Alhamdulillah, Idul Fitri sudah di depan mata. Itu tandanya, libur panjang akan segera dimulai. Aku bisa pulang sejenak, ke kampung halamanku di Malang. Kau tahu, yang kukangeni dari Malang adalah baksonya. Di setiap jengkal kota ini, akan dengan mudah kau temukan penjaja bakso. Sabaaaar..., tidak akan lama lagi aku akan bersua dengan bakso-bakso enak yang ada di Malang!
Jika Lebaran sudah akan menghampiri, maka bulan Ramadan pun akan segera pamit. Hikkss, sedih sih. Aku tak tahu, apakah tahun depan masih akan berjumpa dengan Ramadan lagi. Namun yang jelas, aku sudah berusaha yang terbaik, untuk menyemarakkan puasa Ramadan-ku tahun ini. Biar Allah yang menilai, seperti apa puasaku kali ini.
Karena menjelang Lebaran, maka rambutku yang sudah lumayan lebat ini harus dicukur. Yah, supaya rapi saja tatkala bertemu dengan seantero tetangga dan keluarga besar di Malang nanti. Terakhir kali aku memotong rambut, adalah Desember tahun lalu. Pantas sudah empat bulan, dan aku sudah mulai gerah merasakan rambutku.
Hari ini adalah hari pertama cuti bersama Lebaran. Besok, aku akan melakukan perjalanan mudik ke Malang. Untuk itu, aku meniatkan hari ini untuk mencukur rambut. Sebelum zuhur, aku sudah bersiap keluar rumah. Kulihat mendung sudah menggantung kuat di angkasa. Aku harus segera keluar. Kalau tidak ingin terjebak hujan nanti.
Aku berkeliling di sekitar kompleks rumahku. Yap, kudapati sebuah kios cukur rambut yang sedang kosong, alias tidak ada konsumen yang sedang dilayani oleh tukang cukur tersebut. Tanpa membuang waktu, aku segera duduk di depan cermin, dan bersiap untuk potong rambut. Tak lupa kusampaikan soal model rambut apa yang kuinginkan.
Ketika memutuskan untuk mencukur rambut kali ini, aku sudah mempersiapkan diri. Biasanya tukang cukur akan bertanya ngalor-ngidul. Ya, aku sadar bahwa itu adalah sebentuk keramahtamahan, yang coba ditunjukkan oleh mereka pada kita sebagai konsumennya. Namun bagiku yang introvert ini, kadang basa-basi itu sungguh mengganggu.
Apalagi, saat ini aku adalah seorang perantau. Aku yang orang Jawa, sedang berdomisili di sekitar Bukittinggi. Bukittinggi, sebuah kota di Sumatera Barat, yang pastinya didominasi oleh masyarakat Minang.
Seperti pengalaman bercukur hari ini. Tak lama setelah badanku diselubungi kain agar tidak terkena rambut yang berguguran, si tukang cukur mulai bertanya-tanya. Hadeehh. Si bapak mulai bertanya dimana aku tinggal. Berhubung kios cukur ini berada di pinggir jalan yang lalu lalang kendaraannya lumayan ramai, kadang suara si bapak tidak terdengar jelas.
"Yaa..., gimana, Pak?" tukasku kala pertanyaan si tukang cukur tidak tertangkap jelas olehku.
Bapak tukang cukur kembali mengutarakan pertanyaannya. Dan kujawab sekenanya. Seperti yang sudah kuduga sejak awal. Dia bertanya dengan logat Minang yang amat kental. Sempat juga ia bertanya menggunakan bahasa Minang. Mengingat aku sudah lebih empat tahun bekerja di Bukittinggi, aku sudah mulai mengerti sejumlah kosakata bahasa Minang yang biasa digunakan sehari-hari.