengar, gema takbir memenuhi ruang-ruang angkasa. Besok (22 April) adalah hari raya Idul Fitri. Alhamdulillah, aku masih bisa bersua dengan Lebaran. Berlebaran dengan kedua orangtua, dan segenap keluarga besar.

Seperti biasa, ibuku sudah mempunyai aneka kue lebaran jauh-jauh hari. Tetapi jangan salah sangka. Tidak ada yang buatan sendiri, hahaa. Semua kue adalah buatan orang lain. Ada yang membeli kepada rekan-rekannya. Ada pula pemberian dari orang lain. Alhamdulillah. Apapun harus disyukuri.

Namun ada satu yang tidak pernah absen dari meja tamu rumahku. Ibu tidak pernah luput untuk menyuguhkan kacang mete. Barangkali sebagian kalian ada yang menyebutnya "mente". Kupikir, mete atau mente sama saja. Ya pokoknya kacang itulah. Kacang yang biasanya diolah bersama cokelat atau makanan lainnya.

Aku pernah bertanya kepada ibuku. Kenapa beliau selalu menghadirkan kacang mete kala Lebaran. Jujur, tidak ada alasan khususnya baginya. Hanya senang saja. Baiklah. Akupun senang-senang saja, karena aku juga doyan dengan kacang mete.

Jadilah kacang mete menjadi kue yang tidak pernah absen di meja rumahku. Berbicara soal cemilan ini, aku akan berhati-hati. Ya, meski dihidangkan di meja tamu, namun aku tidak serta-merta boleh dengan bebas untuk memakannya.

"Ini untuk tamu...?!" seru ibuku.

Ya, seperti kacang mete yang tidak pernah absen untuk bertengger di meja rumahku. Ibu juga tidak pernah absen untuk mengingatkanku. Bahwa kacang itu disediakan untuk tamu. Bukan untuk dimakan sendiri.

"Nanti kalau tamunya sudah habis, baru boleh makan," tukas ibuku lagi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline