Lihat ke Halaman Asli

Perjalanan dan Ikhtiar (Part.1)

Diperbarui: 26 Juni 2015   07:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Alhamdulillah. Tanganku masih tergerak untuk menekan keyboard yang tertera huruf-huruf. Rasanya, sudah lama aku tak melakukan ritual ini. Ritual yang sungguh asyik harusnya. Yakni, memfokuskan diri untuk menulis. Ya, sudah lama memang. Setidaknya untuk 2011 ini. Mulai awal tahun hingga detik ini pun, aku masih disibukkan dalam kaitan upaya untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Mencari kerja.

Namun, rupanya aku tak boleh melupakan waktu untuk menulis. Saat ini, aku harus memaksa diri, tenggelam diantara belantara ingatan. Dan mengabadikan segala pengalaman yang bisa diabadikan. Tujuannya cuma satu. Kelak, aku berharap, agar anakku tahu, kalau ayahnya bisa meninggalkan sesuatu, yang nilainya lebih dari sekadar harta. Semoga.

Perjalanan hidup memang misteri. Tak ada yang tahu, apa yang hendak terjadi selanjutnya. Ini, adalah hak prerogatif dari Sang Maha Memutuskan. Tiba-tiba, aku teringat dengan kisah legenda, sekaligus fenomenal. Dongeng antah-berantah, dengan tokoh utama bernama Fahri. Tentu kau sudah bisa menebak. Kisah ayat-ayat cinta, karangan Habiburrahman El Shirazy.

Fahri dicintai setidaknya oleh 4 wanita. Namun, ia harus memilih. Dan Fahri memilih 2 diantaranya. Bagiku, dongeng Fahri ini sangat membekas. Bukan karena “keistimewaan”-nya, sehingga dikelilingi wanita-wanita cantik dan kaya. Tapi perjalanan hidupnya di negeri bekas Husni Mobarak, Mesir.

Begitu cepat nasib kita berubah.

Ya. Hidup seperti roda yang berputar. Hmm.... kalimat yang kusebut terakhir, amatlah klise. Tapi.... aku benar-benar merasakannya sekarang. Memang seolah roda yang menggelinding. Aku tak tahu, roda ini akan berjalan kemana, karena hanya sang kusir yang mengetahui. Serta, namanya saja roda. Pasti bulat. Bundar. Kadang bisa berada diatas, tetapi.... ada saatnya akan berada dibawah.

Bagi orang awam dan konvensional sepertiku, lulus kuliah adalah sebuah kebanggaan. Beruntung, aku termasuk sedikit pemuda di Indonesia, yang bisa mengenyam pendidikan hingga setidaknya sarjana. Padahal, begitu banyak pemuda seusiaku, yang sebenarnya juga ingin merasakan bangku kuliah. Tapi nyatanya, mereka hanya berkutat di dunia, yang mungkin tak sebelah matapun akan kita lihat.

Menjadi loper koran, pedagang kaki lima, kernet atau sopir angkot atau kopaja, kuli murah di Malaysia atau Bahrain, bahkan hanya luntang-lantung... keluar masuk gang Dolly.

Aku. Pemuda tanggung berumur 20 tahunan. Lulus kuliah medio Agustus 2010. Wisuda akhir Oktober 2010. Kemudian..... ya mencari pekerjaan, sembari terus memupuk semangat, kelak, tulisanku bisa dibaca oleh jutaan orang di luar sana. Entahlah. Apa aku bisa menggapai ambisi ini.

Iklan lowongan kerja tak pernah luput dari perhatianku. Tak terhitung, berapa ratus jam aku tenggelam dalam lautan lowongan kerja. Lowongan di koran. Di situs-situs internet. Juga job placement center di mantan kampus. Fuiiihhhh,,,,, kalau boleh mengeluh: sungguh capek mencari kerja!!!!!!!

Bukannya aku tak berusaha. Namun rupanya, tahun 2010 yang hanya menyisakan 2 bulan terakhir sejak aku diwisuda, bukanlah waktu yang tepat bagiku untuk bekerja.

Melamar via kantor pos. Lewat email. Lewat facebook. Bahkan mengikuti jobfair. Tapi rezekiku belum datang di tahun 2010 lalu. Ketika pergantian tahun hijriah maupun tahun konvensional, dari 2010 ke 2011, harapanku cuma satu. Agar aku dibukakan pintu rahmat, kenikmatan berupa pekerjaan yang terbaik untukku. Amin.

***

2011. Tahun harapan.... dan kejutan. Kakak kandungku satu-satunya, sedang menikmati libur tahun barunya di rumah. Dia, salah satu orang yang menginspirasi dan kerap memotivasiku. Saudara seayah seibu satu-satunya, dan dia telah mapan. Perusahaan kontraktor milik salah satu orang yang pernah berkuasa di negeri ini, yang bertempat di Bogor, bersedia mengambilnya sebagai karyawan.

Sedangkan aku???

Belum turun rezekinya. Itu yang selalu didengungkan oleh orang-orang yang berusaha berempati terhadapku. Ok!!!

Seorang teman, pernah berkata padaku.

Hijrah, Jo. Hijrah.

Hijrah. Pindah. Ya, seperti yang dilakukan Nabi Muhammad dan pengikutnya, atas petunjuk dari Allah. Hijrah memang harus dilakukan, untuk menuju keadaan yang lebih baik.

Aku tak boleh terbuai dengan kenyamanan di Malang. Aku harus keluar dari Malang. Mungkin itu maksudnya. Baik. Dengan segala tekad dan niat yang kuat, di awal 2011, aku mencoba mengikuti jobfair di Surabaya.

Kuakui, jobfair ini kurang berhasil. Nyatanya, tak ada satupun pekerjaan yang berhasil kujaring dari ikhtiar kali ini. Paling mentok, wawancara tahap akhir. Dan aku harus mengakui kelebihan orang lain. Dimana mereka yang akhirnya diterima kerja. Sementara aku, tetap menunggu di pojokan. Menunggu sesuatu yang tak pernah pasti.

Jalan lain harus ditempuh. Sampailah pada lowongan kerja yang diadakan sebuah bumn. Bumn yang mempunyai slogan: mengatasi masalah tanpa masalah. Belakangan kutahu, slogan ini sudah diganti menjadi: bersama kerabat menggapai cita.

Namanya saja bumn. Jadwal demi jadwal dalam proses rekrutmen pegawai baru, selalu terjadi tepat waktu. Di bulan Januari 2011, beberapa kali aku mengunjungi Surabaya untuk mengadu nasib. Berangkat subuh melalui terminal Arjosari, dan menumpang bus kota, mikrolet, atau taksi (untuk menghemat waktu), perlahan menjadi hal yang biasa, untuk menerobos rimba semi beton yang bernama Surabaya.

Total, hanya dalam Januari 2011 saja, aku bolak-balik sebanyak 7 kali Malang-Surabaya. Pertama, ketika aku mengikuti sebuah jobfair di jalan basuki rahmat tanggal 5. Kedua, mengikuti tes di sebuah perusahaan makanan terkenal, tanggal 7. Lalu secara berurutan sebanyak 3 kali, aku mengikuti tes di bumn yang kumaksudkan dimuka. Tepatnya pada tanggal 18, 22, dan 24.

Itupun masih ditambah perjalanan di tanggal 27, dimana aku mengikuti tes di its sukolilo. Plus di tanggal 28, dimana aku dipanggil interview final oleh perusahaan makanan, yang tes awalnya pada tanggal 7 lalu. Tetapi sayang, di tahap akhir ini, aku tereliminasi. Dari 6 orang tersisa, hanya 2 yang disodori kontrak.

***

Aku cuma ingin menjadikan tulisan kali ini, sebagai kenang-kenangan atas pengalaman yang kualami pada perjalananku yang ke-5 di bulan Januari itu. Yakni perjalanan di tanggal 24 januari 2011. Perjalanan yang menguras adrenalin.

Hari itu adalah senin. Namun karena sudah lama aku tak memiliki kegiatan rutin di pagi hari, aku salah strategi dalam menjalani tes di hari itu. Aku memang memperoleh jadwal tes kurang lebih jam 10.30 siang. Masih banyak waktu, gumamku dalam hati. Maka, dari Malang aku berangkat tak se-mruput sebelumnya. Seingatku, jam menunjukkan pukul 6.30 tatkala aku sudah berada di dalam bus yang penuh sesak.

Rupanya aku salah perhitungan. Dan akibatnya sungguh fatal!

Hari ini adalah senin. Bodohnya diriku. Malang-Surabaya tak akan pernah lancar lagi semenjak adanya luapan lumpur lapindo. Menjelang daerah Siring, dimana lumpur berada, macetnya jalan raya porong, bukan maiiiiinnnnnn!!!!!

Tak terhitung celetukan nyaris semua penumpang di dalam bus, yang intinya cuma satu: saya akan terlambat sampai kantor!

Sementara aku? Jujur, aku tak terlalu risau seperti penumpang lainnya. Karena jadwalku baru jam 10.30 nanti. Aku masih dalam taraf calon pegawai (aminnn!!!!!). Tak seperti lainnya yang sudah menjadi pegawai. Dan terlambat adalah bencana. Apalagi ini hari senin.

Tiba-tiba, bus antarkota yang kutumpangi, memutuskan untuk tidak melewati jalan raya porong, dimana nanti akan menembus ke tol Surabaya-Gempol. Tetapi berbelok ke arah kiri, di pertigaan Kejapanan. Kejapanan yang kemudian ngetop lantaran penyanyi lokalnya, Inul Daratista, bisa sukses di ibukota dengan kontroversial.

Intinya, bus tak ingin terjebak di dalam kemacetan di area lumpur porong. Kru bus lebih memilih jalur alternatif ke arah barat. Arah yang menurutku memutar cukup jauh dari jalan ketika kondisi normal. Sekaligus memakan waktu cukup banyak.

Di sinilah, kemudian aku tertular rasa waswas, seperti penumpang bus lainnya. Arloji telah menunjuk pukul 9. Dan aku masih berada di dalam bus, yang aku tak tahu kapan akan sampai ke terminal Bungurasih.

Bibir tak lagi dapat tersenyum simpul. Pandangan mata terus tertuju ke luar jendela bus. Sedikit-sedikit menyibak pergelangan jaket, dan melihat jarum jam di arloji.

Sial!!!! Di saat genting seperti ini, kenapa rasanya jarum ini seperti berlari??? Berputar begitu cepat, dan waktu telah menunjuk pukul 9.30, serta belum ada tanda-tanda terminal Bungur dekat di mata.

Uhh.... dadaku begitu sesak, mengingat jadwal tes yang tak sampai satu jam lagi. Padahal, perjalanan masih jauh, gerutuku dalam hati.

Sampai juga di terminal yang aslinya bernama Purabaya ini. Baiklah. Keputusan tepat, cermat, dan cepat, harus kuambil dalam jangka waktu semenit. Isi dompetpun harus turun tangan. Sejurus kemudian aku telah berada di dalam sebuah taksi yang mengantarku ke jalan mayjen sungkono.

Benar-benar perjuangan. Aku sampai tak pilih-pilih taksi. Taksi yang membawaku dari terminal Bungur ke tempat tes, adalah taksi yang super duper menyedihkan. Dia adalah taksi lama. Dengan mobil sedan keluaran tahun 80an. Dan yang tak akan pernah kulupakan, tak ada pendingin udara di dalam taksi ini?!! Entah pak sopir lupa menyalakan AC, atau memang rusak dan tak perlu diharapkan.

Yang jelas, aku tak lagi memedulikan betapa derasnya keringat yang mengucur di sekujur tubuh, ketika di dalam taksi, yang lebih mirip oven ini. Tujuanku cuma satu. Tak datang terlambat di tempat tes.

Alhamdulillah.... meski selembar 50 ribu harus melayang ke taksi kenangan ini, namun aku datang dengan selamat di tempat tes. Yang lebih menggembirakan, dari tes yang kujalani ini, aku berhasil lolos. Meski pada akhirnya, bukan bumn ini jodohku. Mungkin jodohku di kesempatan mendatang. Who knows.....???

To be continued.........

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline