Lihat ke Halaman Asli

Konversi Gas LPG 3kg JK Sebagai Wapres Penuh Kecurangan

Diperbarui: 18 Juni 2015   09:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14035971481502994783

Hampir di semua rumah tangga, sekarang menggunakan gas LPG untuk memasak. Minyak tanah sudah jarang kita temui. Kebijakan konversi dari minyak tanah ke tabung LPG ini dimulai tahun 2006 yang dikomandoi oleh Wapres Jusuf Kalla. Saat itu harga minyak mentah dunia sudah mencapai USD 147/barel. Subsidi Minyak membengkak sampai Rp.25 triliun.


Sejak dilakukan konversi tersebut, kebutuhan akan LPG semakin lama semakin meningkat. Tahun 2013 kebutuhannya sudah mencapai sekitar 5 juta ton sebagai bahan bakar industri, perhotelan, rumah sakit, apartemen, restoran, pedagang kaki lima, dan rumah tangga. Sebenarnya menggunakan LPG lebih menguntungkan, walaupun sebenarnya selisih untungnya relatif kecil saja. Sementara harga LPG meningkat terus. Saat ini kebutuhan LPG 5 juta ton pertahun, produksi LPG dalam negeri hanya 2 juta ton per tahun, 3 juta ton harus impor.


Investasi untuk tabung LPG ini tidak sedikit. Pemerintah harus menyediakan paling tidak 140 juta tabung berikut aksesorisnya, membangun infrastruktur seperti terminal penampung, kapal penampung LPG beserta depo nya. Di berbagai negara, LPG sering digunakan untuk bahan baku petrokimia, plastik, nilon tekstil, cat, dll. Menurut saya, seharusnya pemerintah melakukan konversi energi dari minyak tanah ke gas alam, yang jauh lebih murah, ketimbang menggunakan LPG.


Jika pemerintah memilih untuk menggunakan gas alam, Pertamina dan PGN harus membangun infrastruktur gas untuk pendistribusian ke rumah tangga, perhotelan, kawasan industri, dsb. Pemerintah tidak perlu memberi subsidi untuk LPG lagi. Gas alam itu jauh lebih murah dari LPG dan ketersediaannya berlimpah di negeri ini.


Kebijakan pengelolaan migas oleh Pemerintah dinilai sebagian kalangan sebagai kebiijakan yang salah kaprah. Indonesia yang kaya akan gas alam, tapi tidak bisa memaksimalkan kekayaannya untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyatnya.


Peran Jusuf Kalla


Saat menjadi Wakil Presiden periode 2004 – 2009, Jusuf Kalla dijuluki sebagai “The Real President” dikarenakan sangat dominannya mendorong dan menguasai perekonomian Negara dan Proyek – proyek infrastruktur serta migas. JK memulainya dengan membuat Perusahaan bernama Bukaka Group, Kalla Group untuk menaungi bisnisnya saat pembukaan tender-tender besar pemerintah. Kemudian di tahun 2006 ia mengusulkan ide tentang konversi minyak tanah ke gas LPG. Proyek tersebut dinilai berhasil, namun sedikit orang yang mengetahui bahwa yang memproduksi gas-gas yang bermasalah tersebut (rawan meledak) merupakan produksi yang berhasil diambil alih oleh perusahaan-perusahaan Jusuf Kalla yaitu Bukaka Group dan Kalla Group. Hal tersebut membuat proyek ini rawan akan tindak korupsi karena Jusuf Kalla berperan dalam pengambil keputusan siapa yang akan memproduksi gas LPG tersebut. Sungguh cerdik bukan?

Sebelumnya, anak perusahaan milik Jusuf Kalla, yaitu PT Bukaka Teknik Utama memperoleh proyek transmisi listrik sebesar 500 kilovolt bernilai USD 200juta yang terdiri dari jaringan transmisi Lot I dari Klaten ke Rawalo (Jawa Tengah), dan Lot II dari Rawalo ke Tasikmalaya (Jawa Tengah) melalui sebuah proses tender yang beraroma KKN. Berdasarkan pertimbangan tersebut pada tanggal 11 Mei 2000, Gus Dur melalui Direktur Operasi PT PLN memutuskan untuk membatalkan hasil tender. Alasan Gus Dur lainnya adalah PT Bukaka Teknik Utama pernah pernah menelantarkan proyek PLN. Adapun Jusuf Kalla dipecat pada tanggal 24 April 2000 atau tiga minggu sebelum pembatalan pemenangan proyek penuh aroma KKN sebagaimana diuraikan di atas.


Slogan “Lebih cepat lebih baik” dapat menjadi pintu masuk untuk menilai

bagaimana Jusuf Kalla memperlakukan negara. Meski JK tak dapat

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline